*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Bahasa
diucapakan secara lisan dalam perkembangannya terbetuk bahasa yang diucapkan
digurat dalam bentuk tulisan. Bahasa dalam bentuk tulisan (teks) dapat disimpan
dan diwariskan. Teks yang lestari menjadi sumber sejarah bahasa yang penting.
Bahasa Batak paling tidak telah terinformasikan dalam teks pada prasasti-prasasti
abad ke-7. Bagaimana dengan aksara Batak sebagai salah satu aksara di nusantara
yang masih eksis hingga ini hari?

Aksara
Nusantara merupakan ragam aksara/tulisan tradisi digunakan di wilayah
Nusantara. Bukti tertua keberadaan Aksara Nusantara yaitu yupa (tiang batu
untuk menambatkan tali pengikat sapi) di daerah Kalimantan Timur. Tulisan pada
yupa-yupa tersebut menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Bentuk
huruf Aksara Pallawa pada yupa, para ahli menyimpulkan dibuat sekitar abad ke-4
M. Setidaknya sejak abad ke-4 Indonesia telah mengenal bahasa tulis yang terus
berkembang mengikuti perkembangan bahasa lisan. Perkembangan dimulai terutama
sejak bahasa Melayu Kuno dan bahasa Jawa Kuno dituangkan dalam bentuk tulisan
selain dari Bahasa Sanskerta yang pada masa sebelumnya merupakan bahasa yang
lazim dituliskan. Sejak abad ke-15 Aksara Nusantara berkembang pesat dengan
ditandai beraneka-ragamnya aksara untuk menuliskan berbagai bahasa hingga
kemudian peranannya tergeser abjad Arab dan alfabet Latin. Macam aksara
Nusantara: Pallawa, Sunda Kuno, Bali, Batak, Jawa, Lampung, Ulu, Lontara, Makassar, (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Batak aksara
Batak aksara Nusantara di pantai barat Sumatra? Seperti disebut di atas bahasa
terkait dengan aksara. Salah satu aksara nusantara adalah aksara bahasa Batak.
Aksara di Sumatra dan aksara di Jawa. Lalu bagaimana sejarah bahasa Batak aksara
Batak aksara Nusantara di pantai barat Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo
doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki
permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang
bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk
menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini
adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan
peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena
saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber
primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena
sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang
disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan
kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Batak Aksara Batak Aksara Nusantara di Pantai
Barat Sumatra; Aksara di Sumatra dan Aksara di Jawa
Seperti halnya bahasa, penyelidikan akasara-aksara masih
terus dilakukan. Jumlah bahasa-bahasa di Papua begitu banyak jumlahnya. Namun
untuk aksara, sejauh ini masih terus dalam penyelidikan apakah pernah ada
aksara yang eksis didugunakan di Papua. Wilayah aksara sejauh ini baru
ditemukan di wilayah bahasa di (pulau) Sulawesi.

Bahasa umumnya sudah berumur tua dan tetap lestari dengan tingkat
perkembanganna sendsiri-sendiri. Memang sejauh ini aksara belum ditemukan di
Papua, tetapi apakah pernah eksis di masa lampau? Pertanyaan ini memerlukan
penyelidikan. Sebaliknya pada masa ini aksara Jawa dan aksara Batak masih eksis.
Pertanyaannya seberapa tua kedua aksara ini? Dalam penyelidikan aksara-aksara,
semuanya masih suatu indikasi. Dalam gambar umum aksara yang terdapat d
nusantara berbeda asal usul dengan aksara Latin (merujik ke asakara Fenesia).
Aksara nusantara seperti aksara Batak dan aksara Jawa diduga merujuka dari
salah satu cabang aksara Aramea yani Brahmi (Arab, Farsi dan Ibrani).
Dari berbagai aksara yang pernah eksis di nusantara seperti Pallawa,
Kawi, Sunda, Rencong dan Batak, sejatinya aksara secara grafis aksara terbagi
dua: aksara Pallawa dan Jawa dan lainnya serta aksara Batak, Rencong dan
lainnya. Studi tentang aksara di nusantara sudah dimulai sejak era Dr NH van
der Tuuk termasuk aksara Batak yang kemudian dirangkum oleh KF Holle tahun 1880
sebagai daftar semua aksara yang terdapat di nusantara (lihat Tabel Oud en
Nieuw Indisch Alphabetten: Bijdrage tot de Palaeographi van Nederlandsch Indie
(Bruining en Co, 1882). Aksara-aksara inilah kemudian yang digunakan oleh para
ahli untuk mempelajari aksara-akasara di Indonesia hingga sekarang.

Pada tahun 1927 Schröder,
seorang Jerman menemukan ada kemiripan aksara Funisia dengan aksara Batak
(lihat A Phoenician Alphabet on Sumatra by EEW Gs Schröder ini Journal of the
American Oriental Society, Vol. 47, 1927). Sebagaimana diketahui bangsa Fenisia atau Funisia (Phoenices) adalah bangsa kuno yang pernah menguasai pesisir Laut
Tengah. Mereka berasal dari wilayah Timur Tengah, atau sekarang di Lebanon dan
Suriah. Penemuan aksara oleh Schröder tentulah menarik perhatian dunia
internasional di bidang linguistic dan aksara. Jarak antara Laut Tengah dan
pantai barat Sumatra sangat berjauhan. Selama ini dipahami bahwa dari dua
kelompok aksara Semit Utara yang terdiri dari aksara Aramee dan aksara Fenesia.
Aksara Aramea diduga yang menurunkan aksara Jawa melalui aksara Pallawa dan ke
atas aksara Brahmi. Sedangkan aksara Fenesia (silabis) menurunkan aksara Yunasi
(alfabet) hingga ke aksara Latin.
Jika kesimpulan Schröder benar bahwa aksara Fenesia mirip bahasa Batak
(di Sumatra), maka aksara-aksara di nusantara tidak berasal dari titik yang
sama tetapi berasal dari sumber yang berbeda. Pertanyaan ini membuka ruang
pertanyaan baru jika pada masa ini tidak pernah ditemukan aksara di Papua, lalu
apakah di masa lampau pernah eksis aksara di Papua?
Antara ujung utara pulau
Sumatra di barat daya dan ujung pulau Papua di tenggara tidak lah jauh sekali.
Jaraknya kira-kira kurang lebih sama dari ujung barat daya Sumatra ke Laut
Merah. Wilayah aksara Fenesia tidak jauh dari Laut Merah. Oleh karenanya tidak
terlalu mengejutkan jika ada koneksi antara akasara Batak dan aksara Fenesia. Ptolomeus
abad ke-2 menyatakan bahwa kamper diimpor dari pulau Sumatra. Pada abad ke-5 di
Eropa diketahui kamper diekspor di pelabuhan yang disebut Barossa (kini Kota
Barus di Tapanuli).
Schröder adalah peneliti pertama yang membuka ruang
penyelidikan aksara Batak yang kemudian dalam artikelnya yang dimuat di jurnal
Amerika tahun 1927 sangat meyakini bahwa aksara Batak memiliki kemiripan dengan
aksara Fenesia.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Aksara di Sumatra dan Aksara di Jawa: Sebaran Aksara di
Bagian Timur Indonesia
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.