Sejarah

Sejarah Bahasa (45): Bahasa Kalang, Bahasa Hilang, Hilang di Jawa? Orang Kalang dan Orang Pinggir, Orang Gadjah Mati di Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Apakah
ada bahasa Kalang? Lantas mengapa ada kelompok populasi Kalang? Bagaimana
dengan nama-nama Kalingga, Poerbalingga dan lain sebagainya? Ada juga kelompok
populasi yang disebut Pinggir dan Gadjah Mati. Lalu apakah ada kaitannya dengan
terbentuk bahasa Cirebon dan bahasa Banyumas? Kita hanya bisa bertanya-tanya.


Suku
Kalang atau Wong Kalang adalah salah satu subsuku di masyarakat Jawa. Mereka
ada sejak zaman kerajaan-kerajaan Jawa Kuno. Tetapi karena satu dan lain hal,
mereka dikucilkan oleh masyarakat mayoritas saat itu. Pengucilan tersebut yang
mengawali sebutan “kalang”. Kata “kalang” berasal dari
bahasa Jawa yang artinya “batas”. Lingkup sosial orang-orang ini
sengaja dibatasi (atau dikalang) oleh otoritas atau masyarakat mayoritas waktu
itu. Orang Kalang sengaja diasingkan dalam kehidupan masyarakat luas, karena
dulu ada anggapan bahwa mereka liar dan berbahaya. Istilah “kalang”
pertama ditemukan dalam prasasti Kuburan Candi di Desa Tegalsari, Kawedanan
Tegalharjo, Kabupaten Magelang (831 M). Jadi diduga, suku ini telah ada sejak
Jawa belum mengenal agama Hindu. Menurut mitos orang kalang adalah maestro
pembuat candi yang secara fisik berbadan kuat dan tegap. Ada kemungkinan
berasal dari Khmer atau Kamboja dimana orang kuat di negeri tersebut
diterjemahkan sebagai manusia k’lang dimana candi di negeri Khmer mempunyai
kemiripan candi di Jawa. Desa sekitar gunung Lawu, yakni desa Kalang masuk kabupaten
Magetan
. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Kalang, bahasa
Hilang, hilang di Jawa? Seperti disebut di atas ada kelompok populasi disebut
Kalang. Apakah orang Kalang memiliki bahasa sendiri? Siapa orang Kalang, orang
Pinggir dan orang Gadjah Mati? Lalu bagaimana sejarah bahasa Kalang, bahasa
Hilang, hilang di Jawa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada
permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.

Bahasa Kalang, Bahasa Hilang, Hilang di Jawa? Siapa
Orang Kalang, Orang Pinggir dan Orang Gadjah Mati?

Apakah benar-benar ada kelompok populasi Kalang? Okelah,
itu satu hal. Dalam hal ini apa itu nama Kalang? Nama Kalang bukan unik, tetapi
nama tempat yang umum. Tidak hanya ditemukan di (pulau) Jawa, juga ada nama
tempat Kalang di daerah aliran sungai Barito (lihat Bijdragen tot de kennis der
geschiedenis van het Bandjermasinsche Rijk, 1863-1866, 1886). Nama yang mirip
Kelang berada di pantai barat Semenanjung Malaya. Jangan lupa ada nama tempat
Kalang Sari di Karawang dan Kalanganyar di Lebak.


Nama Kalang ditemukan dalam Babad Tanah Jawi (lihat Register op de
proza-omzetting van de Babad Tanah Jawi (uitgave van 1874), 1900). Disebut Kalang;
putri seorang Kalang diambil istri oleh Pangeran Adipati Anom pada masa
pemerintahan Mangkurat II, setelah menikah dengan Raden Ajëng Lëmbah. Juga
disebut ada wong gowong Kalang. Pada tahun-tahun terakhir nama Kalang mulai ditulis.
JC van Eerde menulis dengan judul De Kalang-legende op Lombok yang dimuat dalam
TBG XLV; Inggris menulis dengan judul De Kalang’s in Bagelen yang dimuat dalam
Djawa I (1921); J Knebel menulis dengan judul De Kalang-legende volgens
Tegalsche lezing uit het Javaansch yang dimuat dalam TBG XXXVII.

Nama Kalang sebagai kelompok populasi sangat beragam
kisah dan sejarahnya. Deskripsi tentang asal usul orang Kalang paling tidak
sudah dipublikasikan tahun 1839. Keberadaan orang Kalang bahkan jauh sebelum
Sultan Agung
(1613-1645) di Mataram berkuasa.


Tijdschrift voor Neerland’s Indie, 1839: ‘Oorsprong van hel zoogenaamde
Kalangs-Volk door CJ Wintter di Soerakarta. Kalang adalah nama yang diberikan
kepada suatu masyarakat di pulau Jawa. yang biasa berkeliaran, dan biasanya
tinggal di hutan; namun sekarang, terutama terletak di ibu kota Surakarta dan
Djogjokarla, sejak masa pemerintahan Sultan di Mataram pada tahun Jawa 1565 (menurut
tahun Masehi, sekitar tahun 1636), telah diwajibkan membayar pungutan kepada
para Pangeran Jawa, dimanapun ia menetap. Sebab pada waktu itu upeti-upeti
utama dikenakan kepada mereka, masing-masing sesuai dengan kemampuannya, dan
ini karena asal usul mereka yang buruk, sehingga mereka dianggap tidak layak
untuk memegang jabatan apa pun. Namun di kemudian hari, mereka diterima sebagai
pejabat, dalam hal ini mereka tidak dikenakan upeti pokok; tetapi mereka tidak
dapat naik pangkat lebih tinggi dari Panewoe, dan pada umumnya, adalah penebang
kayu yang dipekerjakan oleh para Pangeran. Mereka yang diangkat menjadi Kepala
Kalang menyimpan daftar orang-orang yang lahir dan meninggal diantara mereka,
yang harus selalu dicantumkan dan dimasukkan ke dalam daftar itu’.
 

Asal usul orang Kalang di masa awal dikisahkan
seorang pangeran memiliki lima putra. Pangeran bernama Sri Moho Poenggoong
memerintah sekitar tahun 1000 atau, menurut kalender Masehi, sekitar tahun 1096.
Kerajaan ini mula-mula mempunyai nama Galooh, raja berkedudukan di Segalooh. Putra
keempatnya Dhamar Moijo. Ayahnya kemudian mengasingkan diri bertapa di gunung
Dieng di wilayah Banjoemas. Dhamar Moijo memiliki anak yang diberi nama Birowo
yang diberi gelar Radhen Bandoong.
Dhamar Moijo menasihati sang
cucu untuk berangkat mengabdi kepada pangeran Majapahit (Brawidjaja VI).


Dalam kisah awal orang Kalang tersebut, mereka bermula di wilayah
Banjoemas, dinatara dua kerajaan besar, di timur kerajaan Madjapahit dan di
barat kerajaan Padjadjaran. Sesepuh orang Kalang ini (Sri Moho Poenggoong dan
anaknya) mengetahui dewa yang dipuja di Madjapahit. Pertanyaan: darimana Sri Moho
Poenggoong berasal? Apakah asli dari wilayah Banjoemas atau pendatang dari
pantai barat Sumatra? Keberadaan Sri Moho Poenggoong di Jawa (wilayah Banjoemas)
tahun 1096, tahun dimana Radja Cola berkuasa di Simatra bagian utara (setelag pendudukan
tahun 1025).

Kepercayaan orang Kalang dikaitkan dengan ajaran
Boedha lama. Sebelum terbentuk kerajaan Majapahit kerajaan yang ada adalah kerajaan
Kediri. Sementara itu di masa lampau, sebelum kerajaan Kediri terbentuk sudah peradaban
lama di sebelah timur wilayah Banjoemas (era Boedha candi Borobudur dan era
Hindoe candi Prambanan).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Siapa Orang Kalang, Orang Pinggir dan Orang Gadjah
Mati? Kelompok Populasi Tempo Doeloe di Pulau Jawa

Orang Kalang tetap eksis. Disebutkan orang Kalang
menjalankan aturan agama Budha yang lama, namun mempunyai ibadah tersendiri,
yang mereka namakan agama Kalang (lihat De geschiedenis van het rijk Kediri opgeteekend
in het jaar 1873). Juga disebutkan menurut masyarakat Jawa, suku Kalang adalah
masyarakat berekor yang berasal dari Bali yang memuja anjing sebagai agama;
itulah sebabnya mereka sangat dibenci oleh orang Jawa.


Fakta bahwa ada kelompok populasi di Jawa (bagian tengah) yang disebut
orang Kalang yang sudah ada sejak dahulu dan masih eksis hingga ini hari.
Keberadaan mereka yang sudah lama (sejak jaman kuno?) adalah satu hal, tentang
kisah orang Kalang yang dikisahkan adalah hal lain lagi. Suatu kisah sulit
diketahui kebenaran dan kepastiannya. Seharusnya sejarah orang Kalang adalah narasi
fakta dan data. Penyelidikan sejarah sudah barang tentu sangat diperlukan agar
bisa menunjukkan perihal apa yang benar dan perihal apa yang salah.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top