*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Suku
Bawean, dikenal juga Boyan atau Bhebien adalah salah satu suku bangsa yang
berasal dari Pulau Bawean, suku ini terbentuk karena terjadi percampuran antara
orang Madura, Melayu, Jawa, Banjar, Bugis, dan Makassar selama ratusan tahun di
pulau Bawean. Masyarakat Singapura dan Malaysia lebih mengenal dengan sebutan
Boyan daripada Bawean.
Bahasa
Bawean suatu dialek bahasa Madura umumnya dituturkan suku Bawean mayoritas
mendiami pulau Bawean, Gresik. Dialek ini mulanya merupakan sebuah pijin yang
telah mengalami kreolisasi, sehingga memiliki beragam kosakata campuran dari
bahasa lain seperti bahasa Jawa (utamanya dari wilayah Gresik), bahkan Banjar,
Bugis, maupun Makassar. Bahasa Bawean mempunyai beberapa dialek, perbedaan
dialek ini bisa ditemukan di beberapa desa di Pulau Bawean seperti desa Daun
dan desa Suwari di kecamatan Sangkapura serta desa Kepuhteluk dan desa Diponggo
di kecamatan Tambak. Ragam dialek di empat desa tercermin dalam penyebutan kata
“saya”. Masyarakat desa Daun menyebut “saya” dengan kata
“éson” sedangkan masyarakat desa Suwari menyebutnya “éhon”.
Kemudian, masyarakat desa Kepuhteluk akan menyebut “saya” dengan kata
“bulâ” dan masyarakat Diponggo menyebutnya dengan kata
“aku”. Variasi dialek ini pun menjadi ciri khas dari masing-masing
desa. Dialek dari desa Diponggo paling mencolok diantara dialek-dialek lain
dalam bahasa Bawean. Sebagian besar kosakata dalam dialek Diponggo hampir sama
dengan bahasa Jawa. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Bawean di pulau
Bawean di laut Jawa? Seperti disebut di atas penutur bahasa Bawean umumnya
ditemukan di pulau Bawean. Pengaruh bahasa-bahasa Madura, Melayu, Jawa, Banjar,
Bugis, dan Makassar. Lalu bagaimana sejarah bahasa Bawean di pulau Bawean di laut
Jawa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Bawean di Pulau Bawean di Laut Jawa;
Bahasa-Bahasa Madura, Melayu, Jawa, Banjar, Bugis, dan Makassar
Pada awal Pemerintah Hindia Belanda sejumlah residentie
adalah Soerabaja, Gressik, Rembang, Djapara en Joeana dan Moedara en Soemanap
(lihat Almanak 1827). Dalam perkembangannya sejumlah residentie digabungkan
menjadi satu residentie. Di Residentie Soerabaja dibagi ke dalam sejumlah
regentschap: Soerabaja, Gressik, Madura, Soemanap, Djapara dan Bawean (lihat Staatsblad
van Nederlandsch-Indië voor …, 1838).
Bawean adalah suatu pulau di pantau utara Jawa di
Laut Jawa. Pulau Bawean dapat dikatakan tepat berada garis lurus di utara
Gressik. Di sebelah barat pulau Bawean garis lurus adalah kepulauan Karimun,
yang tegak lurus dengan Semarang. Nama Bawean dan Kariemon adalah dua nama
terpenting di laut Jawa (antara pulau Jawa dan pulau Kalimantan). Jumlah
pendudukan regentschap Bawean pada tahun 1845 sebanyak 27.323 jiwa (lihat Tijdschrift
voor Neerland’s Indië, 1847). Secara umum terdiri dari 38 orang Eropa dan
keturunannya, 50 orang Cina, 27.224 orang Bawean, 426 orang Melayu, dan 1.393
orang Mandar dan Bugis.
Pulau Bawean pernah menjadi sasaran lanun (lihat Toelichting
en verdediging van eenige daden van mijn bestuur in Indië, in antwoord op
sommige vragen van Jhr. J.P. Cornets de Groot van Kraaijenburg, Oud-Raad van
Indie, 1853). Disebutkan pada tahun 1850 perampok berbendera Magindano – bukan
Soolo – mendarat di Pulau Bawean dan menimbulkan banyak kerusakan di sana.
Mendapat laporan, kapal angkatan laut Pemerintah Hindia Belanda Sr MS Hekla
berhasil melacak, lalu mengejar dan parampok melarikan diri ke Pulau Kangean dan
berhasil dilacak dan dimusnahkan.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Bahasa-Bahasa Madura, Melayu, Jawa, Banjar, Bugis, dan
Makassar: Terbentuknya Bahasa Bawean di Pulau Bawean
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999).
Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur. Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.