Sejarah

Sejarah Mahasiswa (12): Sorip Tagor Dokter Hewan Pertama, Lulus di Rijksveeartsenij School di Utrecht, 1920; J. A. Kaligis, 1922


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini 

Kesalahan
yang terus diulang akan menjadi kebenaran sejarah. Data dan fakta sejarah sulit
diubah. Namun interpretasi terhadap data dan fakta bisa berbeda. Namun semua
itu sangat tergantung dari ketersediaan data, akurasi data dan kelengkapan
data. Sejarah adalah narasi fakta dan data.
Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, sejarah seharusnya memiliki
permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang
bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri.


Pada
tahun 1820 RA Coppicters, dokter hewan Belanda datang ke Hindia menangani
hewan-hewan yang penting bagi pemerintah. Lembaga pemerintah urusan kedokteran
hewan dibentuk tahun 1841 (Veeartsenijkundige Dienst) kemudian berubah menjadi (Burgerlijke
Veeartsenijkundige Dienst) tahun 1853. Periode 1853–1869, hanya tiga dokter
hewan melayani seluruh Jawa. Pada tahun 1869, dua dokter hewan ditempatkan di di
Sumatra dan di Sulawesi. Sekolah dokter hewan pribumi Inlandsche Veeartsen
School (IVS) diddirikan di Surabaya tahun 1861 dipimpin Dr J van der Weide
(lama studi dua tahun). IVS ditutup tahun 1875. Hanya menghasilkan delapan
dokter hewan pribumi elama sembilan tahun. Pada 1875–1880, pendidikan dilakukan
dalam bentuk magang pada dokter hewan pemerintah. Ada sembilan pemuda magang
pada tujuh orang dokter hewan pemerintah; delapan di antaranya diluluskan tahun
1880. Tak berselang lama, wabah penyakit hewan melanda, sampar sapi tahun 1875,
antraks 1884, surra 1886, dan mulut/kuku 1887. Pada tahun 1884 dibentuk Nederland-Indische
Vereeniging voor Diergeneeskunde. Pada tahun 1908, didirikan Veeartsenijkundig
Laboratorium untuk menangani wabah sampar sapi. Di laboratorium ini juga dibuka
pendidikan dokter hewan pribumi selama empat tahun (Cursus tot Opleiding van
Inlandsche Veearstsen). Dua siswa pertamanya merupakan lulusan sekolah pertanian
diterima di kelas tiga.
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Sorip Tagor, dokter hewan
pertama Indonesia, lulus di Rijksveeartsenij School di Utrecht, 1921? Seperti
disebut di atas, nama Sorip Tagor lulus 1921 kurang pepuler, yang popular adalah
JA Kaligis lulus 1922. Sorip Tagor adalah kakek Desty/Risty Tagor dan Destri
Tagor (istri Setya Novanto, mantan ketua DPR). Lalu bagaimana sejarah Sorip
Tagor, dokter hewan pertama Indonesia, lulus di Rijksveeartsenij School di
Utrecht, 1921? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.

Sorip Tagor, Dokter Hewan Pertama, Lulus di
Rijksveeartsenij School di Utrecht Tahun 1920; JA Kaligis, 1922

Siswa-siswa yang memulai studi
dari tingkat pertama saat dibukanya Veeartsen School
di Buitenzorg tahun 1907 baru lulus tahun 1912. Sorip Tagor
dinyatakan lulus (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-08-1912). Sebelum lulus,
Sorip Tagor diangkat sebagai asisten dosen (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indië, 16-08-1912).
Pada tahun 1913,
Sorip Tagor berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studinya untuk mendapatkan
gelar dokter hewan penuh (setara dokter hewan Belanda). Veeartsen School
di Buitenzorg setara sekolah
menengah (HBS).


Dalam buku Satu Abad Sekolah Kedokteran Hewan Belanda (Een eeuw
veeartsenijkundig onderwijs, 1821-1921)
, Sorip Tagor Harahap dicatat sebagai angkatan 1913/1914 (sebanyak 40 mahasiswa). Sorip Tagor lahir di kampong Hoeta Imbaroe, Padang Sidempoean, 21 Mei
1888. Tidak lama setelah kedatangan
Sorip Tagor Harahap di Belanda, Radjioen Harahap gelar Soetan
Casajangan, presiden Indische Vereeniging yang pertama kembali ke tanah air.

Sorip Tagor lulus ujian kandidat dokter hewan di
Rijksveeartsenijschool
di Utrecht pada bulan Juni
1916
(lihat Algemeen Handelsblad,
19-06-1916). Ini menandakan babak baru bagi pribumi untuk memulai studi
kedokteran
hewan di negeri Belanda. Sorip Tagor
menjadi pionir.


Siswa-siswa pribumi yang melanjutkan studi ke perguruan tinggi di
Belanda, selama ini tidak pernah yang memilih
Rijksveeartsenijschool di Utrecht. Mahasiswa pribumi yang tergabung dalam Indische Vereeniging, biasanya
studi di sekolah teknik di Delft (seperti Soerachman), sekolah kedokteran di
Amsterdam (seperti Asmaoen dan Abdoel Rivai), sastra (Hoesein Djajadiningrat),
hukum (Raden Noto Soeroto) dan lainnya di Leiden, sekolah pertanian di Wageningen
(seperti Soemardji dan Djamaloedin); serta sekolah perdagangan di Amsterdam (seperti
Sjamsi Widagda) serta sekolah keguruan Rijkskweekschool di Haarlem (seperti Soetan
Casajangan dan Tan Malaka).

Sorip Tagor di Belanda mempelopori didirikannya
Sumatranen Bond. Pada tanggal 1 Januari 1917, Sumatranen Bond resmi didirikan
dengan nama ‘Soematra Sepakat’. Dewan terdiri dari Sorip Tagor (sebagai ketua);
Dahlan Abdoellah, sebagai sekretaris dan Soetan Goenoeng Moelia sebagai
bendahara. Salah satu
anggota komisaris adalah Ibrahim Datoek Tan Malaka. Disebutkan tujuan didirikan organisasi adalah untuk meningkatkan taraf hidup penduduk di Sumatra,
karena tampak ada kepincangan pembangunan antara Jawa dan Sumatra (lihat De
Sumatra post, 31-07-1919).


Sumatranen Bond/Soematra
Sepakat
adalah organisasi yang terpisah
dari Indische Vereeniging. Meskipun demikian semua anggota
Soematra Sepakat yang berasal dari Sumatra
juga adalah anggota Indische Vereeniging (yang didirikan tahun 1908). Umumnya
anggota Indische Vereeniging yang berasal dari Jawa berafiliasi dengan Jong
Java/Boedi Oetomo. Pada tahun 1917 ini d
i Batavia juga didirikan Sumatranen Bond.
Organisasi ini dibentuk oleh mahasiswa-mahasiswa STOVIA yang berasal dari
Sumatra. Sumatra Bond yang disebut Jong Sumatra didirikan pada tanggal 8
Desember 1917. Asosiasi pemuda ini lahir dari suatu pemikiran bahwa inte
nsitas (pembangunan) hanya
berada di Jawa dan di Sumatra dan pulau-pulau lainnya terabaikan. Dengan kata
lain pemikirannya sama dengan Sumatranen Bond yang berada di Belanda. Susunan
pengurus Jong Sumatranen di Batavia ini adalah Tengkoe Mansoer sebagai ketua,
Abdoel Moenir Nasoetion sebagai wakil ketua, Amir dan Anas sebagai sekretaris
serta Marzoeki sebagai bendahara (lihat De Sumatra post, 17-01-1918
). Boedi Oetomo didirikan
1908 dan Jong Java tahun 1915. Jong Java adalah organ pemuda Boedi Oetomo.
Pendirian Indische Vereeniging di Belanda dipelopori oleh Soetan Casajangan.

Pada tahun 1917 di Belanda diadakan Kongres Hindia
(Indisch Congres) yang partisipannya mahasiswa di Belanda yang tergabung dalam
organisasi mahasisawa Belanda asal Hindia, organisasi Cina asal Hindia dan
Indische Vereeniging. Ketua Panitia Kongres Hindia adalah HJ van Mook (lulusan
HBS Soerabaja). Delegasi Indische Vereeniging di dalam kongres dipimpin pengurus
seperti Goenawan Mangoenkoesoemo, Dahlan Abdoellah dan Sorip Tagor.


Dalam kongres ini dari Indische Vereeniging turut berbicara Goenawan Mangoenkoesoemo,
Dahlan Abdoellah dan Sorip Tagor. Satu yang penting dan terpenting hadil dari
kongres ini adalah para anggota Indische Vereeniging mengusulkan agar
penyebutan nama orang pribumi, inlander atau Indier diganti dengan sebutan
Indonesier (orang Indonesia). Usulan yang disampaikan Dahlan Abdoellah tersebut
tampaknya dimaklumi oleh kolega mereka dari golongan Belanda dan Cina. Ternukti
dalam kongres tahun berikutnya (1918) nama kongres sudah disebut Indonesia
Congres (meski pers masih mempertukarkankan dengan nama Indische Congres).
Sejak kongres tahun 1917 inilah nama Indonesia mulai popular dijadikan
nama-nama organisasi di berbagai bidang seperti perdagangan, pendidikan. Namun,
seperti kita lihat nanti nama Indisch Vereeniging baru benar-benar diubah tahun
1921 dengan nama Indonesiaach Vereeniging.

Sorip Tagor pada bulan Desember
1920 lulus ujian akhir (2de helft) di Rijksveeartsenijschool, Utrecht. Sorip
Tagor diwisuda dan mendapat gelar dokter hewan (lihat Het Vaderland: staat- en
letterkundig nieuwsblad, 30-01-1921).


Secara kronologis studi Sorip Tagor sebagai berikut: Sorip Tagor
terdaftar sebagai mahasiswa Rijksveeartsenijschool pada tahun 1913. Pada tahun
1915 kuliah tingkat satu (lulus ujian); tahun 1916 kuliah tingkat dua (lulus
ujian kandidat dokter hewan); tahun 1917 kuliah tingkat tiga (lulus ujian);
tahun 1918 kuliah tingkat empat (lulus ujian propa. dan melakukan riset); pada
bulan Juni 1920 lulus ujian pertama atau ist helft. Terakhir pada bulan
Desember 1920 lulus ujian 2de helft (eindexamen). Dr. Sorip Tagor meski aktif
berorganisasi dan mempelopori gerakan politik mahasiswa di lingkungan
organisasi mahasiwa Perhimpoenan Hindia
(Indische Vereeniging), namun kelancaran studinya
tetap berjalan normal. Seperti pernah dikatakannya bahwa ‘studi dan politik sama
pentingnya’. 
Sementara itu, pada tahun 1919 Dahlan Abdoellah, sekretaris Sumatranen Bond menjadi
ketua Perhimpoenan Hindia (Indische Vereeniging) yang menjadi awal perubahan
haluan di Perhimpoenan Hindia dari incremental ke arah yang lebih radikal.
Sorip
Tagor di dalam majalah Hindia Poetra, organ Perhimpoenan Hindia pada edisi
Januari 1919 menulis artikel yang pada intinya mengatakan bahwa ‘studi dan
kegiatan politik sejalan dalam organisasi’. Sorip Tagor 
dengan kata-kata
pedas mengatakan ‘jika Perhimpoenan Hindia menghindari politik, organisasi
tidak akan mencapai apapun dalam bentuk manfaat bagi penduduk Indonesia, baik
hari ini maupun masa datang’. Sorip Tagor juga dalam tulisan mempersalahkan sejumlah
mahasiswa asal Jawa dari keluarga ningrat yang tak punya perhatian terhadap
situasi umum di Hindia dan keadaan kehidupan wong cilik (lihat Harry A.
Poeze  et al: ‘Di negeri penjajah: orang
Indonesia di negeri Belanda, 1600-1950).
Pada tahun 1919 ini di Belanda dibentuk federasi oraganisasi
yang disebut
Indonesisch
Verbond
(Gabungan Indonesia) yang juga akan mengadakan kongres di Belanda. Sorip Tagor dan kawan-kawan berpartisipasi (lihat Algemeen Handelsblad,
02-02-1919). Kongres Indonesia ini adalah gabungan organisasi-organisasi
mahasiswa orang Belanda (terutama Indo),
Cina (Chung Hwa Hui) dan pribumi (Indonesiasch Vereeniging). Ketua komite kongres adalah HJ van Mook. Yang
cukup mengemuka dalam kongres ini adalah bahwa Batavia harus membuka jalan bagi
Leiden, Wageningen dan Utrecht dan lainnya di Indonesian. Hanya pendidikan
tinggi yang dapat mengisi kekosongan yang ada di Hindia. Dan para guru
pertama-tama harus datang dari Belanda, untuk secara bertahap dilengkapi oleh
guru-guru pribumi. Sekolah kedokteran hewan dan perguruan tinggi pertanian yang
pada saat ini sebagai pelatihan harus diubah menjadi hoogesehool. Tan Ping Se
mengatakan bahwa universitas bukan hadiah, tetapi kemerdekaan Indonesia. Kami
ingin melepaskan diri, tidak hanya di pendidikan tetapi juga di area ekonomi
(tepuk tangan). Namun demikian diantara yang hadir dalam forum ada juga yang
menentangnya (tidak ingin Hindia mandiri, tetapi selalu tergantung Negeri
Belanda).
Mangapa Sorip Tagor berapi-api
soal nasionalisme? Jawabnya adalah karena Sorip Tagor dan Soetan Casajangan
sama-sama memiliki satu pemikiran. Boleh jadi, Sorip Tagor telah banyak
mendapat masukan dari Soetan Casajangan. Sejak awal, Soetan Casajangan adalah
actor pertama pergerakan
pelajar/mahasiswa di Belanda yang kerap memberikan kritik dan
solusi kehidupan di Hindia di berbagai forum yang dihadiri oleh kalangan
cendekiawan di Belanda.
Soetan Casajangan, sebelum
pulang ke tanah air, pada tahun 1913 menerbitkan buku yang dicetak di Barns
oleh Percetakan Hollandia-Drukkerij. Inilah cara Soetan Casajangan agar orang
di Eropa dapat melihat apa yang terjadi di Hindia. Buku itu berjudul: ‘Indische
Toestanden Gezien Door Een Inlander’ (negara bagian di Hindia Belanda dilihat
oleh penduduk pribumi). Buku ini adalah sebuah monograf (kajian ilmiah) yang
mendeskripsikan dan membahas tentang perihal ekonomi, sosial, sejarah budaya Asia
Tenggara (nusantara) dan khususnya pembangunan pertanian di Indonesia. Buku ini
berangkat dari pemikiran bahwa sudah sejak lama penduduk pribumi merasakan
adanya dorongan untuk penyatuan yang lebih besar yang kemudian dengan munculnya
berbagai sarikat, antara lain Indisch Vereeniging (digagas oleh Soetan
Casajangan) dan Boedi Oetomo (digagas oleh Soetomo). Buku ini sangat
mengejutkan berbagai pihak di kalangan orang Belanda baik di Negeri Belanda
maupun di Hindia Belanda. Buku ini adalah buku pertama orang pribumi yang
diterbitkan pertama kali dan diedarkan di Eropa.

Sementara itu pada tahun 1920 di Rijksveeartsenijschool JA Kaligis diterima. JA
Kaligis
berangkat studi kedokteran
hewan ke Belanda awal tahun 1920 (
lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 30-01-1920).
Disebutkan kapal Grotius akan berangkat tanggal 31 Januari dari Batavia dengan tujuan akhir Amsterdam.


JA Kaligis sebagai pribumi kedua studi kedokteran hewan di Utrecht datang
saat Sorip Tagor sudah hampir selesai studi. Surat kabar Het Vaderland: staat-
en letterkundig nieuwsblad, 14-10-1920 memberitakan bahwa JA Kaligis salah satu
dari mahasiswa yang lulus ujian bagian pertama di Utrecht. JA Kaligis
menyelesaikan sebagian yang lain (lihat Het Vaderland: staat- en letterkundig
nieuwsblad, 30-01-1921).

Setelah mendapat gelar dokter
hewan, Sorip Tagor pulang ke tanah air. Sejak Sorip Tagor memulai studi di
Utrecht, tahun 1913 hingga lulus dan mendapat gelar dokter hewan berlisensi
Eropa tahun 1920, belum
pernah pulang. Di Batavia, Gubernur Jenderal mengangkat Dr Sorip Tagor menjadi dokter hewan di lingkungan
istana. Penunjukan dan pengangkatan ini secara resmi berdasarkan surat keputusan
Menteri Koloni No 89
tanggal 26 Mei 1921 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-09-1921).

Tunggu deskripsi lengkapnya

JA Kaligis, 1922: Sejarah Sekolah Kedokteran di Belanda
dan di Indonesia

Saat buku Soetan Casajangan diberitakan di surat kabar termasuk surat kabar di
Hindia Belanda
, Dr.
Soetomo baru pulang dari tugas di Deli
. Dr Soetomo mulai bertugas 1911 dan kembali ke Jawa tahun 1914). Di Batavia, Dr Soetomo
meminta kepada ketua Boedi Oetomo afdeeling Batavia Dr Sardjito untuk diadakan
rapat umum. Dr Sardjito adalah adik kelas Dr Soetomo di STOVIA. Dr
Soetomo adalah salah satu pendiri Boedi Oetomo di Batavia tahun 1908.


Dalam rapat umum Boedi Oetomo afdeeling Batavia yang dihadiri 2.000an
anggota,
Dr.
Soetomo mengatakan kontrak kuli (asal Jawa) di Deli tidak adil dan sangat
menderita. Dr. Sotomo lebih lanjut mengatakan ‘kita tidak bisa (lagi) berjuang
sendiri (melihat situasi di Deli). Kita harus berjuang bersama. Orang luar Jawa
banyak yang terpelajar terutama dari Tapanoeli’. Sejak inilah Dr. Soetomo
(meski sebagai pendiri tetapi terkooptasi oleh senior) melihat Boedi Oetomo
telah salah jalan (hanya terbatas dan bersifat kedaerahan di Jawa, Madura, Bali
dan Lombok sesuai statuta Boedi Oetomo).

Pada tahun 1919 Dr. Soetomo
melanjutkan studi kedokteran ke Belanda dan langsung bergabung dengan
Indische Vereeniging. Boleh jadi Dr. Soetomo telah
memahami arah haluan politik Perhimpoenan Hindia sudah lebih radikal (sejak
kepengurusan Dahlan Abdoellah dan teguran Sorip Tagor). Haluan inilah yang
ditemukan Dr. Soetomo ketika menyadari Boedi Oetomo tidak bisa berjuang
sendiri.
 Dr. Soetomo di Belanda semakin intens di
Perhimpoenan Hindia dan kemudian menjadi ketua pengurus
pada tahun 1921 saat mana JA Kaligis sedang studi
di
di
Rijksveeartsenijschool
di Utrecht.


Dr. Soetomo
sendiri di Belanda diterima di sekolah kedokteran di Amsrterdam. Yang bersamaan
masuk dengan
Dr.
Soetomo
adalah Dt Mohamad Sjaaf dan
Dr Sardjito (mantan ketua Boedi Oetomo (afdeeling) Batavia. Jumlah siswa/mahasiswa
Indonesia di Belanda dari tahun ke tahun semakin banyak, seperti disebut di
atas, salah satu yang tiba pada tahun 1920 adalag JA Kaligis.

Perhimpoenan Hindia (Indische
Vereeniging)
di Belanda telah memainkan peran penting
di awal pergerakan politik di lingkungan mahasiswa.
Visi Indische Vereeniging yang digagas oleh Soetan
Casajangan telah di perjuangkan generasi berikutnya seperti Goenawan Mangoen
Koesoema, Sorip Tagor dan Dahlan Abdoellah, dan kini giliran generasi Dr
Soetomo dkk.


Sepak
terjang Soetan Casajangan sudah diketahui umum sebagai tokoh sentral di Indisch
Vereeniging, karena itu Soetan Casajangan diundang oleh Vereeniging Moederland
en Kolonien (Organisasi para ahli/pakar bangsa Belanda di negeri Belanda dan di
Hindia Belanda) untuk berpidato dihadapan para anggotanya. Dalam forum yang
diadakan pada tahun 1911, Soetan Casajangan, berdiri dengan sangat percaya diri
dengan makalah 18 halaman yang berjudul: ‘Verbeterd Inlandsch Onderwijs’
(peningkatan pendidikan pribumi): Berikut beberapa petikan penting isi
pidatonya:

 

‘Geachte Dames en Heeren! (Dear Ladies and Gentlemen).

 

‘..Saya selalu berpikir tentang pendidikan bangsa saya…cinta saya
kepada ibu pertiwa (tanah air) tidak pernah luntur…dalam memenuhi permintaan
ini saya sangat senang untuk langsung mengemukakan yang seharusnya..saya ingin
bertanya kepada tuan-tuan (yang hadir dalam forum ini). Mengapa produk
pendidikan yang indah ini tidak juga berlaku untuk saya dan juga untuk
rekan-rekan saya yang berada di negeri kami yang indah. Bukan hanya ribuan,
tetapi jutaan dari mereka yang merindukan pendidikan yang lebih tinggi…hak
yang sama bagi semua…sesungguhnya dalam berpidato ini ada konflik antara
‘coklat’ dan ‘putih’ dalam perasaan saya (melihat ketidakadilan dalam
pendidikan pribumi)’.

 

Boleh jadi statement Soetan Casajangan yang mempertentangkan ‘coklat’ dan
‘putih’ di antara intelektual Indonesia di Belanda adalah yang pertama.
Perasaan itu sudah dikemukakannya secara gamblang di depan publik yang
mengindikasikan tidak ada lagi ketakutan dan memulai perjuangan (tentu saja
pada ssat itu masih pada level ketidakadilan). Statement ini juga terdapat
dalam buku karya Soetan Casajangan yang diterbitkan
tahun 1913. Statement ini merupakan kesimpulan buku
tersebut. Revolusi ala Soetan Casajangan antara coklat dan putih di dalam
pendidikan (1911) telah dipertegas Sorip Tagor dengan penyatataan ‘studi dan
politik sama pentingnya’ (1919) dan dipertajam Dahlan Abdoellah dalam Kongres
Indonesia tahun 191
7 dengan menyatakan ‘Wij
Indonesier’.
Kini giliran Dr Soetomo dkk
mengubah nama
Perhimpoenan
Hindia
(Indische Vereeniging) menjadi Indonesiasch
Vereeniging
(Perimpunan Indonesia).

JA Kaligis pada bulan Oktober 1922 lulus Rijksveeartsenijschool Hoogeschool di Utrecht
(lihat Haagsche courant, 05-10-1922). JA Kaligis melanjutkan studi ke Belanda
tidak sendiri.
Berdasarkan buku Satu Abad Sekolah Kedokteran Hewan
Belanda (Een eeuw veeartsenijkundig onderwijs, 1821-1921) dicatat yang masuk angkatan
1919/1920 antara lain JA Kaligis dan Soetisno (mahasiswa aktif 32 mahasiswa).
Untuk angkatan 1920/1921, tercatat 28 mahasiswa, tiga diantaranya pribumi yakni
Raden Soeratmo, JH Soesman dan FK Waworuntu. Dengan demikian hingga tahun 1921
sudah terdapat pribumi di Veeartsenijkundige Hoogeschool, Utrecht sebanyak enam
orang: baru satu orang lulus, mahasiswa pertama Sorip Tagor Harahap. Mereka
semua adalah lulusan sekolah kedokteran Veertsenschool di Buitenzorg (kini
Bogor).


Apa yang membedakan satu sama lain. Satu yang jelas, Sorip Tagor setelah
lulus di Veertsenschool di Buitenzorg tahun 1912, dapat dikatakan langsung
berangkat studi kedokteran ke Belanda. Sorip Tagor sejak 1913 telah mengikuti
dinamika mahasiswa pribumi di Belanda yang meliputi banyak aspek seperti pengalaman
berogranisasi dan perjuangan politik mahasiswa. Bagaimana dengan JA Kaligis
dkk?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999).
Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top