Sejarah

Sejarah Mahasiswa (16):Para Ketua Indische Vereeniging dan Nama Indonesia di Belanda Resmi; Soetan Casajangan hingga Ratulangi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini

Kesadaran
berbangsa (bangsa Indonesia) sudah lama ada. Tonggaknya dimulai di Padang tahun
1900 saat mana didirikan organisasi kebangsaan pertama yang diberi nama Medan
Perdamaian. Kesadaran berbangsa ini mulai berkembang dengan didirikannya
organisasi kebangsaan yang baru Boedi Oetomo di Batavia dan Indische
Vereeniging di Belanda pada tahun 1908. Indische Vereeniging bersifat nasional
(baca: seluruh bangsa Indonesia).


Perhimpunan Hindia (Indische
Vereeniging), kemudian dikenal Perhimpunan Indonesia (PI) adalah organisasi
pelajar dan mahasiswa Hindia di Belanda yang berdiri pada tahun 1908. Indische
Vereeniging berdiri atas prakarsa Soetan Kasajangan Soripada dan R.M. Noto
Soeroto. Sejak Cipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat masuk, pada
1913, mulailah mereka memikirkan mengenai masa depan Indonesia. Mereka mulai
menyadari betapa pentingnya organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Semenjak
itulah Indische Vereeniging memasuki kancah politik. Waktu itu pula Indische
Vereeniging menerbitkan sebuah buletin yang diberi nama Hindia Poetera, tetapi
isinya sama sekali tidak memuat tulisan-tulisan bernada politik. Semula,
gagasan nama Indonesisch (Indonesia) diperkenalkan sebagai pengganti Indisch
(Hindia) oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu,
inlander (pribumi) diganti dengan Indonesiër (orang Indonesia). Pada September
1922, saat pergantian ketua dari Dr. Soetomo kepada Herman Kartawisastra nama
organisasi berubah menjadi Indonesische Vereeniging. Saat itu istilah
“Indonesier” dan kata sifat “Indonesich” sudah tenar
digunakan oleh para pemrakarsa Politik Etis. Saat Iwa Koesoemasoemantri menjadi
ketua pada 1923, PI mulai menyebarkan ide non-kooperasi yang mempunyai arti
berjuang demi kemerdekaan tanpa bekerjasama dengan Belanda.
(Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah para ketua Indische
Vereeniging dan nama Indonesia resmi di Belanda? Seperti disebut di atas
Indische Vereeniging adalah kawah candaradimuka dalam kebangkitan bangsa
Indonesia dan wadah pelajar/mahasiswa pribumi di Belanda dalam berjuang untuk
mencapai cita-cita kemerdekaan. Dalam hal inilah penting posisi para ketua
mulai dari Soetan Casajangan hingga Sam Ratulangi.
Lalu bagaimana sejarah para
ketua Indische Vereeniging dan nama Indonesia resmi di Belanda? Seperti kata
ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan
dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel
lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Para Ketua Indische Vereeniging dan Nama Indonesia
Resmi di Belanda; Soetan Casajangan hingga Sam Ratulangi

Pada tahun 1913 Soetan Casajangan akan kembali ke
tanah air. Tujuan utamanya, studi keguruan sudah selesai. Soetan Casajangan
sudah mendapat akta guru MO tahun 1910 (tingkat pendidikan guru tertinggi).
Soetan Casajangan juga sudah mendapat pengalaman mengajar sebagai guru di
sekolah menengah Handelschool di Amterdam, dua tahun terakhir ini. Sambil
mengajar dan menjadi pemimpin redaksi majalah Bintang Perniagaan, setelah
jabatannya sebagai ketua Indische Vereeniging tahun 1911, Soetan Casajangan
telah berhasil membentuk Studiefond. Sejak datang di Belanda (tahun 1903)
Soetan Casajangan baru sekali pulang kampong pada tahun 1905. Dengan demikian,
boleh jadi Soetan Casajangan merasa sudah waktunya kembali ke tanah air, untuk
mengabdi kepada bangsanya di Hindia (baca: Indonesia).


Sebelum pulang ke tanah air, Soetan Casajangan sudah menulis buku
monografi tentang Hindia yang menggambarkan latar belakang, dinamika penduduk
dan sejumlah rekomendasi pembangunan yang diterbitkan di Barn. Pada tahun 1913
ini jumlah pelajar/mahasiswa Hindia di Belanda sudah sebanyak 40an orang (sudah
meningkat ketika Soetan Casajangan mendirikan Indische Vereeniging tahun 1908 sebanyak
20an orang). Dalam rapat tahunan Indische Vereeniging akhir 1912, administrasi
Studiefond sudah diserahkan dan diintegrasikan kepada pengurus baru Indische
Vereeniging yang dipimpin Raden Noto Soeroto (menggantikan Hoesein
Djajadiningrat). Berita kepulangan Soetan Casajangan ke tanah air, kemudian direspon
Pemerintah Hindia Belanda, untuk memberikan posisi kepada Soetan Casajangan
untuk menjadi direktur sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock (jabatan yang
selama ini diisi oleh orang Belanda). Soetan Casajangan pada bulan Februari 1913
Soetan Casangan kembali ke tanah air (lihat Algemeen Handelsblad, 31-01-1913).
Disebutkan kapal ss Koningin der Nederlandden akan berangkat tanggal 1 Februari
dengan tujuan akhir Batavia dimana di dalam manifes kapal dicatat nama Soetan
Casajangan Soripada. Sudah barang tentu ada sejumlah pelajar/nahasiswa yang
mengantarkan Soetan Casajangan ke pelabuhan, paling tidak diantaranya, Abdoel
Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepoen yang tiba di Belanda 1910 studi di
Handelschool Amsterdam yang juga menjadi sekretarisnya dalam pembentukan komite
Studirfond, Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia yang tiba tahun 1911
dan sedang studi keguruan di Leiden untuk mendapat akta guru LO; dua guru muda
Dahlan Abdoellah studi keguruan di Leiden dan Ibrahim Datoek Soetan Malaka
studi keguruan di Rijkskweekschool di Haalem (dimana Soetan Casajangan mendapat
gelar MO tahun 1910), yang keduanya alumni sekolah guru (kweekschool) di Fort
de Kock yang belum lama tiba di Belanda tahun 1912; dan Sorip Tagor Harahap
yang juga tiba di Belanda tahun 1912, alumni sekolah kedokteran hewan (veeartsenschool)
di Buitenzorg yang melajutkan studi di Utrecht di Rijksveeartsenschool.

Soetan Casajangan berangkat dari pelabuhan Amsterdam
tanggal 1 Gevruari 1913. Soetan Casajangan dengan segala sepak terjangnya di
Belanda selama ini telah mendapat liputan surat kabar. Nama Soetan Casajangan
juga diulas di berbagai majalah/jurnal semi akdemik sebagai sosok dengan isi
pemikiran yang mendapat apresiasi yang luas dari kalangan orang-orang Belanda.
Pengakuan terhadap Soetan Casajangan telah diwujudkan dalam berbagai bentuk.
Tidak lama setelah Soetan Casajangan tiba di tanah air, WJ Giel mengungkapkan
kekaguman terhadap potret seorang pelopor pribumi di Hindia Belanda bernama
Soetan Casajangan di dalam sebuah artikel di Belanda berjudul ‘Een Inlandsch
pionier in Nederland’ yang ditulis/diterbitkan tanggal 23 Maret 1913. Nama
Soetan Casajangan juga ditulis dalam artikel (n.l.de Batakker M. Soetan
Casajangan Soripada)’ diterbitkan di Weekblad.voor Indie 10 (1913-14).
Bentuk-bentuk pengakuan lainnya yang mengapresiasi tentang Soetan Casajangan
antara lain:


Een Batakker over Indië. (Resumé eener lezing van R. Soetan Casajangan
over: “Een en ander ter bevordering van den vooruitgang van Nederl.
Indië”).10 May 1913. Hilgebs (Th. J. A.). Een ontwikkelde Inlander (nl. Soetan
Casajangan) over onderwijs en onderwijspolitiek. De School v. N. I. 3
(1912-13). Onze Koloniën: Een serie Monographieën bijeengebracht door R.A. van
Sandick. Eerste reeks/first series (All publ.). [Eerste druk; First edition]. Essays
Published by the Netherlands East-Indian San-Francisco Committee, Dept. of
Agriculture, Industry and Commerce, Makalah 2-33 by G.C.T. van Dorp, 1914.

Soetan Casajangan seorang guru. Hanya seorang guru,
yang mana guru tetaplah guru. Pada saat di Belanda baru terdapat sejumlah
pelajar/mahasiswa, termasuk Hoesein Djajadiningrat (lulusan HBS Batvia) yang
baru tiba tahun 1905, Soetan Casajangan menulis artikel yang dimuat pada edisi
bulan Oktober 1905 majalah dwimingguan Bintang Hindia yang diterbitkan di Amsterdam.
Arrikel itu berisi himbauan kepada pelajar di Hindia untuk datang studi di
Belanda, gambaran perguruan tinggi yang sesuai dan persyaratan masuk dan
persiapan yang diperlukan sebelum berangkat ke Belanda. Cara Soetan Casajangan
ini tentu dapat dianggap visioner (mengingat saat artikel itu ditulis belum
satu pun pribumi bergerlar sarjana). Terbukti, pelajar pribumi dari Hindia drastis
meningkat termasuk Raden Noto Soeroto (lulusan HBS Semarang) 1907 yang pada
akhir tahun 1908 jumlah pelajar/mahasiswa di Belanda sudah mencapai 20an orang
(yang mana pada bulan Oktober, Soetan Casajangan berinisiatif dan menjadi ketua
pertama Indische Vereeniging).


Jumlah pelajar yang datang ke Belanda dari tahun ke tahun semakin banyak.
Salah satu diantaranya pada tahun 1911 adalah Loekman Djajadiningrat. Setelah
menyelesaikan Pendidikan do Batavia, lulus ujian akhir pada tahun 1911 (lihat
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-06-1911), Loekman
Djajadiningrat kemudian berangkat studi ke Belanda (lihat Het nieuws van den
dag voor Nederlandsch-Indie, 09-08-1911). Loekman Djajadiningrat adalah adik
Hoesein Djajadiningrat. Seperti kita lihat nanti, Raden Loekman Djajadiningrat baru
diterima di Technische Hoogeschool di Delft pada tahun 1914 (lihat Delftsche
courant, 19-12-1914). Jumlah pelajar yang cukup banyak tiba di Belanda terjadi
pada tahun 1912, selain yang disebut di atas Dahlan Abdoellah dkk, juga ada
nama Sam Ratoelangi.

Pada tahun 1913, pada tahun kapan Soetan Casajangan
kembali ke tanah air, sudah ada sejumlah anggota Indische Vereeniging yang telah
meraih gelar sarjana, terutama di bidang kedokteran termasuk Dr Abdoel Rivai. Soetan
Casajangan sendiri mendapat akta guru MO pada tahhun 1910 dapat dianggap sebagai
sarjana pendidikan (setara lulusan IKIP masa kini). Hoesein Djajadiningrat meraih
gelar sarjana sastra tahun 1911 dan lalu diikuti gelar sarjana sastra Raden
Kartono (abang RA Kartini) tahun 1912. Pada tahun 1913, Hoesein Djajadiningrat telah
pula meraih gelar doctor (PhD) di bidang sastra dan filsafat di Leiden. Ini
mengindikasikan bahwa mahasiswa pribumi di Belanda sejatinya dapat bersaing
dengan orang Belanda di Belanda dan orang Belanda yang berasal dari Hindia.


Di Belanda juga sudah banyak pelajar Cina yang berasal dari Hindia. Ini
mengindikasikan ada tiga kelompok pelajar/mahasiswa asal Hindia di Belanda,
orang Belanda/Indo, orang Cina dan orang pribumi sendiri. Nama orang Arab atau
Timur Asing lainnya, sejauh ini tidak ditemukan. Di Belanda, pelajar/mahasiswa
Cina juga telah mendirikan organisasi yang diberi nama Chung Hwa Hui pada tahun
1911. Pada saat pendirian Chung Hwa Hui terdapat 15 pelajar/mahasiswa Cina asal
Hindia. Sementara itu untuk orang Belanda/Indo tidak didasarkan pada kelompok social/ras,
tetapi organisasi pelajar/mahasiswa Belanda/Indo asal Hindia beradasarkan minat
studi, seperti organisasi mahasiswa Indologi. Meski demikian, di Belanda juga
ada organisasi mahasiswa Belanda yang bersifat umum yang keanggotaannya
mahasiswa Belanda di Belanda dan mahasiswa Belanda asal luar Belanda seperti
dari Hindia, Suriname dan Curacao. Organisasi ini disebut Algemeneen
Nederlandsen Verbond berkedudukan di Dordrecht.

Keberadaan organisasi pelajar/mahasiswa pribumi asal
Hindia Indische Vereeniging sudah diketahui oleh mahasiswa Belanda. Demikian
juga dengan Chung Hwa Hui. Gerakan yang terjadi di kalangan mahasiswa menjadi
lebih mudah saling dipahami sesame mahasiswa. Tentu saja diantara mereka dengan
sendirinya mudan dan dimungkinkan saling bertukar pandangan, lebih-lebih di
antara anggota Indische Vereeniging dan Chung Hwa yang sama-sama asal Hindia.
Peimikiran mahasiswa Hindia asal Hindia di Belanda telah menjadi menarik
perhatian mahasiswa Belanda, dan terkesan sudah mulai ada kekhawatiran.


Bataviaasch nieuwsblad, 02-05-1913: ‘Pelajar/mahasiswa Hindia di Belanda. Pada pertemuan tahunan Alg. Nederlandsen Verbond (ANV), diadakan di Dordrecht, kata
ketuanya, Dr. HJ Kieviet de Jonge,
tentang orang Hindia yang belajar di Belanda.
Dia berkata:
Jumlah orang Hindia yang belajar di negara ini
adalah empat puluh. Para wakil Hindia di dewan pusat dan ketua umum telah
mengadakan pertemuan dengan beberapa diantara mereka
(Belanda) untuk membahas pertanyaan sejauh mana Indische Vereeniging dapat bekerja sama dengan ANV. Jawabannya adalah: Para mahasiswa Hindia Belanda
sedang mempersiapkan sebuah lingkungan kerja, masa depan mereka terletak di
negara mereka sendiri. Mereka membayangkan, juga demi tujuan hidup, bekerjasama
diantara mereka untuk kemajuan negaranya.
Sayang sekali, bagaimanapun, studi profesional di akademi
(perguruan tinggi di
Belanda)

memajukan seluruh pribadi
mereka, dan
hasilnya adalah pemuda
Hindia kemudian kembali ke negaranya tanpa
memperoleh pengetahuan yang hanya dapat bermanfaat bagi rakyatnya dalam
lingkaran luas. Penduduk asli membutuhkan peningkatan kondisi ekonomi melalui
penerapan alat dan proses yang efektif. Untuk mencapai hal ini diantara orang
Jawa sederhana bukanlah tugas yang ringan dan pemerintah harus bekerjasama.
dapat membantu mengimpor ke tanah air mereka sendiri. Panggilan yang bagus bagi
banyak departemen untuk berkontribusi dalam hal ini!”

Mahasiswa Belanda di Belanda tampaknya di satu sisi
terkesan meremehkan pelajar/mahasiswa pribumi asal Hindia, di sisi lain
terkesan ada kekhawatira. Kerjasama antara Belanda dan pribumi sangat diharapkan
mereka untuk membangun Hindia (Belanda) dan jika sebaliknya kekhawatiran terhadap
kebangkitan nasionalis pribumi melalui pemimpinnya yang terpelajar (yang saat
ini sudah mulai ada yang mencapau sarjana). Dalam hal ini Pendidikan tinggi dan
terbentuknya Indische Vereeniging di Belanda telah menjadi satu wujud
bargaining baru bagi pribuni terpelajar di mata para pelajar/mahasiswa Belanda
terutama yang berasal dari Hindia. Bagaimana dengan pelajr/mahasiswa Cina asal
Hindia di Chung Hwa Hui?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Soetan Casajangan hingga Sam Ratulangi: Kebangkitan
Bangsa Indonesia

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999).
Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan
pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top