*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini
Ada
sejumlah sekolah kejuruan yang dibuka di era Pemerintah Hindia Belanda. Yang
pertama sekolah kedokteran di Batavia tahun 1851 dan kemudian sekolah guru do
Soerakarta tahun 1852. Sekolah kedokteran hanya satu yang disebut Docter Djawa
School yang tahun 1902 berubah menjadi STOVIA. Sementara sekolah guru
berikutnya didirikan di Fort de Kock tahun 1856 dan Tanobato 1862. Sekolah guru
di Tondano menjadi Hoofdenschool yang lalu muncul sekolah pamong OSVIA di
Bandoeng. Pada tahun 1904 sekolah pertanian di Buitenzorg yang kemudian diikuti
sekolah kedokteran hewan tahun 1907. Lalu gilirannya sekolah hukum (rechtschool).
Sejarah
Rechtsschool, Sekolah Hukum Pertama di Indonesia Didirikan 1909. Devi Setya –
detikEdu. Selasa, 11 Okt 2022. Jakarta – Sejarah pendidikan hukum di Indonesia
sudah dimulai bahkan sebelum Indonesia merdeka. Adalah Rechtsschool, sekolah
hukum pertama yang dibangun Belanda 26 Juli 1909 dengan nama Opleidingsschool
voor de Inlandsche Rechtskundigen, namanya berubah menjadi Rechtsschool. Sekolah
tinggi ini beroperasi selama 18 tahun mulai 1909-1928. Dalam perjalanannya,
Rechtsschool meluluskan 189 orang Indonesia yang ahli di bidang hukum. Pada
1928 Rechtsschool ditutup dengan cara tidak menerima siswa baru lagi. Soetandyo
yang juga merupakan Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) menyebutkan pasca
ditutupnya Rechtsschool kemudian menjadi awal berdirinya Rechtshogeschool atau
Sekolah Tinggi Hukum pada 28 Oktober 1924 di Batavia. Ujian akhir pertama kali
digelar pada tahun 1912. Dari jumlah 189 yang lulus Rechtsschool, 43 orang di
antaranya meneruskan studi ke Leiden dan lulus dengan gelar Meester (Mr), dan 5
orang berhasil menulis disertasi dan meraih gelar doktor. Ada juga yang
meneruskan studi ke Rechtshogeschool (https://detik.com/)
Lantas bagaimana sejarah lulusan Rechtschool studi
ke Belanda meraih gelar doktor hukum? Seperti disebut di atas, banyak lulusan
rechtschool di Batavia yang pada akhirnya melanjutkan studi ke Belanda. Mereka
antara lain adalah Koesoema Atmadja dan Radja Enda Boemi. Lalu bagaimana
sejarah lulusan Rechtschool studi ke Belanda meraih gelar doktor hukum? Seperti
kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Lulusan Rechtschool Studi ke Belanda Meraih Gelar
Doktor Hukum; Koesoema Atmadja hingga Radja Enda Boemi
Pada tahun 1906 akan
diimplementasikan sejumlah kebijakan pemerintah diantaranya penyelenggarakan
sekolah perwira bagi pribumi di akademi militer di Meester Cornelis (letnan dua
yang telah ada dapat dinaikkan menjadi kapten), pembukaan sekolah kedokteran
hewan dan pembukaan sekolah hukum (lihat De Preanger-bode, 04-09-1906). Namun
yang akan disegerakan direalisasikan tahun 1907 adalah sekolah perwira (di
Meester Cornelis) dan sekolah kedokteran hewan (di Buitenzorg).
Rencana pendirian sekolah hukum sudah dalam bentuk draft yang kini tengah
dibahas oleh Tweede Kamer (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 17-04-1907). Dalam pembentukan sekolah hukum ini telah
dibentuk suatu komite berdasarkan Dekrit 8 Januari 1906 dimana Gubernur
Jenderal telah mengangkat Dr. C Snouck Hurgrocje sebagai ketua. Dalam hal ini
ada juga keberatan dari pihak tertentu diantara orang Belanda. Disebutkan akan
mengurangi minat anak muda Belanda datang ke Hindia. Pihak tertentu tersebut
juga mempertanyakan apakah pribumi yang menjadi bagian pengadilan akan
bertindak adil kepada rekan sebangsanya. Isu serupa ini tidak terdapat pada
realisasi sekolah perwira dan sekolah kedokteran hewan. Para pendukung sekolah
hukum bagi pribumi ini termasuk Prof Snouck Hurgronje di Hindia dan Mr Cohen
Stuart di Belanda. Dalam hal ini Gubernur Jenderal juga termasuk yang keberatan
(terutama yang dihubungkan dengan bahasa). Namun yang membuat aturan
perundangan adalah Tweede Kamer dan GG hanya menjalankan. Menteri Koloni pada
dasarnya mendudukkan pembukaan sekolah hukum
asal saja dilakukan perbaikan.
Pada paruh kedua tahun 1907
pembahasan pembentukan sekolah hukum sudah memasuki tahapan pembahasan anggaran dan berbagai aspek yang
lebih rinci (lihat Het nieuws van den
dag voor Nederlandsch-Indie, 16-11-1907).
Pembahasan anggaran termasuk soal pengadaan guru, perumahan, perkiraan pengeluaran untuk
setiap siswa sekitar f1.000 per tahun dalam lima tahun dan kemungkinan
pengiriman studi lebih lanjut ke Belanda. Soal aspek lain juga termasuk
kriteria yang menjadi calon siswa.
Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum) biasa disingkat
menjadi RH te Batavia, RH te Weltevreden, atau RHS yang dibuka sejak 28 Oktober
1924 di Batavia (sekarang Jakarta), adalah perguruan tinggi hukum pertama dan
lembaga pendidikan tinggi kedua di Hindia Belanda setelah empat tahun
sebelumnya THS Bandung dibuka. Pada tahun 1950, RHS resmi berganti nama menjadi
Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Pendidikan hukum secara formal mulai
dikenal masyarakat Indonesia pada tahun 1909 dengan dibukanya Rechtsschool
(Sekolah Hukum) oleh Gubernur Jenderal JB van Heutsz dan dioperasikan dengan
memberlakukan Reglement voor de Opleiding voor Inlandsche Rechtskundigen
(Reglemen untuk Sekolah Pendidikan Ahli Hukum Pribumi), diundangkan dalam
Stb.No. 93/1909. Rechtsschool bukanlah perguruan tinggi, melainkan setingkat
Sekolah Menengah Kejuruan, lebih tepatnya penggabungan SMP 3 tahun + SMK 3
tahun. Atas dasar Ethische Politiek dan perkembangan ekonomi Belanda yang
memaksa pemerintah Belanda membuka wilayah jajahannya untuk penanaman modal
swasta, pembentukan Rechtsschool itu dimaksudkan untuk mendidik orang-orang
Indonesia agar dapat menjadi hakim Landraad yang merupakan pengadilan
sehari-hari (tingkat pertama) bagi golongan pribumi dan yang disamakan. Masa
studi Rechtsschool adalah 6 tahun yang terbagi dalam 2 bagian, yakni bagian
“Persiapan” (voorbereidende afdeeling) selama 3 tahun, dan bagian
“Keahlian Hukum” (rechtskundige afdeeling) untuk masa 3 tahun
berikutnya. Yang dapat diterima menjadi murid Rechtschool adalah lulusan HIS
(Sekolah Dasar pada masa kolonial) yang harus masuk bagian “Persiapan”
terlebih dahulu. (Wikipedia)
Tunggu deskripsi lengkapnya
Koesoema Atmadja hingga Radja Enda Boemi: Mahasiswa
Pribumi Asal Hindia Studi Hukum di Belanda
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.