Sejarah

Sejarah Tata Kota Indonesia (30): Tata Kota di Palangkaraya, Pangkalanbun dan Sampit; Daerah Aliran Sungai Kahayan Kalimantan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini

Seberapa
tua kota Palangka Raya? Tentu saja masih terbilang kota baru. Meski demikian,
Palangka Raya dijadikan sebagai ibu kota provinsi Kalimanten Tengan, di jantung
pulau Borneo. Nama-nama kota tua antara lain Pangkalanbun dan Sampit. Dalam
perkembangan wilayah porovinsi Kalimantan Tengah ketiga kota tersebut
dihubungkan dengan pembangunan jalan darat. Kota Pangkalanbun dapat dikatakan adalah
suksesi kota kuno Kotawaringin.


Perkembangan fisik kota baru Palangka Raya. Suryanto.
2008. Tesis. MPKD. Abstrak. Kota Palangka Raya kota baru dibangun awal
kemerdekaan Republik Indonesia. Cikal bakal Kota Palangka Raya sebuah kampung
pada tepian sungai Kahayan. Kota Palangka Raya dibangun maksud Ibukota Negara
Republik Indonesia, namun dalam perkembangannya tidak terjadi dan ditetapkan
sebagai Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah. Tujuan penelitian adalah untuk
mendeskripsikan perkembangan fisik Kota Palangka Raya sejak pendiriannya tahun
1957. Berdasarkan perkembangannya dari tahun 1957 sampai 2007, arah perembetan
Kota Palangka Raya terjadi secara konsentris, linear dan meloncat, sehingga
pola kota terbentuk memencar (dispersed), terpecah (fragmented) dan konsentris
memanjang (concentric-lineair). Dengan demikian Kota Palangka Raya mengalami
perkembangan selama kurun waktu 1957 sampai 2007. Perkembangan Kota Palangka
Raya dipengaruhi oleh faktor-faktor: (1) keberadaan peraturan tata ruang, (2)
kebijakan infrastruktur, (3) pembangunan fasilitas-fasilitas kota, (4) harga
tanah dan (5) ketersediaan pelayanan angkutan kota. Dari faktor-faktor tersebut
dapat dimaknai bahwa faktor politis dimana peranan kekuasaan dari pemerintah,
berperan besar dalam arah dan pola perkembangan Kota Palangka Raya.
(https://etd.repository.ugm.ac.id/)

Lantas bagaimana sejarah tata kota di
Palangkaraya, Pangkalanbun dan Sampit? Seperti disebut di atas, kota Palangka
Raya adalah kota baru, kota yang menjadi ibu kota provinsi Kalimantan Tengah.
Kota yang lebih tua adalah kota Sampit dan Pangkalanbun (suksesi kota kuno
Kotawaringin). Kota Palangka Raya di daerah aliran sungai Kahayan di Kalimantan.
Lalu bagaimana sejarah tata kota di Palangkaraya, Pangkalanbun dan Sampit? Seperti
kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Tata Kota di Palangkaraya, Pangkalanbun dan Sampit;
Daerah Aliran Sungai Kahayan di Kalimantan

Seperti disebut di atas, kota Palangka Raya adalah
kota baru, sementara kota yang sudah eksis sejak masa lampau adalah kota Waringin
dan kota Sampit.
Kotawaringin
juga disebut dalam Hikayat Raja-Raja Pasai yang mana wilayah luar yang berada
di bawah kerajaan Modjopahit, diantaranya Kottaringin [Kotawaringin] dan juga
Bandjermasin (lihat Tijdschrift voor Neerland’s Indie, 1861). Nama Kottaringin
pada masa itu sepertinya sudah mencakup seluruh pantai selatan, termasuk
Pemboewang, Sampit, Mendawei dan Kahayan.


Kotawaringin
dalam hal ini nama yang sudah kuno (sudah eksis di era Hindu) dan mencakup
wilayah yang cukup luas. Nama Kota Waringin dan nama kota Sampit sudah disebuat
dalam teks Negarakertagama (1365). Wilayah (kerajaan) Kottaringin dan wilayah
(kerajaan) Bandjermasin masing-masing mengacu pada pusat pemukiman yang utama.
Waringin adalah pohon beringin. Kotawaringin adalah kota dimana terdapat
beringin. Kerajaan Banjarmasin yang awalnya menempati seluruh bagian selatan
dan timur pulau didirikan Mangkoeboemi. Wilayah tempatan itu mereka sebut
Nagara Dipa yang mana bisa ditemukan di Amontay, di sungai Nagara terdapat beberapa
sisa dari tempat bernama Tjandi yang diyakini sebagai tempat tinggal para
pangeran pertama (lihat Journal de La Haye, 19-12-1846). Peta teks Negarakertagama 1365

Sejak kehadiran pelaur-pelaut Portugis, pulau
Kalimantan dikunjungi oleh orang Eropa/Portugis. Orang Portugis pertama yang
mengunjungi pulau ini adalah George Menesez pada tahun 1521. Lalu kemudian orang
Portugis menamai pulau dengan Borneo yang mengacu pada nama kampong di teluk
pantai utara Boernai (kini Brunei).


Orang
Belanda sendiri mengunjungi pulai ini pada tahun 1600 oleh Oliver van Noort
(lihat Almanak. 1819), Namun tidak disebutkan dimana. Besar dugaan orang-orang
Belanda sejak itu kerap berkunjung ke Borneo hingga disebutkan pada tahun 1619
empat pelaut Belanda terbunuh saat melakukan pengiriman hasil produk ke Jawa
(Batavia
?).

Menurut catatan orang-orang Eropa (Portugis)
pulau ini menurut tradisi lisan penduduk, wilayah pulau terbagi tiga wilayah
besar yakni Banjermassin, Succadana dan Boernaï, Nama Boernai, karena tempat
yang dikunjungi Portogis mengidentifikasi nama pulau sebagai Boernai dalam lafal
Portugis sebagai Borneo. Nama Kalimantan adalah nama yang diberikan oleh
penduduk asli. Dalam hal ini nama Kotawaringin diduga suatu kerajaan yang
berada diantara dua kerajaan Bandjarmasin di timur dan kerajaan Tanjungpura (Succadana)
di barat.


Nama
kota Ringin atau Waringin diduga merujuk pada nama pohon besar yang ditemukan di
berbagai tempat pada waktu semasa seperti Tjaringin atau Tjiringin di pantai
utara Jawa bagian barat, Baringin di pantai timur Sumatra (wilayah Tapanoeli).
Pohon besar yang umum ada pada tradisi era Hindoe Boedha adalah beringin,
baringin atau waringin.

Hingga berakhirnya era VOC, wilayah Borneo
sering dikunjungi oleh para pelaut-pelaut Inggris. Para pedagang-pedagang
Belana/VOC hanya intens di Jawa, Palembang dan pantai barat Sumatra dan Sulawesi.
Wilayah pulau Borneo dalam situasi yang berada di bawah bayang-bayang pelaut
Inggris dan pedagang Belanda.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Daerah Aliran Sungai Kahayan di Kalimantan: Palangka
Raya Masa ke Masa

Pada awal Pemerintah Hindia Belanda, nama Kotawaringin dijadikan nama
wilayah dan nama Pangkalan Bun menjadi ibu kota.
Berdasarkan Almanak 1833 di residentie Zuid en
Ooskust van Borneo di
i Groote en Kleine Daijak diangkat sejumlah pemimpin local,
antara lain di Groote Daijakm di Kleine Daijak (di pulau Pettak), Kiaij
Ingebeij Jaija Kasoema, inlandsche hoofd di Sampit, Kiaij Ingebeij Jaija Nagara,
inlandsche hoofd te Pambowang dan Pangerang Ratoe Anom Iman Oedien, radja van
Kottaringin. Catatan: wilayah pertama yang dibentuk sebagai residentie adalah
pantai barat (Westkust van Borneo di Pontianak) dan kemudian disusul pembentukan
residentie Zuid en Oostkust di Banjarmasin).


Pada tahun dimana Inggris dan Belanda mulai merumuskan batas-batas
yurisdiksi masing-masing pada tahun 1824 (yang kemudiabn berakhir dengan Traktat
London), seorang pejabat Pemerintah Hindia Belanda dikirim ke Borneo untuk
mengindentifikasi situasi dan kondisi wilayah dengan kapal perang. Pejabat
tersebut tiba di Kotta Ringin pada tanggal 8 November, lalu satu kapal
penjelajah dikirim ke arah pedalaman (dan kembali ke Kota Ringin 28 November). Dalam
laporan terungkap bahwa Kota Ringin pernah berada di bawah Banjarmasin tetapi
kemudian memisahkan diri.

(lihat Tijdschrift voor Neerland’s Indie, 1838). Perbatasan antara Kotaringin dan Banjarmaisn di sungai Komaj. Kota Ringin
(singkatan Kota Waringin) disebut kota lama (populasi 300 jiwa) telah
ditinggalkan dan bergeser ke kota baru di sungai Aroe yang disebut Soeka Boemi (lima
jam dari muara sungai Lamandow) dengan populasi sebanyak 1000 jiwa (banyak dari
Pambowang—kota antara Kota Ringin dan kota Sampit). Sungai Aroe ini bermuara di
sungai Lamandow dimana di muara sungai Lamandow berada Kotaringin (lama). Di
muara sungai ini ada dua pulau kecil: Samoedra dan Setruwan. Sebagian besar
perdagangan dari dan ke Jawa, melalui kapal dari pantai barat Kalimantan. Di
masa lalu Kota Ringin berselisih (perang) dengan Sintang yang dibantu Lewai.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top