*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini
Sebelum
perguruan tinggi Teknik (THS) di Bandung dibuka tahun 1920, sudah ada sejumlah pribumi
yang meraih gelar insinyur di perguruan tinggi teknik di Belanda. Dalam
pembukaan THS, mahasiswa yang diterima adalah siswa-siswa pribumi. Cina dan
Eropa/Belanda lulusan HBS/AMS. Salah satu lulusan pertama THS dari golongan
pribumi adalah Ir Soekarno. Para lulusan pribumi ada yang berjuang lewat
pembangunan fisik termasuk dalam bagian penataan kota juga ada yang berjuang
melalui jalur politik (dalam hubungannya dengan tata politik bernegara). Ir
Soekarno dan Ir Anwari dua diantara lulusan THS yang memilih jalur politik sejak
awal karir.
Ir. Soekarno
(6 Juni 1901 – 21 Juni 1970) adalah Presiden pertama Republik Indonesia yang
menjabat pada kurun waktu 1945–1967. Ia adalah seorang tokoh perjuangan yang
berperan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari kolonialisme Belanda.
Bersama Mohammad Hatta, ia memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945. Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921, bersama Djoko Asmo rekan
satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te
Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada
tahun 1921, setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922
mendaftar kembali dan tamat pada tahun 1926. Soekarno dinyatakan lulus ujian
insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal
3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya. Prof. Jacob
Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan “Terutama penting
peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang
Jawa”. Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo, selain itu ada
seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Soekarno dan para insinyur
Indonesia juga berjuang? Seperti disebut di atas di Indonesia pada tahun 1920
dibuka perguruan tinggi teknik semasa Pemerintah Hindia Belanda. Ada yang
berjuang untuk penataan kota dan juga da yang berjuang melalui jalur tata politik
bernegara untuk mencapai kemerdekaan seperti Ir Soekarno. Lalu bagaimana sejarah
Soekarno dan para insinyur Indonesia juga berjuang? Seperti kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Soekarno dan Para Insinyur Indonesia Berjuang; Manajemen Kota dan Tata Politik Bernegara (Merdeka)
Seperti disebut pada artikel sebelumnya, Technische Hoogeschool te
Bandoeng baru meluluskan pertama kali tahun 1925 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 06-05-1925). Mereka yang lulus berhak
mendapat gelar insinyus, Daftar lulusan pada gelombang pertama ini adalah Arnold Bik,
Binkhorst, Bokslag, Hardenberg, Hoetjer, Joon, Kist dan Nobbe. Sementara
Soekarno M. Anwari, RM Koesoemaningrat, JAH Ondang dan M. Soetoto memasuki tahun terakhir.
De Indische courant, 07-05-1926: ‘mahasiswa
yang lulus dan meraih gelar insinyur diantaranya Soekarno, M. Anwari, JAH
Ondang dan M. Soetedjo. Diantara mereka yang lulus tahun ini yang pertama
adalah Ir. Soekarno. Dengan demikian alumni pribumi pertama Technische
Hoogeschool te Bandoeng dari golongan pribumi adalah Ir. Soekarno. Pada bulan-bulan ini juga
dilaporkan mahasiswa yang lulus di sekolah tinggi lainnya. Di STOVIA
diantaranya Diapari Siregar (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 14-05-1926). Di Buitenzorg,Veeartsenschool yang berhasil
menerima gelar Dokter Hewan diantaranya Anwar Nasoetion (lihat Het nieuws van
den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-05-1926). Anwar Nasution kelak dikenal sebagai
ayah dari Prof. Andi Hakim Nasution (Rektor IPB 1978-1987). Di Utrecht seorang
wanita muda bernama Ida Loemongga berhasil meraih gelar dokter (1926), yang
kemudian langsung mengambil spesialis dan berhak memperoleh dokter spesialis
jantung tahun 1929 (lihat De Tijd :godsdienstig-staatkundigdagblad, 21-03-1929).
Ida Loemongga (Nasution) kelak dikenal sebagai perempu0an Indonesia pertama peraih gelar doktor (PhD).
Bagaimana Ir Soekarno selanjutnya? Yang jelas Ir
Soetedjo diangkat pemerintah dan ditempatkan di pemerintah daerah di
Pekalongan. Bagaimana dengan Anwari? Ir
Anwari dan Ir Soekarno lebih memilih bekerja sebagai swasta yang keduanya
mendirikan firma arsitek di Bandoeng. Mengapa memilih bekerja mandiri, tidak
berafiliasi dengan pekerjaan di pemerintah (Pemerintah Hindia Belanda)?
Bagaimana dengan para pribumi insinyur lulusan luar negeri (baca: lulusan
TH Delft)? KJ Leatemia dari Saparoea, dan R Sarengat dari Karanganjar lulus insinur
sipil di Delft tahun 1920 (lihat De standard, 09-07-1920). Bagaimana dengan R
Sperjowinoto dan RM Notodiningrat? Pada tahun 1914 Leatemia lulus ujian
propadeutisch pada bidang wee- en waterbouwkunde di Technische Hoogeschool te
Delft (lihat Delftsche courant, 29-09-1914). Yang sama-sama lulus dengan
Leatemia, antara lain adalah Raden Mas Notodhiningrat, Raden Sarengat dan Raden
Soerjowinoto. R Soerjowinoto yang aktif dalam bidang seni di Belanda diketahui
kembali ke tanah air pada tahun 1924. R. Soerjowinoto, architect
te Semarang (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 31-03-1925).
Pada tahun ini juga menjadi angora gemeenteraad di Semarang. Sebagaimana diketahui Ir HT Kartsen bekerja di Semarang, tentu saja kedudukan Soerjowinoto dapat head to head dengan Karsten (orang pribumi tidak bodoh-bodoh amat). R Notodiningrat
lulus di Delft tahun 1918 (lihat De Indier, 13-07-1918). Tahun 1920 diketahui
sebagai insinyur di Poerworedjo.
Pada tahun 1922 ini di Universiteit te Delf lulus ujian dan meraih
sarjana di bidang teknik kimia yakni Ir Soerachman. RM Sarsito lulus ujian akhir di Delft dan mendapat
gelar insinyur sipil (lihat De standard, 27-03-1925). Hingga tahun 1926 sudah
sangat banyak sarjana pribumi yang lulus di Belanda. Pada tahun ini yang telah
mencapai gelar doctor (PhD) antara lain Husein Djajadiningrat di bidang sastra tahun
1913; Sarwono (medis, 1919); Gondokoesoemo (hukum 1922); RM Koesoema Atmadja
(hukum 1922); Sardjito (medis, 1923); Mohamad Sjaaf (medis, 1923); R Soegondo
(hukum 1923); JA Latumeten (medis, 1924); Alinoedin Siregar gelar Radja Enda
Boemi (hukum, 1925); R Soesilo (medis, 1925); HJD Apituley (medis, 1925); Soebroto
(hukum, 1925); Samsi Sastrawidagda (ekonomi, 1925); Poerbatjaraka (sastra,
1926). Sekali lagi, mahasiswa pribumi di antara mahasiswa Eropa/Belanda
tidaklah bodoh-bodoh amat.
Pada tahun 1927 Ir Soekarno dkk di Bandoeng
membentuk klub studi yang diber nama Algemene Stidieclub. Organ (media) dari
klub studi di Bandoeng diberi nama Indonesia Moeda. Tim editor majalah
Indonesia Moeda adalah Putuhena (kandidat insinyur) sebagai presiden sementara,
Ir Soekarno, Ir Anwari, Sjamsoeddin dan K Karnadidjaja. Dalam edisi pertama
Indonesia Moeda terdapat artikel dari Dr Tjipto Mangoenkosoemo (lihat Algemeen
handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 01-02-1927).
Pada tahun 1926 Putuhena naik ke kelas empat atau lulus ujian kandidat
(lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 06-05-1926). Yang lulus
bersama Putuhena antara lain GM Noor, H Laoh, M Marsito dan R Soemani. Meski
beluum lulus, Putuhena menjadi ketua pertama Algemene Stidieclub (yang mana
sebagai sekretaris adalah Ir Soekarno).
Dalam pertemuan Algemene
Studieclub.tanggal 20 Februari dilakukan sesuai AD/ART untuk pemilihan pengurus
baru. Pemilihan pengurus berjalan lancar. Dalam pertemuan itu diputuskan yang
menjadi ketua baru adalah Ir Anwari Parinduri (untuk menggantikan Putuhena).
Sementara Ir Soekarno masih tetap pada posisinya sebagai sekretaris (lihat De
Indische courant, 23-02-1927). Dalam hal ini yang menjadi ketua pertama
Algemene Studieclub adalah Putuhena dan yang kedua dijabat oleh Ir Anwari.
Sekalipun Putuhena sibuk dengan organisasi dan peningkatan eskalasi
politik di Bandoeng, akhirnya Putuhena berhasil studi dan mendapat gelar
insinyur teknik di Technische Hoogeschool (THS) Bandoeng (lihat De locomotief,
05-05-1927). Yang lulus ujian akhir bersama Putuhena antara lain Hoedioro,
Koesoemaningrat, Marsito, GM Noor dan Soetoto. Dalam hal ini Putuhena yang
masuk tahun 1923 lulus tepat waktu (empat tahun). Ir Putuhena bekerja sebagai
honorer di Dinas Pekerjaan Umum (Weltevreden) yang ditempatkan di wilayah
Bandoeng. Ir Putuhena menikah di Bandoeng dengan MH vd Berg (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 04-09-1928).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Manajemen Kota dan Tata Politik Bernegara (Merdeka):
Membangun Kota hingga Membangun Negara
Dalam sudut pandang perjuangan (kemerdekaan
Indonesia) urusan manajemen kota, tentu saja yang tidak hanya para insinyur
pribumi, juga harus diingat ada para insinyur Cina/Tionghoa (yang nyaris terabaikan
dalam narasi sejarah Indonesia). Seperti halnya insinyur pribumi yang cukup
banyak, insinyur orang Cina juga banyak. Jika dijumlah jumlah para insinyur
pribumi dan insinyur Cina sejatinya jumlah insinyur Eropa/Belanda di wilayah
Indonesia (baca: Hindia Belanda) dapat dikatan berimbang. Para sarjana Cina
lulusan Belanda juga banyak yang mencapai gelar doctor (PhD). Dalam konteks
inilah pada akhirnya akan mengerujut bagaimana eskalasi politik yang terus
bergerak untuk mencapai kemerdekatan Indonesia (dari koloni Belanda).
Sebagaimana di artikel sebelumnya, di Belanda para siswa/mahasiswa
pribumi membentuk organisasi yang diberi nama Indische Vereeniging (Perhimpoenan
Hindia) pada tahun 1908 yang digagas oleh Radjioen Harahap gelar Soetan
Casajangan yang juga diangkat secara aklamasi sebagai presidennya. Pada saat pembentukan
Indische Vereeniging itu jumlah pelajar/mahasiswa pribumi sebanyak 20an orang. Lalu
pada tahun 1910 para pelajar/mahasiswa Cina asal Hindia membentuk organisasi
yang saat pembentuknyannya berjumlah 11 orang dengan nama Chung Hwa Hui. Dua organisasi
ini saling memperkuat karena sesama perantauan dari Hindia di Belanda. Para pengurus
kedua organisasi saling bertukar pikiran (saling mengunjungi). Boleh jadi
karena mereka orang-orang terpelajar, perbedaan ras tidak terlalu dipersoalkan
(paling tidak sesame Asia), karena toh sama-sama kelahiran Hindia (dan akan
kembali ke Hindia). Yang jelas mereka berada di negeri orang di Belanda (yang
mana orang masih membedakan ras Eropa dengan ras Asia). Perlu diingat, para pelajar/mahasiswa
Cina di Belanda tentu saja berbahasa Cina dan juga fasih berbahasa Melayu
(baca: Indonesia), sebagaimana para pelajar/mahasiswa yang berbahasa daerah
masing-masing tetapi juga fasih berbahasa Indonesia/Melayu. Catatan: ketua
Chung Hwa Hui pertama Yap Hong Tjoen kelahiran Jogjakarta yang juga bisa berbahasa
Jawa dan ketua pada periode kedua Thung Tjeng Hiang kelahiran Buitenzorg (Bogor) juga fasil berbasa
Soenda.
Salah satu mahasiswa Cina yang studi di Delft adalah
Han
Tiauw Tjong. Pada tahun 1917 Han Tiauw Tjing lulus ujian
propaeduetisch werktuigkindig ingenieur di Delft (lihat De Maasbode,
05-07-1917). Pada tahun 1918 diselenggarakan
Kongres Federasi Mahasiswa Indonesia (Congres Indonesisch Verbond) di
Wageningen (lihat De avondpost, 31-08-1918).
Kongres ini turut dihadiri Han Tiauw Tjong.
Mahasiswa Cina pertama di Delft adalah Tan Tjoen Liang. Namun jarak waktunya
sangat jauh dengan era Han Tiauw Tjong dkk. Tan Tjoen Liang diberitakan lulus ujian akhir
tahun 1883 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
19-07-1883). Tan Tjoen Liang sendiri menyelesaikan
sekolah HBS di G K W III Batavia dalam enam tahun. Tan Tjoen Liang adalah anak
kapten Cina di Buitenzorg (lihat De nieuwe vorstenlanden, 03-08-1883).
Han Tiauw Tjong di Belanda
menjadi ketua Chung Hwa Hui. Dalam Kongres 1918 yang merupakan kongres gabungan mahasiswa
Indo/Belanda, Cina dan pribumi dari berbagai asosiasi. Dalam hal ini asosiasi
mahasiswa pribumi Indische Vereeniging (Perhimpoenan Hindia) dan asosiasi
mahasiswa Cina Churg-Hwa Hui turut serta.
Dalam kongres ini sejumlah mahasiswa berbicara diantaranya Thung Tjeng
Hiang, Soerjo Poetro, Goenawan Mangoenkoesoemo, Sorip Tagor Harahap, Samsi
Sastrawidagda, Oei Lauw Pik, Zainoeddin Rasad, Han Tiouw Tjong, Sin Ki Aij dan
Dahlan Abdoellah serta Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia. Jumlah
peserta kongres lebih dari 100 mahasiwa. Ketua Kongres adalah JA Jonkman (sebelumnya Kongres Hindia tahun 1917
diketuai oleh HJ van Mook; pada tahun 1918 nama kongres disebut Kongres Indonesia).
Federasi mahasiswa asal Hindia/Indonesia sendiri memiliki
lebih dari 700 anggota yang terdiri dari Hollander, Indonesier dan Chineesen ke
dalam sejumlah organisasi. Dalam Kongres ini yang dibicarakan adalah keinginan
masyarakat Indonesia (Hindia Belanda) untuk bebas menentukan nasib sendiri yang
tidak terikat dengan Kerajaan Belanda. Namun demikian disebutkan bantuan
kerajaan Belanda dapat diterima yang sesuai dengan Liga Bangsa-Bangsa.
Sorip Tagor di dalam forum disebutkan menyatakan: ‘Sorip Tagor percaya
bahwa sejarah menunjukkan bahwa Belanda di Hindia tidak selalu damai. Indonesia
seharusnya tidak mencari kerja sama dengan Belanda, tetapi mengharapkan
kepemimpinan dari Indonesia sendiri’. Mungkin pernyataan Sorip Tagor tahun 1918 yang viral di surat kabar ini
juga dibaca oleh Soekarno yang masih duduk di kelas dua di sekolah menengah HBS
di Soerabaja dan Mohamad Hatta masih kelas empat HBS sekolah PHS Batavia. Sorip
Tagor lahir di Padang Sidempoean, satu kampung dengan Radjioen Harahap gelar
Soetan Casajangan pendiri Inddische Vereeniging di Belanda tahun 1908.
Sementara Han Tiouw Tjong menginginkan Peraturan Pemerintah diubah sedemikian
rupa sehingga penduduk Hindia akan terbagi menjadi warga negara Belanda, orang
asing yang berasimilasi dan orang Indonesia. Peraturan pemerintah saat itu
mendefinisikan Orang Timur Asing (seperti Cina dan Arab) yang dalam hal ini
dianggap sebagai orang asing (sebagai tamu), sedangkan Han Tiouw Tjong ingin
definisinya Orang Timur Asing sebagai orang yang menetap (karena sudah turun
temurun). Hal itulah mengapa semua orang Timur Asing di Hindia dibedakan status
kewarganegaraanya.
Pada tahun 1921 Han Tiauw Tjong
diketahui telah lulus ujian di Delft dan mendapat gelar insinyur. Hal ini
diketahui pada bulan April 1921 Han Tiauw Tjong mengirim telegram ke Batavia
saat mana diadakan pesta peringakatan kelahiran Chung Hwa Hui yang keempat
belas pada tanggal 14 April (lihat De nieuwe courant, 19-04-1921). Disebutkan
dalam acara peringatan Chung Hwa Hui dibacakan beberapa telegram antara lain
telegram dari ketua Chineezen-Vereeniging Chung Hwa Hui di Belada, Ir. Han
Tiauw Tjong.
Han Tiauw Tjong setelah mendapat gelar sarjana kemudian melanjutkan studi
ke tingkat doktoral, Pada tahun 1922 Han Tiauw Tjong berhasil meraih gelar
doktor di Universiteit te Delft (lihat De Maasbode, 14-09-1922). Disebutkan di
Universiteit te Delft promosi menjadi doktor di bidang teknik Han Tiauw Tjong
pada tanggal 13 di Technische Hoogeschool dengan met lof (pujian atau
cumlaude). Sejauh yang diketahui, Han Tiauw Tjong dapat
dikatakan orang pertama orang Cina asal Hindia yang meraih gelar doktor.
Sebelumnya disebutkan Han Tiouw Tjong berhasil mempertahankan desertasi dengan
judul De industrialisatie van China (lihat Het Vaderland: staat- en
letterkundig ieuwsblad, 13-09-1922). Disebutkan Han Tiouw Tjong, insinyur mesin
lahir di Probolinggo. Han Tiouw Tjong, kembali ke tanah air dengan kapal
ss Prinses Jualiana dari Amsterdam pada tanggal 16 September dengan tujuan
akhir Batavia (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 15-09-1922). Dr Han Tiouw Tjong berangkat
dengan kapal ss Koningin der Nederlanden ke Sabang (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 27-04-1923). Dalam manifesr kapal tercatat nama Han Tiouw Tjong
dengan istri beserta dua anak. Apakah ini mengindikasikan pekerjaan Han Tiouw
Tjong pertama di Sabang (atau orang tuanya di Sabang?). Lalu Phoa Liong Tjauw
diketahui lulus ujian propaedeutisch di Technische Hoogeschool di Delft pada
jurusan elektro (lihat Delftsche courant, 30-06-1923). Disebutkan Phoa Liong
Tjauw lahir di Garoet. Yang sama-sama lulus di jurusan elektro antara lain Lie
Tjwan Tjay (lahir di Djombang). Sementara di jurusan teknik sipil terdapat
antara lain Tan Tek Tsjoan (lahir di Buitenzorg). Sedangkan di jurusan teknik
kimia antara lain BL Ongkiehong (Ong Jie Hong. Lahir di Amboina). Mahasiswa
Cina lainnya di Delft adalah Liem Ing Hwie, lulus tahun 1924. Pada bulan Juni 1925 Liem beralamat
di Koniggratz, bagian Slowakia dengan namanya bergelar insinyur (lihat
Delftsche courant, 13-06-1925). Dalam surat kabar Het Vaderland : staat- en
letterkundig nieuwsblad, 15-06-1925 disebutkan Ir Liem Ing Hwie diangkat untuk
insinyur mesin di Skoda Werke di Koniggratz. Liem Ing Hwie pada tahun 1919 Liem Ing Hwie lulus ujian akhir di
HBS Soerabaja (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
24-05-1919). Disebutkan Liem Ing Hwie lahir di Tempel. Sebagaimana diketahui R Soekarno lulus di HBS
Soerabaja pada tahun 1922 (yang melanjutkan studi ke THS
Bandoeng (tentu saja Liem Ing Hwie saling
kenal dengan R Soekarno). Thio Thiam Tjong pada tahun 1921 menjadi ketua panitia
lustrum Chung Hwa Hui di Belanda (lihat De nieuwe courant, 19-04-1921). Thio
Thiam Tjong di Delft. Setelah menyelesaikan sekolah dasar berbahasa Belanda di
Semarang, Thio Thiam Tjong melanjutkan studi. Thio Thiam Tjong lulus ujian
akhir HBS 5 tahun di Zuid Holland (lihat Algemeen Handelsblad, 30-07-1916).
Thio Thiam Tjong disebutkan lahir di Semarang 9 December 1896. Demikian
seterusnya.
Demikianlah latar berlakang para insinyur Teknik,
apakah lulusan luar negeri (di Belanda) atau lulusan dalam negeri (THS Bandoeng)
yang bekerja dan berkarir di Indonesia yang dalam hal ini sudah memasuki fase
perjuangan dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Seperti disebut di atas, Algemene
Stidieclub yang didirikan tahun 1926 oleh para mahasiswa/alumni THS Bandoeng,
pada tahun 1927 ditingkatkan menjadi organisasi kebangsaan dengan nama
Perhimpoenan Nasional Indonesia (PNI). Ir Soekarno yang selama ini berada di belakang,
terakkhir sebagai sekretaris Algemene Stidieclub mulai tampil ke depan. Ini
ibarat ketika Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan mulai tampil ke depan
pada tahun 1908 di Belanda (organisasi pelajar/mahasiswa Indische Vereeniging),
demikianlah Ketika pada tahun 1927 ini Ir Soekarno mulai tampil ke depan.
Pada tahun 1925 di Batavia tiga pejuang pers, muncul ke depan dalam
menerjemahkan aspirasi penduduk Indonesia dengan mulai menggalang persatuan
sebagai landasan dalam upaya untuk memulai perjuangan (mencapai kemerdekaan).
Ketiga pejuang pers ini adalah Parada Harahap, Mohamad Thabrani dan WR Soepratman.
Ketiganya menginisiasi persatuan para jurnalis pribumi dan Cina dengan nama
Persatoean Djoernalis Indonesia (PERDI). Yang menjadi ketua adalah Mohamad Thabrani
(pemimpin redaksi surat kabar Hindia Baroe); sebagai sekretaris/bendahara
adalah WR Soepratman (pemimpin redaksi kantor berita pribumi Alpena); dan ketua
komisaris Parada Harahap (pemimpin redaksi surat kabar Bintang Timoer yang juga
sekaligus pemimpin usaha Alpena). Pada tahun 1926 Parada Harahap mendorong
pemuda untuk melakukan kongres diantara organisasi pemuda di Batavia. Yang
menjadi ketua kongres adalah Mohamad Thabrani dan wakil ketua Bahder Djohan
(ketua Jong Sumatranen Bond). Parada Harahap sendiri adalah sekretaris organisasi
kebangsaan Sumatranen Bond). Pada tahun 1927 di Bandoeng studi klub Algemene
Stidieclub telah ditingkatkan menjadi organisasi kebangsaan Perhimpoenan
Nasional Indonesia (PNI). Pada bulan September 1927 ini Parada Harahap,
sekretaris Sumatranen Bond mengundang semua pimpinan organisasi kebangsaan berkumpul
di rumah Prof Hoesein Djajanegara (dekan Recht Hoogeschool di Batavia). Dalam
pertemuan ini disepakati pembentukan federasi organisasi kebangsaan Indonesia.
Secara aklamasi diangkat ketua komite (pimpinan sementara) MH Thamrin (ketua
Kaoem Betawi) dan sebagai sekretaris Parada Harahap. Dalam pertemuan ini PNI
langsung diwakili oleh Ir Soekarno. Dalam bulan Desember 1927 PNI berubah platform
menjadi partai (Partai Nasional Indonesia=PNI). Tidak lama kemudian pada saat
kongres pertama federasi organisasi kebangsaan yang diadakan di Bandoeng. Dalam
kongres ini organisasi federasi disebut namanya Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan
Kebangsaan Indonesia yang disingkat PPPKI). Lalu pimpinan dipilih dimana
sebagai ketua PPPKI adalah Ir Anwari dengan menerapkan kantor pusat di Batavia.
Dua program pertama PPPKI adalah membangun kantor di Batavia yang mana MH Thamrin
menyediakan lahan dan Parada Harahap menggalang dana pembangunan (Parada
Harahap adalah ketua organisasi pengusaha pribumi di Batavia, semacam KADIN
pada masa ini). Parada Harahap sendiri menjadi kepala kantor PPPKI di Batavia.
Di dalam gedung PPPKI baru Parada Harahap hanya memajang tiga tokoh utama
(mungkin menuru versi Parada Harahap) yakni Soeltan Agoeng, Soekarno dan
Mohamad Hatta. Catatan: sejak 1925 Mohamad Hatta menjadi ketua Perhimpoenan
Indonesia di Belanda (nama sebelumnya Indische Vereeniging yang digagas Soetan
Casajangan). Hoesein Djajadiningrat adalah salah satu pendiri Indische Vereeniging
di Belanda tahun 1908 yang menjadi sekretaris dalam sidang pembentukan dimana
diangkat Soetan Casajangan sebagai presiden; Hoesein Djajadiningrat Bersama Soetan
Casajangan, Raden Kartono dan Raden Soemitro Menyusun statuta AD/ART Indische
Vereeniging).
Persiapan kongres PPPKI mulai dimatangkan, Yang
menjadi ketua Kongres PPPKI yang diadakan pada bulan September 1928 adalah Dr
Soetomo (pernah menjadi ketua Indische Vereeniging tahun 1921-1922). Semua
persiapan dilakukan di kantor PPPKI gang Kenari yang dikordinasika kepala kantor
PPPKI). Dalam fase persiapan ini diintegrasikan Kongres PPPKI dengan kongres
pemuda yang akan diadakan di Batavia pada bulan Oktober 1928 (sesuai kelahiran
Indische Vereeniging). Yang diangkat sebagai panitia Kongres Pemoeda 1928
adalah sebagai ketua Soegondo (PPPI; onderbouw dari PPPKI); sebagai sekretaris Mohamad
Jamin (ketua Jong Sumatranen Bond); sebagai bendahara Amir Sjarifoeddin Harahap
(ketua Jong Batak). Ketiganya mahasiswa Recht Hoogeschool (dimana dekan mereka
adalah Prof Hoesein Djajadiningrat). Seperti kita lihat nanti di dalam Kongres
Pemoeda diperdengarkan lagu gubahan WR Soepratman berjudul Indonesia Raja (WR
Soepratman, masih menjadi sekretaris PERDI dan juga pemimpin redaksi kantor berita
Alpena yang dimiliki Parada Harahap).
Bagaimana semua itu dapat terhubung? Semua karena Parada Harahap. Bagaimana bisa? Pada tahun 1918 di Medan, hasil
penyelidikan Parada Harahap tentang poenalie sanctie di perkebunan-perkebunan
Eropa/Belanda di Deli dimana para kuli asal Jawa jadi korban, dimuat surat
kabat Benih Merdeka dalam beberapa aretikel. Lalu artikel-artikel itu dilansir
surat kabar Soera Djawa yang kemudian heboh di Jawa. Soal itu sudah pernah dikeluhkan
Dr Soetomo yang bertugas sebagai dokter di Tanjung Morawa (1913-1915). Setelah
kembali ke Jawa Dr Soetomo meminta Boedi Oetomo cabang Batavia yang dipimpin Dr
Sardjito untuk rapat umum. Dalam orasi Dr Soetomo, ‘kita tidak bisa lagi
sendiri, banyak warga kita di Sumatra dalam kesulitan. Di luar sana banyak
orang Tapanoeli yang pintar-pintar’. Heboh poenali sanctie 1918 yang kemudian
ditindaklanjutu pemerintah, tampaknya telah membuat Dr Soetomo lega. Dr Soetomo
berutang hati kepada Parada Harahap (orang pertama membongkar kasus poenalie
sanctie, yang selama ini mimpi buruk Dr Soetomo). Pada tahun 1919 Benih Mardika
dibreidel, lalu Parada Harahap pulang kampong ke Padang Sidempoean (kampong
Soetan Casajangan) dan mendirikan surat kabar baru dengan nama Sinar Merdeka.
Pada tahun 1919 ini juga diadakan Kongres Jong Sumatranen Bond di Padang.
Parada Harahap menjadi ketua delegasi Tapanoeli ke Padang, dimana di dalam
kongres ini bertemu Mohamad Hatta ketua delegasi dari Padang dalam kongres
(Mohamad Hatta masih sekolah MULO di Padang). Mereka masih bertemu lagi pada
tahun 1921 pada kongres kedua yang juga di Padang. Saat ini Mohamad Hatta
sekolah menengah atas di PHS Batavia. Pasca kongres ini Mohamad Hatta berangkat
studi ke Belanda (dimana yang menjadi ketua Indische Vereeniging adalah Dr
Soetomo). Sementarea itu Parada Harahap hijrah ke Batavia sebagai redaktur di
surat kabar Neratja (surat kabar yang kemudian tahun 1925 diubah namanya menjadi
Hindia Baroe dimana diangkat pemimpin redaksi Mohamad Thabrani). Di Batavia
bertemu dengan Soetan Casajangan (pendiri Indische Vereeniging) yang menjadi
direktur sekolah guru Normaal School di Meester Cornelis. Pada tahun 1923
Parada Harahap mendirikan surat kabar Bintang Hindia. Seperti disebut di atas,
Parada Harahap mendirikan kantor berita pribumi Alpena tahun 1825 dengan
pimpinan redakasinya WR Soepratman. Pasca Kongres Pemuda tahun 1926 yang
diketuai oleh Mohamad Thabrani mendirikan surat kabar baru Bintang Timoer di
bawah bendera NV Bintang Hindia. Ke surat kabar yang radikal inilah kemudian
Soekarno yang belum lama lulus di THS mengirim tulisan-tulisannya dan juga
Parada Harahap memberitakan tentang sosok Ir Soekarno. Parada Harahap terhubung
dengan Hoesein Djajadiningrat melalui Soetan Casajangan. Parada Harahap dengan
slogan merdeka yang juga menamai surat kabarnya Sinar Merdeka di Padang
Sidempoean, Mohamad Hatta pada tahun 1924 (sebelum menjadi ketua Indische
Vereeniging dengan nama baru Perhimpoenan Indonesia) mengganti nama majalah Indische
Vereening dari nama Hindia Poetra menjadi Indonesia Merdeka. Apakah pergantian
nama Neratja di Batavia menjadi Hindia Baroe terhubung dengan nama Bintang
Hindia (di Batavia) dan Hindia Poetra di Belanda? Yang jelas nama Indonesia
sudah mulai popular menggantikan nama Hindia (Parada Harahap juga telah
menggeser nama Bintang Hindia menjadi Bintang Timoer).
Kongres PPPKI (senior) dan Kongres Pemoeda (junior)
tahun 1928 adalah momentum awal perjuangan kemerdekaaan Indonesia. Dalam Kongres
PPPKI September 1928 Ir Soekarno juga berorasi, tetapi Mohamad Hatta yang
diundang berhalangan hadir, karena kesibukan kuliah di Belanda tetapi mengirim
utusan, salah satu pengurus Perhimpoenan Indonesia yakni Ali Sastroamidjojo.
Sementara satu yang penting hasil Kongres Pemoeda Oktober 1928 adalah keputusan
kongres (satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa: Indonesia) dan
diperdengarkannya lagu Indonesia Raja karya WR Soepratman.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.