Pada tahun 1951 pemerintah pernah menugaskan Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo untuk mencari ahli ekonomi ke Eropa dan PBB (lihat Trouw, 24-07-1951).
Disebutkan bahwa Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, selama tujuh minggu di Eropa
dan PBB untuk merekrut ahli ekonomi atas nama pemerintah Indonesia. Sekembalinya
ke Jakarta ia telah mengumumkan bahwa ia yakin ia telah berhasil. Prof. Dr. Ostling
dari Universitas Stockholm siap untuk mendedikasikan kekuatannya ke Indonesia.
Selain itu, 25 ahli Eropa lainnya, termasuk beberapa warga Belanda, serta
ekonom Australia Dr Callin Clark dari Universitas Queensland telah menyatakan
kesediaan mereka. Pemerintah Indonesia sekarang harus membuat pilihan. Perserikatan
Bangsa-Bangsa telah menyediakan 12 ahli ekonomi secara gratis sebagai bantuan
yang diberikan yang akan diberi status pegawai negeri Indonesia, gaji mereka
akan dibayar oleh PBB, Sementara status para ahli yang akan direkrut berbeda,
beberapa akan menjadi pegawai negeri, badan perencanaan negara, yang lain akan
ditunjuk di bank-bank Indonesia dan yang lain akan menjadi tamu pemerintah. Untuk
grup Schacht, yang akan tinggal selama tiga bulan dan akan memiliki kesempatan
untuk mempelajari situasi keuangan dan ekonomi, demikian kata Soemitro. Para
ahli yang direkrut juga akan memberikan ceramah beberapa jam per minggu.
Perhatian besar ditunjukkan oleh para ahli ekonomi Swiss. Namun, para ahli
Jerman memiliki sedikit kesempatan untuk memberikan kekuatan mereka. Soemitro
telah mencatat bahwa suasana di berbagai kalangan internasional tentang
Indonesia ‘tidak terlalu baik’.
Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo masih diperlukan
di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia mengingat kekurangan profesor sehingga
Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia harus mengimpor guru besar. Selain itu,
tingkat lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia masih terbilang rendah.
Keutamaan Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo saat ini karena ahli ekonomi
orang Indonesia yang bergelar doktor (Ph.D0 terbilang masih sangat langka, jika
boleh disebut hanya tersisa satu-satunya Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.
tahun 1917. Pada tahun 1934 Soemitro Djojohadikoesoemo naik dari kelas empat ke
kelas lima HBS Afdeeling-B (sosial dan budaya) di sekolah elit Prins Hendrik
School di Batavia. Di jurusan yang sama, Mohamad Hatta lulus tahun 1921 dan
Abdoel Hakim Harahap lulus pada tahun 1927. Sedangkan di Afdeeling-B, Ida
Loemongga lulus pada tahun 1922. Ida Loemongga Nasution adalah perempuan
Indonesia peraih gelar doktor (Ph.D) tahun 1931; Abdoel Hakim Harahap kelak
dikenal sebagai Wakil Perdana Menteri RI di Djogjakarta dan Gubernur Sumatra
Utara; Mohamad Hatta adalah tokoh penting sejak era kolonial Belanda yang
dikabarkan sejak 1 Desember 1956 telah mengundurkan diri sebagai Wakil
Presiden. RM Soemitro Djojohadikoesoemo lulus ujian akhir di PHS (Het nieuws
van den dag voor Nederlandsch-Indie, 04-06-1935). Dalam daftar yang lulus
terdapat nama RR Moediarti Djoened Poesponegoro. RM Soemitro Djojohadikoesoemo dengan kapal Op
ten Noort dari Tandjong Priok tanggal 7 September yang dilanjutkan dengan kapal
Postdam dari Singapoera pada tanggal 10 September 1935 berangkat ke Belanda.
Raden Mas Soemitro Djojohadikoesoemo berhasil ujian candidat ekonomi di
Handelshoogeschool di Rotterdam (Nieuwsblad van het Noorden, 22-10-1937).
Sekolah tinggi ekonomi ini juga sebelumnya Mohammad Hatta lulus tahun 1932. Di
Belanda Soemitro Djojohadikoesoemo aktif organisasi mahasiswa. Dalam
kepengurusan Roekoen Peladjar Indonesia (ROEPI) terdiri dari ketua Hertog dan
Wakil Ketua Daliloedin Lubis. Organ ROEPI adalah majalah Soeara Roepi dengan
ketua Redaksi Maroeto dan para anggota Soemitro dan T. Tobing (Zaans volksblad
: sociaal-democratisch dagblad, 07-02-1939). Pengurus Perhimpoenan Indonesia
saat itu (periode 1936-1940) adalah Parlindoengan Lubis (ketua); Sidhartawan
(sekretaris); dan Mohamad Ildrem Siregar (bendahara). Parlindoengan Lubis
adalah abang dari Daliloedin Lubis. Soemitro Djojohadikoesoemo lulus ujian
doktoral (Drs) di bidang ekonomi (De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad,
11-07-1940). Saat ini di Belanda dalam
situasi sedikit gamang karena Jerman menduduki Belanda sejak Mei 1940. Tidak
berapa lama, Parlindoengan Lubis lulus ujian dan meraih gelar dokter (lihat De
standard, 26-10-1940). Namun dalam perkembangannya, Dr. Parlindoengan Lubis
yang anti fasis (termasuk anti Jepang) ditangkap militer Jerman lalu
dijebloskan ke kamp NAZI Jerman (satu-satunya orang Indonesia di kamp NAZI).
Sidhartawan dikabarkan meninggal tetapi Parlindoengan Lubis masih bisa
bertahan. Selama tokoh-tokoh PI ditahan, mahasiswa-mahasiswa masih bisa
berkuliah. Daliloedin Lubis lulus dan meraih gelar dokter dari Universiet
Amsterdam tahun 1941. Soemitro Djojohadikoesoemo yang melanjutkan studi ke
tingkat doktoral akhirnya dapat meraih gelar doktor (Ph.D) tahun 1943 di bidang
ekonomi dengan desertasi berjudul ‘Het volkscredietwezcn in de depressie’
(Maandschrift van het Centraal Bureau voor de Statistiek = Revue mensuelle du
Bureau Central de Statistique du Royaume des Pays-Bas, 31-10-1943). Setelah
selesai studi, sebagaimana orang-orang Indonesia di Belanda tidak bisa kembali
ke tanah air karena sudah terputus hubungan antara Belanda dan Indonesia.
Orang-orang Indonesia, termasuk Dr. Soemitro tetap bertahan di Belanda dan Dr
Parlindoengan Lubis tetap di dalam tahanan di kamp konsentrasi NAZI.
Kepemimpinan Perhimpoenan Indonesia tetap eksis, meski tanpa ketua tetapi FKN
Harahap dan kawan-kawan tetap meneruskan perjuangan dengan menerbitkan majalah
yang pro kemerdekaan Indonesia. FKN Harahap (pecatur tangguh yang pernah
mengalahkan juara catur Belanda) menggaungkan kembali semangat Indonesia dengan
Indonesia Raya. Ini dapat dibaca pada edisi De bevrijding: weekblad uitgegeven
door de Indonesische Vereniging Perhimpoenan Indonesia, 15-05-1945: ‘Pada musim
semi tahun 1944..kami tetap berjuang…kegamangan dalam menyelesaikan
studi…kami terus melawan Jepang… muncul utusan dari Kedutaan Besar Jepang
di Berlin untuk memberikan umpan, mahasiswa Indonesia membuang umpan tersebut.
Itu adalah siasat untuk menangkap Mahasiswa Indonesia dengan jaring mereka…
tiga tahun bagi orang Indonesia dari semua kehilangan hubungan dengan keluarga
mereka!..Untuk itu jangan lupa dan harus sadar Seberapa jauh studi Anda sudah
berkembang. Apakah Anda semua terburu-buru untuk ujian, atau mungkin ujian
terakhir Anda pergi?…FKN Harahap’. Kegiatan mahasiswa Indonesia juga dapat
dibaca pada edisi De bevrijding: weekblad uitgegeven door de Indonesische
Vereniging Perhimpoenan Indonesia, 26-05-1945): ‘De vrijheidsbetogingen te
Amsterdam (9 Mei 1945). Demonstrasi besar di Amsterdam dengan mengatasnamakan
Perhimpunan Indonesia untuk menuntut kemerdekaan Indonesia yang berkumpul di
lapangan Istana Kerajaan. Bendera Merah Putih menjulang diantara demonstrasi.
Banyak orang Amsterdam yang mendukung demo ini dengan simpati. Beberapa orang
Amsterdam juga ikut naik panggung untuk berbicara untuk mendukung kemerdekaan
Indonesia termasuk Wali Kota Amsterdam…FKN Harahap telah berpidato, yang
mewakili atas nama Perhimpoenan Indonesia untuk mengatakan beberapa kata.
mengucapkan terima kasih kepada orang-orang Belanda untuk semua dukungan dan
simpati ini, yang mana orang Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terus
memperjuangkan kemerdekaan…’. Dalam Rapat Umum yang dilakukan oleh
kepanitiaan yang dibentuk orang-orang Indonesia (Perhimpoenan Indonesia) yang disebut Verbond van Indonesische Burger (VIB) yang diadakan di
Foyer van de Stadsgehoorzaal te Leiden pada hari Jumat 13 Juli menghadirkan dua
pembicara (lihat De kroniek, 11-07-1945). Dua pembicara tersebut adalah R.
Poeradiredja dengan judul ‘Indonesie! Beheer of Bevrijding?’ dan RM Dr.
Soemitro Djojohadikoesoemo dengan judul ‘Sociaal-economische problemen rondom
Indonesie’. Pada saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, sekutu
menghancurkan Jerman/NAZI, Parlindoengan Lubis dibebaskan. Lalu kemudian
Parlindoengan Lubis, Soemitro Djojohadikoesoemo dan lainnya secara bertahap pulang
ke tanah air. Sementara FKN Harahap yang belum selesai studi tetap meneruskan
studi. Lalu kemudian sebuah manifesto di Belanda diumumkan yang mana agar
Belanda untuk menahan diri untuk perang dan memberi kesempatan bagi Indonesia
untuk mandiri. Penandatangan manifesto ini termasuk didalamnya FKN Harahap (De
waarheid, 03-01-1946). Akhirnya FKN Harahap berhasil menyelesaikan studi dan
menjadi sarjana (Friesch dagblad, 10-07-1946). FKN Harahap akhirnya kembali ke
tanah air. Perjuangan FKN Harahap dan kawan-kawan di Belanda (1945) seakan
mengakhiri Perhimpoenan Indonesia yang digagas oleh Radjioen Harahap gelar
Soetan Casajangan yang saat pendiriannya pada tahun 1908 yang disebut Indisch
Vereeniging. Jika dulu (1908) Husein Djajadiningrat dan Soetan Casajangan
bahu-membahu mengawali, maka tahun 1945 FKN Harahap dan Soemitro
Djojohadikoesomo mengakhiri.
tengah menghadapi tekanan militer Belanda (NICA), Drs. Soemitro
Djojohadikoesoemo, Ph.D dari Belanda menghadiri sidang PBB di London sebagai
penasehat ekonomi Belanda (Nieuwe courant, 20-03-1946). Disebutkan dengan
mengutip dari Straits Times bahwa Drs. Soemitro Djojohadikoesoemo, Ph.D dan Dr.
Djairin Zain telah tiba di Singapoera tanggal 12 Maret. Mereka berdua ke London
menjadi bagian delegasi Belanda ke PBB. Ketika diwancara mereka menyatakan
bahwa Indonesia harus memiliki kursi di PBB, karena dalam banyak hal negara
Indonesia dianggap setara dengan sejumlah negara yang diwakili di PBB. Mereka
berdua menyatakan tidak menjadi masalah dalam struktur Indonesia merdeka dalam
kerangka Persemakmuran Belanda. Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dan Mr. Djairin
Zain, dua anggota Indonesia dari delegasi yang mewakili Belanda pada sesi
pertama PBB di London telah tiba dengan kapal perang Inggris dan kembali ke
Batavia. Menteri Pendidikan Todoeng Harahap Soetan Goenoeng Moelia dari Departemen
Pendidikan Republik memberitahukan bahwa keduanya akan menemui (Perdana
Menteri) Sjahrir dan menjelaskan secara ekstensif tentang kunjungan mereka di
London’. Beberapa bulan kemudian ketika
diketahui Perdana Menteri Soetan Sjahrir akan mau bekerjasama dengan Belanda,
Soetan Sjahrir diculik oleh kelompok oposisi (Nieuwe courant, 01-07-1946).
Disebutkan pada malam 27-28 Juni di Solo, selain Soetan Sjahriri, juga diculik Menteri
Kesejahteraan Rakyat Darmawan, General Majoor Soedibjo, Mr. Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo dan tentara lainnya. Ini merupakan peristiwa yang serius,
yang tidak bisa ditoleransi oleh pemerintah republik. Di sisi lain, Menteri
Keamanan Rakyat Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap marah besar atas tindakan
penculikan tersebut. Sejak penculikan kendali pemerintah diambilalih oleh
Presiden Soekarno. Disebutkan pihak yang menculik adalah pengikut Tan Malaka
dan Soebardjo. Setelah ultimatum Soekarno kepada penculik akhirnya Soetan
Sjahrir dibebaskan di Solo. Mr. Amir Sjarifoeddin dari Djogjakarta datang ke
Solo untuk membebaskan yang lain dari penjara termasuk Soemitro
Djojohadikoesoemo (Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te
Batavia, 11-07-1946).
Belanda yang dipimpin oleh Dr P. Koets ke Djogjakarta juga berdiskusi dengan
para pimpinan Bank Negara Indonesia (Nieuwe courant, 17-10-1946). Disebutkan
delegasi itu berdiskusi dengan pimpinan bank tersebut yakni Margono
Djojohadikoesoemo (Presiden); Sabaroedin (Direktur Pertama), dan beberapa pimpinan
lainnya, termasuk penasihat keuangan Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo. Margono Djojohadikoesoemo adalah ayah dari Dr.
Soemitro Djojohadikoesoemo. Dalam perkembangannya, Republik Indonesia mendirikan
korporasi Perbankan dan Perdagangan di Batavia dengan modal NLG 20 Juta yang
mana NLG 4 Juta telah disetor. Sebanyak 60% dari saham tetap di tangan
pemerintah Republik dan 40% adalah untuk publik. Manajemen terdiri dari Dr.
Soemitro Djojohadikoesoemo dan Dr. Ong Eng, keduanya meninggalkan Belanda ke
Indonesia tahun lalu, Dr Soemitro adalah penasehat ekonomi delegasi Belanda di
Perserikatan Bangsa-Bangsa di London pada tahun 1945 (Algemeen Handelsblad, 14-01-1947).
Setelah perjanjian Linggarjati dan munculnya permasalahan baru, Indonesia
kembali mengirim delegasi ke sidang dewan keamaan PBB (De Gooi- en Eemlander:
nieuws- en advertentieblad, 13-08-1947). Disebutkan Sesi Dewan Keamanan untuk masalah Indonesia
ditunda sampai Kamis malam. Perwakilan dari republik Indonesia akan mengambil
bagian dalam perdebatan. Delegasi Republik antara lain Soetan Sjahrir dan Dr.
Soemitro Djojohadikoesoemo.
Kepala korporasi Perbankan dan Perdagangan di Batavia dikirim ke Amerika
Serikat (De tijd : dagblad voor Nederland, 23-09-1947). Disebutkan Soemitro
Djojohadikoesoemoe dan asistennya Soedjatmoko, mantan editor Independen,
sekarang di New York, dikirim ke Amerika Serikat oleh pemerintah Republik Inonesia
untuk bertemu American Banknote Companv untuk membeli kembali pencetakan kertas
bank republikae, dan dilaporkan bahwa Dr. Soemitro juga akan menangani masalah
yang berkaitan dengan Martin Behrman dan masalah pertukaran luar negeri dari
republik di Amerika Serikat. Margono Djojohadikoesoemo. Sementara itu. Direktur
Bank Negara, diberitakan ‘Antara’ bahwa situasi sistem keuangan republik tidak
perlu dikhawatirkan, meskipun agresi Belanda, tidak ada inflasi yang signifikan
di wilayah Republik. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo adalah perwakilan Republik
Indonesia di Washington (Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers
te Batavia, 06-08-1948). Dalam satu kesempatan Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo menegaskan
bahwa ECA tidak akan menyediakan dana dukungan untuk Belanda, yang akan digunakan
secara langsung atau tidak langsung untuk keperluan militer. Dia mengatakan
bahwa upaya oleh Amerika Serikat untuk membangun kembali ekonomi Eropa akan
ditakdirkan gagal selama negara-negara Eropa Barat tidak mengubah sikap mereka
terhadap kolonial Asia. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo di Amerika Serikat sudah
cukup lama dan menjadi perwakilan resmi Republik Indonesia. Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo mengkrtik sebagian pers Amerika Serikat sebagai ‘de goede
doctor Jojo’ dan dalam satu kesempatan wawancara Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo
mengklaim bahwa penduduk Indonesia sampai saat ini belum mendapatkan manfaat
dari Marshall dollars voor Indonesie atau Marshall Plan (Twentsch dagblad
Tubantia en Enschedesche courant en Vrije Twentsche courant, 15-03-1949). Hal
ini boleh jadi karena pemerintah Indonesia telah vakum setelah Soekarno dan
Mohamad Hatta ditangkap dan diasingkan pasca pendudukan Djogjakarta Desember
1948. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo selama di Amerika juga berinteraksi dengan
Mr. Matthew Fox (Fox Corp.) yang memainkan peran awal bisnis Amerika Serikat di
Indonesia (dalam perdagangan dan juga potensi pertambangan). Bagi orang
Belanda, Fox adalah lawan mereka di Indonesia. Disebutkan ada satu perjanjian
yang disebut Perjanjian Fox dengan komposisi 51 persen dan 49 persen untuk
Indonesia. Disebutkan bahwa pada tanggal
10 Februari 1949, seorang juru bicara dari Departemen Luar Negeri (Amerika
Serikat?) menyatakan bahwa dia tidak setuju dengan Fox Corp, karena
monopolistik dan (karena itu) sekarang ada ‘blokade’ dari Belanda (De
vrije pers: ochtendbulletin, 16-05-1949). Apakah sejak ini telah dimulai
Amerikanisasi menggantikan dominasi perusahaan-perusahaan Belanda? Dan, apakah
sejak ini munculnya ide penguasaan Freefort? Yang jelas keberadaan Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo di Amerika Serikat menjadi perwakilan Indonesia yang
strategis bagi Amerika Serikat meski Pemerintahan RI dalam kondisi vakum. Akhirnya,
setelah gencatan senjata antara RI dan militer Belanda dalam persiapan
konferensi (KMB di Den Haag) pemerintah Indonesia semakin aktif kembali di
Djogjakarta. Dalam fase sejumlah (perwakilan) pemerintah Indonesia di luar
negeri diminta kembali (pulang) ke Djogjakarta (De locomotief: Samarangsch
handels- en advertentie-blad, 14-07-1949). Disebutkan pemerintah Republik telah
memanggil perwakilan ekonomi di United Staden (Washington?), Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo, dan perwakilan republik di Dewan Keamanan PBB (London?), N.
Palar, ke Djokja, serta Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan darurat, Mr. AA
Maramis (New Delhi?)’. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo termasuk salah satu
bagian dari delegasi RI ke konferensi KMB di Den Haag (De locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 09-09-1949). Disebutkan, ‘Setelah
pendirian kedaulatan di Indonesia, perhatian pertama kami adalah mengembalikan
orang ke tempat kerja: membangun tempat untuk mengembangkan ekonomi’ kata
Soemitro Djojohadikoesoemo, ahli keuangan republikan dan anggota delegasi
republik di RTC’. Pimpinan delegasi RI adalah Mohamad Hatta (Wakil Presiden), ketua
penasehat ekonomi adalah Abdoel Hakim Harahap (Residen Tapanoeli) dan dalam
barisan penasehat ekonomi termasuk ahli keuangan Soemitro Djojohadikoesoemo.
Mereka bertiga ini, dulunya adalah alumni sekolah elit Prins Hendrik School di
Batavia yang mana Mohamad Hatta lulus 1921, Abdoel Hakuim Harahap lulus 1927
dan Soemitro Djojohadikoesoemo lulus tahun 1935. Abdoel Hakuim Harahap adalah
kepala kantor ekonomi di Groot Indie (bacaL Indonesia Timur) yang berkedudukan
di Makassar sebelum terjadinya pendudukan Jepang.
dan terbentuknya pemerintahan RIS (sejak 20 Desember 1949), Untuk mengisi formasi
departmen Ecomische Zaken (Departemen Kemakmuran) telah disusun dan diangkat
sejumlah pejabat (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 31-12-1949). Di dalam daftar ini untuk Dir. Gen. van het
Planbureau (Dirjen Perencanaan) diangkat Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo. Namun
pemerintahan RIS tidak bertahan lama dan kembali ke NKRI. Ini bernula karena hasil
KMB yang mana pemerintahan dengan bentuk RIS (yang beribukota di Djakarta) yang
mana Mohamad Hatta sebagai Perdana Menteri. Lalu di Djogjakarta muncul
pemerintahan sendiri RI yang mana sebagai Wakil Perdana Menteri Abdoel Hakim
Harahap.Setelah terjadinya gerakan NKRI di Medan, Soekarno membubarkan RIS dan
membentuk NKRI (Kabinet Natsir). Pemerintahan RI juga membubarkan diri. Dalam
struktur kabinet baru ini terkesan sebagai orang-orang Republiken di
Djogjakarta, yakni: Perdana Menteri Mohamad Natsir; Wakil Perdana Menteri Soeltan
Hamengkoeboewono; Menteri Dalam Negeri Assat (eks Presiden RI di Djogjakarta).
Dengan kata lain inilah kemenangan kaum RepubIiken (NKRI) terhadap kaum
federalis (RIS). Soemitro Djojohadikoesoemo dalam Kabinet Natsir ini diangkat menjadi
Menteri Perdagangan dan Perindustrian. Kabinet Natsir berlangsung 6 September 1950 tetapi telah
menandai awal pemerintahan NKRI (hingga sekarang), Sementara Mohamad Hatta
kembali menjadi Wakil Presiden (mendampingi Ir. Soekarno). Sedangkan Abdoel
Hakim Harahap diangkat menjadi Gubernur Sumatra Utara pada tanggal 25 Januari
1951.
Itulah riwayat awal Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo,
Ph.D. Ini pula yang menjadi riwayat awal tiga alumni sekolah elit Prins Hendrik
School di Batavia, HBS Afdeeling-B (sosial dan budaya): Mohamad Hatta, Abdoel
Hakim Harahap dan Soemitro Djojohadikoesoemo sendiri
Djojohadikoesoemo pergi meninggalkan tugasnya sebagai Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Menurut laporan yang belum dikonfirmasi sebagaimana
diberitakan surat kabar Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 26-06-1957, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo akan
tinggal di Singapura selama beberapa minggu setelah ia menghabiskan beberapa
waktu di Padang. Ada apa gerangan yang terjadi?
peristiwa kudeta pemerintah pusat, yang mana Letkol Ahmad Hoesein, kepala
resimen di Midden Sumatra merebut kekuasaan Roeslan Moeljohardjo, Gubernur
Midden Sumatra yang berkedudukan di Bukittinggi sebagai representasi pemerintah
pusat. Jika Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo diduga sudah ke Padang, itu
berarti dilakukan setelah tanggal 20 Desember 1956. Ketidakhadiran Prof. Dr.
Soemitro Djojohadikoesoemo di kampus sudah terindikasi pada bulan April 1957 yang
mana Djoko Soetono sudah menjadi pejabat dekat Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 10-04-1957). Apakah ada kaitan
pernyataan Presiden Universitas Indonesia, Prof. dr. Bahder Djohan (Algemeen
Indisch dagblad: de Preangerbode, 04-02-1957) dengan menghilangnya Prof,
Soemitro. Presiden Universitas Indonesia, Bahder Djohan mengatakan bahwa semua
profesor Indonesia akan keluar jika pemerintah memutuskan untuk memisahkan
Fakultas Teknik dan Fakultas Matematika dan Ilmu Alam dengan membentuk
universitas baru di Bandung. Dan apa pula makna pengumuman Prof Bahder Djohan
yang mengatakan bahwa mantan Presiden Universitas Indonesia, Prof. Mr Soepomo,
Ph.D telah kembali ke kampus Universitas Indonesia.
bulan Oktober 1957 paling tidak telah menghilang dari kampus selama enam bulan.
Itu waktu yang cukup lama. Oleh karena itu pemerintah melalui Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan
membuat panggilan terakhir (ultimatum) melalui radio untuk Prof. Dr. Sumitro
Djojohadikusunio, Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia untuk
melanjutkan posisinya sebagai Dekan. Batas waktu panggilan terakhir ini 10 hari
sejak hari Kamis malam (Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 11-10-1957). Disebutkan Kementerian Pendidikan akan
mengambil langkah yang tepat terhadap Prof, Soemitro jika, setelah berakhirnya
sepuluh hari ini, sejak 10 Oktober 1957. Panggilan radio ini disiarkan oleh
Radio Djakarta dan ditujukan ke Midden Sumatra atau Menado, dimana menurut
anggapan Kementerian Pendidikan, Prof. Sumitro saat ini tinggal. Dalam
panggilan ini dan panggilan sebelumnya tidak menyebutkan jaminan apapun untuk
Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo.
politik yang sangat cepat. Wakil Presiden Mohamad Hatta telah ‘pecah kongsi’
dengan Presiden Soekarno. Wakil Presiden Mohamad Hatta telah meletakkan
jabatannya terhitung tanggal 1 Desember 1956. Satu surat kabar di Djakarta
menulis dalam catatan pojok dengan bunyi berikut: ‘Dwi Tunggal: Tanggal
Tunggal, Tinggal Tunggal’. Beberapa hari kemudian setelah dwi tunggal retak
terjadi kudeta di Bukittinggi pada tanggal 20 Desember 1956 yang dilakukan oleh
Letkol Ahmad Husein terhadap Gubernur Midden Sumatra, Roeslan Moeljohardjo.
Hanya satu orang yang paling bersedih dengan retaknya dwitunggal tersebut,
yakni Parada Harahap. Jika kembali ke masa lampau pada tahun pendirian PPPKI,
Parada Harahap, sekretaris PPPKI yang juga menjadi kepala kantor gedung PPPKI,
hanya tiga foto yang dipajang Parada Harahap di dinding ruang pertamuan, yakni:
Diponegoro, Soekarno dan Mohamad Hatta. Saat ini, Parada Harahap sudah pensiun.
Parada Harahap pensiun setelah dua putrinya menjadi sarjana dan salah satu lulusan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1956. Kedua putri Parada Harahap
tersebut telah menikah tahun 1957.
jabatannya sebagai Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, setelah
Mohamad Hatta menanggalkan jabatannya sebagai Wakil Presiden Republik
Indonesia. Apakah ada kaitan antara Soemitro Djojohadikoesoemo dan Mohamad
Hatta? Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo tepatnya meninggalkan jabatan
sebagai Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia setelah Kabinet
Boerhanoedin Harahap dibubarkan pada tangga 3 Maret 1956. Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo tidak berada di kampus lagi saat Prof. Dr. Dra. GC Schuil
diresmikan sebagai guru besar dalam ilmu akuntansi di Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 10-04-1957). Apakah
ada kaitan antara Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo dan Mr. Boerhanoedin
Harahap?
sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada Kabinet Natsir (6 September
1950 – 27 April 1951). Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo juga pernah
menjabat sebagai Menteri Keuangan pada Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April
1952). Namun pada Kabinet Soekiman ini, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo
mengundurkan diri (Nieuwsblad van het Noorden, 02-08-1951). Disebutkan Prof.
Soemitro, tidak setuju dengan sikap lalai dari pemerintah versus kesulitan
ekonomi saat ini. Prof Soemitro menyatakan: Hanya sebuah kabinet nasional yang
kuat, yang membawa kepentingan negara dan orang-orang ke hati, akan mampu
mengatasi situasi saat ini. Tanah ini menderita karena hal-hal yang belum
dilakukan di bawah pemerintahan Dr Sukiman saat ini. Hanya aksi yang kuat dan
berani yang dapat menghentikan agitasi dan infiltrasi komunis di
serikat-serikat buruh muda Indonesia. Kurangnya tekad dan kegagalan untuk
mengambil langkah oleh pemerintah memberikan banyak kesempatan untuk agitasi
oleh minoritas komunis. Prof. Soemitri sekarang bermaksud untuk mendedikasikan
dirinya untuk membangun koperasi ekonomi dan Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia. Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo kembali menjadi Menteri
Keuangan pada Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 30 Juli 1953); dan kembali menjadi
Menteri Keuangan pada Kabinet Boerhanoedin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret
1956).
Djojohadikoesoemo di kampus menjadi berlarut-larut. Lalu kemudian Kementerian
Pendidikan mengultimatum Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo selama 10 hari
sejak sejak 10 Oktober 1957. Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo sendiri sejatinya
adalah orang Indonesia tiada duanya dalam urusan ekonomi. Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo tidak hanya diultimatum oleh Kementerian Pendidikan yang
membawahi Universita Indonesia; Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo sebelumnya
telah menjadi buronan militer.
ekonom Indonesia saat itu yang paling berkompenten. Tentu saja jumlahnya sangat
langka. Ekonom lainnya adalah Mohamad Hatta, yang kini telah mengundurkan diri
sebagai Wakil Presiden. Ekonom Indonesia pertama adalah Dr. Samsi meraih gelar
doktor pada tahun 1923 di Handelshoogeschool Rotterdam (doktor ekonomi
Indonesia pertama). Di kampus ini Mohamad Hatta pada tahun 1921 register dan
pada tahun 1935 register Soemitro Djojohadikoesoemo (meraih doktor tahun 1943).
Ahli ekonomi sejauh ini termasuk ahli yang cukup langka sebagaimana ahli teknik
kimia. Insinyur teknik kimia Indonesia yang pertama adalah Ir. Soeracham (Presiden
Universitas Indonesia yang pertama, 1950-1951). Sedangkan insinyur teknik kimia
yang kedua yang juga lulusan Delf adalah AFP Siregar MO Parlindoengan. Ir.
Soerachman telah tiada, meninggal dunia pada tahun 1952. Hanya tinggal MO
Parlindoengan alumnik teknik kimia Delf. MO Parlindoengan saat ini adalah
Direktur Perusahaan Sendjata dan Mesioe di Bandoeng (kini dikenal PT. PINDAD).
adalah satu hal, dan ketidakhadiran Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo di
dalam hal ekonomi Indonesia adalah hal yang lain lagi. Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo menjadi suatu dilema. Kehilangan Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo sangat merugikan Universitas Indonesia umumnya dan Fakultas
Ekonomi khususnya. Yang tidak boleh dilupakan juga menghilangkan kesempatan
mahasiswa-mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universita Indonesia untuk menyerap ilmu
yang dimiliki oleh Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, sebagai ekonomi
kaliber internasional.
Kabinet Natsir, nama Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo masih tetap jaminan
mutu. Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo tetap dirangkul sebagai penasehat
Kementerian Urusan Ekonomi, orang Indonesia di Javaasch Bank, anggota
perencanaan negara dan anggota dewan ekonomi keuangan. Namun entah mengapa di
era Kabinet Soekiman semua itu dilepaskan oleh
Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo (lihat De Volkskrant, 03-08-1951). Pada kabinet berikutnya Kabinet
Wilopo, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo kembali diangkat sebagai menteri
yakni Menteri Keuangan. Saat menjabat
Menteri Keuangan ini Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo situasi dan
kondisi keuangan Indonesia tengah memburuk. Kehadiran Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo tidak bisa ditinggalkan. Ini terlihat ketika ada sidang
tahunan IMF di Meksiko City yang merupakan tahun dimana Indonesia akan
mengajukan diri sebagai anggota, hanya mengirm delegasi kecil yang dipimpin
oleh setingkat Bendahara Umum Kementerian Keuangan (Trouw, 30-08-1952). Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo tidak bisa meninggalkan Indonesia. Awalnya adalah keinginan
Menteri Soemitro untuk secara pribadi pergi ke pertemuan ini. Namun, sulitnya
posisi keuangan dan ekonomi Indonesia, tidak membenarkan perjalanan ke luar
negeri, menurut menteri, Situasi keuangan domestik tidak memungkinkan absennya
beberapa minggu, yang tentu saja tidak juga dapat terlibat dalam pertemuan IMF.
Perwakilan Indonesia meninggalkan Jakarta via Amerika Serikat pada 26 Agustus.
Satu hal yang menjadi persoalan genting negara adalah bahwa pemerintah telah
defisit sebesar $4 Juta. Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo melihat masalah ini
muncul karena tidak adanya koordinasi antar kementerian. Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo mengujukan untuk dilakukan koordinasi (De Volkskrant, 10-12-1952).
Disebutkan ada beberapa kementerian yang melakukan pengelolaan anggaran
sendiri. Oleh karena tidak adanya kordinasi antar departemen yang menyebabkan
penggunaan anggaran menjadi membengkak. Dengan koordinasi diharapkan akan
tercipta efisiensi. Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo menerapkan kebijakan
pemotongan anggaran.
Sastroamidjojo (sejak Juli 1953), Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo digantikan
oleh Dr. Ong Eng Die (mantan Menteri Muda Keuangan di era Kabinet Sjarifoeddin
Harahap, 1947-1948). Dalam kabinet ini kebijakan pemotongan anggaran tidak
diterapkan, Defisit anggaran kemudian membengkak lagi (De Volkskrant,
27-11-1953). Kebijakan Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo selalu dijadikan
kambing hitam dalam kabinet ini (De Volkskrant, 02-02-1954). Ekonomi keuangan
Indonesia terus menurun. Para analisis menyimpulkan tidak ada yang berani
melakukan gebrakan, kecuali Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, dekan
Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia yang dianggap sebagai satu-satunya yang
menjalankan kebijakan rehabilitasi ekonomi Indonesia sejak kemerdekaan dengan
program penghematan (De Volkskrant, 12-03-1955). Catatan: Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo, Ph.D dan Dr. Ong Eng Die, Ph.D sejatinya sudah lama saling
kenal. Mereka berdua ekonom Indonesia yang pulang ke tanah air pada tahun 1946
(era Kabinet Sjahrir). Keduanya sama-sama meraih gelar doktor (Ph.D) di tahun 1943.
Ong Eng Die lulus di Universiteit Amsterdam dan Soemitro Djojohadikoesoemo di
Universiteit Rotterdam. Ong Eng Die lulus ujian doktoral tahun 1940 di Vrij
Universiteit Amsterdam (Nieuwsblad van het Noorden, 01-06-1940). Lalu kemudian
melanjutkan ke tingkat doktor dan berhasil meraih gelar doktor (Ph.D). Disertasi
Ong Eng Die tentang Chineezen in Nederlandsch-lndie: Een sociographische over
het economische, sociale en cultureele leven der Chineezen in Nederlandsche Indie
(lihat Maandschrift van het Centraal Bureau voor de Statistiek = Revue
mensuelle du Bureau Central de Statistique du Royaume des Pays-Bas, 30-06-1943).
Ong Eng Die salah satu anggota delegasi ke perundingan Renville yang dipimpin
oleh Perdana Menteri Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap. Sebelumnya Soemitro
Djojohadikoesoemo telah diutus oleh PM Amir Sjarifoeddin Harahap ke dewan
keamanan PBB (De Gooi- en Eemlander : nieuws- en advertentieblad, 13-08-1947).
Jadi Ong Eng Die (PNI) dan Soemitro Djojohadikoesoemo (PSI) pada masa ini semacam
pertarungan dua pendekar ekonomi Indonesia di kancah politik.
![]() |
Java-bode, 12-07-1955 |
Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo yang sejak
tahun 1953 bersama Prof. F. Weinreb memimpin Lembaga Penjelidikan Ekonomi dan
Masjarakat digantikan oleh Drs. Widjojo Nitisastro (Java-bode: nieuws, handels-
en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 12-07-1955). Boleh jadi pergantian
ini dikaitkan dengan semakin melemahnya Kabinet Ali (PNI) setelah ditinggalkan
oleh Partai PIR dan semakin menguatnya peluang Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo
untuk menduduki kembali Menteri Keuangan. Pemerintahan akan dipimpin oleh
Masyumi. Dan memang terbukti Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo
mengundurkan diri dan membubarkan
kabinet yang paralel terbentuk kabinet baru pimpinan Boerhanoeddin Harahap.

Dalam Kabinet Boerhanoeddin Harahap ini Prof.
Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo diproyeksikan sebagai Menteri Keuangan
(kembali). Jelang pengumuman Kabinet
Boehanoeddin Harahap ini, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, Ketua Dewan PSI
di Soerabaja di dalam rapat umum memberikan pidato tentang sebab kemiskinan di
Indonesia (De nieuwsgier, 03-08-1955). Lebih lanjut Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo mengatakan bagian miskin dunia, termasuk milik Indonesia. Ini
adalah tujuan populer untuk dua blok besar di dunia (Komunis dan Kapitalis), Menyadari
hal yang penting itu posisi negara kita, kita harus memastikan bahwa negara
kita bukan bola politik dari blok-blok ini, menurut Prof. Soemitro. Itulah
mengapa kita tidak boleh lagi menidurkan diri dengan gagasan bahwa Indonesia
itu kaya dan subur, Kekayaan yang didiskon dengan tenaga kerja yang besar tidak
berarti apa-apa jika tidak ada juga kekuatan produktif. yang bisa meningkatkan
taraf hidup rakyat. Kemiskinan bukanlah kehendak Tuhan, tetapi memiliki
penyebab dibuat. Sebagai penyebab kemiskinan di Indonesia, Dr Soemitro
menyebutkan kurangnya kapital dan sarana serta kurangnya pengetahuan dan
wawasan. Karena ekonomi di semua bidang area ini dapat dikompensasikan. Berbicara
tentang situasi saat ini, Prof. Soemitro mengatakan bahwa pemerintah sebelumnya
berurusan dengan uang dengan tidak bertanggung jawab (dan seterusnya).

Akhirnya Wakil Presiden Mohamad Hatta
menyatakan krisis kabinet berakhir hari ini dan Boerhanoeddin Harahap akan
menjadi pimpinan kabinet baru (Trouw, 11-08-1955). Disebutkan bahwa Harahap, 38
tahun dari Masyumi mengatakan dari 23 posisi akan dibagi oleh 11 atau 12
partai. Disebutkan lebih lanjut Boerhanoeddin Harahap akan bertindak sebagai
perdana menteri dan menteri pertahanan. Untuk posisi menteri luar negeri diisi
oleh mantan duta besar Indonesia di Prancis dan untuk Menteri Keuangan akan
dipimpin oleh Prof. Soemitro (mantan Ketua LPEM, Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia). Dalam kabinet ini ada tiga menteri negara, salah satu diantaranya
Abdoel Hakim Harahap (di bidang pertahanan). Catatan: Abdoel Hakim Harahap
adalah adik kelas Mohamad Hatta dan kakak kelas Soemitro dulu di era kolonial
Belanda di sekolah elit Prins Hendrik School Batavia. Dalam pelantikan kabinet
baru ini tidak hadir Presiden Soekarno dan pemimpin perwira Kolonel [Zulkifli]
Loebis dan hanya dihadiri Wakil Presiden Mohamad Hatta (De Volkskrant, 13-08-1955).
karena Kolonel Abdoel Haris Nasoetion dipecat karena melakukan demostrasi 17
Oktober 1952 di depan istana. Sejak kekosongan pimpinan militer tertinggi
tersebut lalu diangkat Kolonel Zulkifli Lubis dengan status Kepala Perwira. Presiden Soekarno
memposisikan Lubis sebagai kepala perwira untuk jaga-jaga jika Nasution dan
kawan-kawan melakukan kudeta. Untuk sekadar diketahui Zulkifli Lubis dan Abdoel
Haris Nasution berasal dari kampung yang sama di Kotanopan. Pintar Soekarno. Memang
ampuh. Kolonel Abdoel Haris Nasution terbukti berdiam diri di rumah sejak tahun
1952 tetapi meski demikian Abdoel Haris Nasution berhasil menulis buku
Pokok-Pokok Gerilya (buku siasat perang gerilya yang legendaris). Pada tahun
1955 ini, Menteri Negara Abdoel Hakim Harahap dapat mendamaikan dua pimpinan
perwira yang berseberangan ini. Abdoel Hakim Harahap sendiri di Tapanoeli
dijuluki sebagai Residen Perang (Residen Tapanoeli yang ikut angkat senjata
berperang melawan Agresi Militer Belanda kedua, 1948). Boleh jadi ini alasan
Perdana Menteri Boerhanoeddin Harahap yang merangkap Menteri Pertahanan
membutuhkan Menteri Negara yang menangani pertahanan untuk membantunya, membantu
mendamaikan para perwira. Selain itu, boleh jadi Abdoel Hakim Harahap yang
meminta kepada Boerhanoeddin Harahap agar dikembalikan Prof. Soemitro sebagai
Menteri Keuangan. Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo tidak mewakili partai
PSI (karena PSI tidak ikut) dalam kabinet tetapi diminta sebagai seorang
profesional (lihat De Telegraaf, 13-06-1957). Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo adalah
adik kelas Abdoel Hakim Harahap dulu di Prins Hendrik School Batavia. Abdoel
Hakim Harahap di tahun-tahun akhir era kolonial Belanda adalah kepala kantor
ekonomi di Indonesia Timur yang berkedudukan di Makassar. Boleh jadi Abdoel
Hakim Harahap mengetahui betul kapabiltas Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.
Boerhanoeddin Harahap memilih kembali Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo
(lihat misalnya Leeuwarder courant : hoofdblad van Friesland, 23-08-1955).
Disebutkan Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo
salah satu portofolio yang paling tanpa pamrih di Indonesia pada tahun 1955,
yang dipimpin Prof. Dr Soemitro Djojohadikoesoemo (PSI), seorang ekonom kaliber
internasional yang dalam bulan-bulan belakangan melancarkan kritik tajam kepada
mantan Menteri Keuangan, Dr. Ong Eng Die’. Isu pokok kabinet Boerhanoeddin
Harahap ini adalah kesuksesan dalam menyelenggarakan pemilihan umum yang
bersih. Juga pengiriman delegasi ke perundingan Indonesia-Belanda untuk
membicara dua permasalahan yang tersisa antara Indonesia dan Belanda yakni
masalah perjanjian ekonomi dan keuangan; masalah irian Barat (De Telegraaf,
03-01-1956). Salah satu anggota delegasi ke perundingan di Jenewa adalah Prof.
Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo. Selama di Swiss, delegasi Indonesia mengundang
makan malam duta besar Amerika Serikat, duta besar Inggris dan duta besar India
(De Volkskrant, 05-01-1956). Disebutkan anggota delegasi Belanda cemburu dan
sedikit curiga. Het Parool, 07-02-1956 menulis hasil wawancara dengan Prof. Dr.
Soemitro Djojohadikoesoemo. Disebutkan bahwa Prof. Zijlstra, Menteri Urusan
Ekonomi Belanda yang menjadi anggota delegasi Belanda adalah adik kelas Prof.
Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo di Handelsecomiche Hoogeschool di Rotterdam.
Juga disebutkan keduanya menjadi profesor di tahun yang sama. Dedikasinya dalam
jabatan profesor, yang bahkan belum bisa ia tinggalkan meski sebagai menteri.
Dia adalah dekan Fakultas Ekonomi di Djakarta. Sudah terhitung 2.000
mahasiswanya, sebanyak 300 diantaranya sudah mengikuti ujian. Soemitro mencoba
untuk mengajarkan mahasiswa-mahasiwanya khususnya ekonomi Indonesia di
pedesaan. Tidak ada yang diizinkan untuk melakukan ujian bersamanya jika ia
tidak tinggal selama paling tidak tiga bulan dalam desa dengan biaya sepuluh
rupiah per hari dan telah melakukan studi tentang kehidupan ekonomi masyarakat
semacam itu (dan seterusnya: akan ditampilkan kemudian, red).
sebelumnnyaMasyumi dan PSI menekan PNI setelah keluar PIR dari koalisi yang
kemudian terbentuk Kabinet Boerhanoedin Harahap. Kini, PNI yang menekan Masyumi
sehingga muncul kompromi (PNI, Masyumi dan NU) yang mana Kabinet Boerhanoedin
Harahap harus digantikan Kabinet Ali (kedua) dan diresmikan pada 3 Maret 1956.
Dalam peresmian ini Ir. Soekarno dan Kolonel Abdoel Haris Nasution hadir
sementara Mohamad Hatta tidak bersedia hadir. Oleh karena Soemitro tidak
diakomodir di Kabinet Ali-II, maka dengan sendirinya Prof. Soemitro tidak bisa lagi
melanjutkan program-program ekonomi dan keuangannya. Tiga setengah bulan
setelah pergantian kabinet, Soemitro diberitakan berangkat ke Amerika Serikat (Java-bode:
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 26-06-1956).
Disebutkan, mantan Menteri Keuangan di Kabinet Boerhanoeddin Harahap, Prof
Soemitro Djojohadikoesoemo, yang saat ini dekan Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia, berangkat ke Amerika Serikat pada hari Senin. Prof. dr. Soemitro
akan menghadiri seminar Merril Center for Economics selama sekitar enam minggu,
dimana pemikiran akan dipertukarkan antara para ekonom dari seluruh dunia.
Prof. dr. Soemitro akan ditunjuk sebagai anggota dari lima anggota ‘komite
pengarah’. Setelah menghadiri seminar, Prof. Soemitro akan memberikan kuliah
tamu di University of California di Berkeley. Setelah kunjungannya ke United States,
Prof. Soemitro juga akan melakukan kunjungan ke Universitas Manchester di
Inggris.
Harahap adalah sukses penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR (September
1955) dan pemilihan umum anggota Konstituante (MPR) pada bulan Desember 1955. Prof
Soemitro Djojohadikoesoemo masih menjadi Menteri Keuangan saat dua golongan
legislatif ini memulai kerjanya. Setelah pergantian kabinet pada bulan Maret
1956 lalu pada bulan Juni Prof Soemitro Djojohadikoesoemo ke Amerika Serikat. Sepulang
dari luar negeri, Prof Soemitro Djojohadikoesoemo kembali ke kampus sebagai
dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Pada bulan Januari 1957, setelah
reses 48 hari, Majelis Konstituante pada tanggal 14 Januari di Bandung melakukan
rapat pleno yang diikuti oleh 337 anggota dari 484 anggota konstituante. Sesuai
Pasal 137, ayat (1) kuorum adalah 323. Rapat konstituante ini juga dihadiri
oleh Perdana Menteri Ali Sastroadjojo, Wakil Perdana Menteri-1 Idham Chalid dan
berbagai undangan lainnya (Het nieuwsblad voor Sumatra, 17-01-1957). Rapat hari
Senin yang dimulai pukul 10 pagi yang dibuka dengan pidato Ketua Konstituante
Mr. Wilopo. Dalam pembukaan ini Mr. Wilopo menjelaskan komposisi terakhir
anggota Konstituante seperti jumlah yang hadir pada sesi terakhir sebeleum
reses, anggota yang mengundurkan diri, anggota yang meninggal dunia. Mr. Wilopo
juga mengumumkan anggota baru yang diangkat termasuk diantaranya Mr.
Wongsonegoro (PIR); Prof. Mr. Hazairin Harahap (PIR); Prof. Mr. Soediman
Kartohadiprodjo (PSI); dan Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo (PSI). Juga
diinformasikan para anggota Masyumi dari Sumatera Barat tidak hadir di sesi
pertama pada 14 Januari. Menurut sebuah telegram yang dikirim ke sekretariat
oleh para anggota ini, situasi di Sumatera Barat tidak memungkinkan mereka
untuk meninggalkan daerah itu. Catatan: Tanggal 20 Desember 1956.Letkol Ahmad
Husein merebut kekuasaan Pemerintah Daerah di Bukittinggi dari Gubernur Roeslan
Muljohardjo (sebagai awal krisis). Sebelumnya tanggal 1 Desember 1956 Wakil
Presiden Mohamad Hatta meletakkan jabatan.
Menteri Keuangan, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo tetap peduli dengan
kampus sebagai dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Hal ini juga
dilakukan tetap dilakukan oleh Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo saat
diangkat anggota majelis konstituante. Dalam fase ini di Djakarta ditangkap
seorang direktur dari perdagangan China karena terlibat kasus ‘Hongkong Barter’
yang mencakup ratusan juta rupiah (Leeuwarder courant : hoofdblad van
Friesland, 27-03-1957). Dari interogasi ini kemudian dipanggil sejumlah orang untuk dimintai
keterangan di Bandoeng oleh polisi militer. Diantara orang-orang yang dipanggil
adalah Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo. Disebutkan, hari ini, Kepala Staf Tentara
Indonesia, Mayor Jenderal [Abdoel Haris] Naspetion bahwa tentara dimaklumkan dengan
kekuatan dibawah keadaan perang dan pengepungan akan memberantas korupsi di
kalangan pemerintah. Menurut juru bicara komando militer setempat di Jakarta, para
pihak dipanggil oleh penguasa militer di Bandoeng sehubungan dengan apa yang
disebut skandal ‘Hong Kong-barter’. Dari interogasi di Bandoeng ini tidak
diketahui kelanjutannya hingga muncul berita bahwa sudah dikeluarkan perintah
penangkapan terhadap mantan Menteri Keuangan Prof. Soemitro (Leeuwarder courant
: hoofdblad van Friesland, 21-05-1957).
Disebutkan otoritas militer Indonesia mengeluarkan surat perintah penangkapan
terhadap mantan Menteri Keuangan Indonesia, Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo,
atas tuduhan korupsi. Soemitro telah dipanggil beberapa kali oleh polisi
militer di Bandoeng untuk didengar mengenai masalah ini, tetapi dia tidak
pernah menanggapi panggilan-panggilan ini. Keberadaannya saat ini tidak
diketahui.
![]() |
Telegraaf, 13-06-1957 |
Beberapa hari kemudian Prof. Soemitro
Djojohadikoesoemo membuat penyataan di Padang (Leeuwarder courant: hoofdblad
van Friesland, 28-05-1957). Disebutkan mantan Menteri Keuangan, Dr Soemitro
Djojohadikoesoemo, yang mana surat perintah penangkapan telah dikeluarkan oleh
otoritas militer di Jawa, saat ini berada di Padang di Sumatra Tengah. Dalam
pernyataan yang dibuatnya hari ini, Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo menyangkal
permintaan maaf bahwa terlibat dalam malpraktek. Prof. Soemitro
Djojohadikoesoemo mengatakan tidak mematuhi panggilan dari otoritas militer
untuk ditanyai karena dia menolak untuk tunduk pada ‘wilekeurige tyrannie’. Juga
disebutkan Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo tiba di Padang 14 hari yang lalu.
De Volkskrant, 08-06-1957 memuat berita yang bersumber dari kantor berita AP di
Singapoeralis 7 Juni bahwa mantan Menteri Keuangan, Dr Soemitro
Djojohadikoesoemo, yang dicari oleh polisi militer Indonesia, melarikan diri
dari Djakarta dan bergabung dengan gerilyawan Sumatra. Ini dikatakan dalam
sebuah pernyataan bahwa itu (surat pernyataan) diselundupkan ke Singapura.
Dalam pernyataan ini dia menuduh pemerintah Indonesia tirani dan penyalahgunaan
kekuasaan. Dia mengatakan bahwa dia telah melarikan diri dari ibukota pada tanggal
8 Mei: ‘Saya telah menggabungkan kekuatan yang dengan jujur berjuang untuk kesejahteraan
dan kemajuan rakyat kami’ kata pernyataan itu. De Telegraaf, 13-06-1957 juga memmuat hasil
wawancara korespondennya dengan Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo di Padang
yang pada intinya menjelaskan mengapa bergabung dengan lawan-lawan Soekarn.
Juga keterangan tentang dia telah dipanggil ke Bandoeng dua kali. Interogasi
pertamanya terjadi pada 26 Maret 1957 dan pada akhir interogasi dia diberitahu
bahwa tidak ada alasan untuk menangkapnya. Lalu kemudian ia berangkat ke
Konferensi Ekonomi di Tokyo. Setelah kembali, ia dipanggil ke Bandoeng untuk
wawancara kedua, itu terjadi pada tanggal 6 dan 7 Mei 1957. Pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan berkaitan dengan dana dan sumbangan partai untuk kampanye
pemilihan, dana apa pun, dikelola oleh Dr. Soemitro, dan pinjaman yang
diberikan kepadanya sebagai Menteri Keuangan di era Kabinet Burhanoddin
Harahap.
Djojohadikoesoemo diketahui pada bulan April 1957 tidak lagi menghadiri sebuah kegiatan
penting di kampus Fakultas Ekonomi, Universita Indonesia tetapi telah diwakili
oleh seorang pejabat dekan, Djoko Soetono (Het nieuwsblad voor Sumatra,
10-04-1957). Menurut berita Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo diduga telah
pergi ke Padang. Sejak itu Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo yang mulai
menjabat dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia 1951, tidak pernah
kembali ke kampus dan bahkan pada bulan Oktober 1957 Kementerian Pendidikan mengultimatum
Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo layaknya seorang buronan.
diketahui berada di Sumatra (PRRI), Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 12-10-1957 melaporkan Ford Foundation
yang berbasis di New York telah mengalokasikan anggaran untuk Indonesia.
Besarnya dana dari Ford Foundation tersebut sebesar $162.790 diberikan kepada
Institut untuk pelatihan dosen Fakultas Teknik di Bandoeng dan untuk bantuan pelatihan
teknis lainnya; bantuan juga diberikan sebesar $77.000 untuk beasiswa studi ke
University of California dan untuk staf peneliti dari Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia dan untuk staf peneliti dari Lembaga Penelitian Ekonomi
dan Sosial, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Universitas Gadjah Mada di
Djogjakarta juga mendapat bantuan sebesar $5.000 untuk memperluas penelitian
dan untuk Fakultas Ekonomi.
California at Berkeley dari Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia adalah
calon-calon ekonom Indonesia kelak. Mereka itu adalah sarjana-sarjana baru di
Fakultas Ekonomi yang notabene sebagai penerus Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo. Apakah dana hibah dari Ford Foundation merupakan upaya dari Prof.
Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo? Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 26-06-1956 pernah memberitakan Dekan Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo berangkat ke
Amerika Serikat untuk menghadiri seminar yang diadakan Merril Center for
Economics. Prof. Dr. Soemitro sebagai anggota dari lima anggota Komite
Pengarah. Setelah menghadiri seminar, Prof. Soemitro akan memberikan kuliah
tamu di University of California at Berkeley.
menjadi bagian dari PRRI. Itu berarti Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo telah
menjadi musuh pemerintah pusat. Dalam hal ini, pemerintah pusat (Kementerian
Pendidikan) sebagai pemilik Universita Indonesia akan dengan sendirinya memecat
Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo sebagai guru besar di Universitas Indonesia.
diproklamirkan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Dalam
daftar yang beredar di berbagai surat kabar Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo
menjadi anggota kabinet PRRI yang dipimpin oleh Sjafroedin Prawiranegara.
Djojohadikoesoemo diangkat Prof. Djoko Soetono pada tahun 1958. Selama posisi
Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo belum begitu jelas (karena PRRI), Djoko
Soetono paling tidak sejak April 1954 sudah menjadi pejabat dekan Fakultas
Ekonomi, Universitas Indonesia. Prof. Djoko Soetono sendiri bukanlah seorang
ekonomi melainkan ahli hukum. Sebelumnya, Prof. Mr. Djoko Soetono adalah dekan Fakultas
Hukum dan Sosial. Prof. Mr. Djoko Soetono
diangkat sebagai dekan Fakultas Hukum dan Sosial pada tahun 1950 (lihat De
vrije pers : ochtendbulletin, 13-12-1950).
Batavia tahun 1926. Pada tahun 1927 Raden Djoko Soetono lulus ujian kelas satu
(Bataviaasch nieuwsblad, 18-07-1927). Lulus ujian kelas dua pada tahun 1928 (De
Indische courant, 20-12-1928). Djoko Soetono lulus ujian pertama tingkat
doktoral (De Indische courant, 20-08-1934).
Djoko Soetono berhasil ujian doktoral tingkat dua pada tahun 1936 (Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-08-1936). Djoko Soetono lulus
ujian doktoral tingkat tiga (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
16-12-1938). Doktoral tingkat tiga setara dengan gelar doktor (Ph.D). Pada
tahun 1938 yang meraih gelar Ph,D di Rechts Hoogeschool Batavia adalah Dr.
Hazairin Harahap, Ph.D. Djoko Soetono adalah dosen di Universitas Gadjah Mada
tahun 1946 (De waarheid, 26-11-1946). Pada saat perjanjian Linggarjati, Djoko
Soetono memberikan analisis hukum terhadap isi perjanjian yang telah dibuat
oleh delegasi Indonesia dan Belanda. Pada tahun 1950 Djoko Soetono diangkat
sebagai dekan Fakultas Hukum dan Sosial di Universitas Indonesia. Dalam
pelantikan Prof. Dr. H. Th. Chabot sebagai guru besar Fakultas Hukum dan
Pengetahuan Masyrakat di Makassar turut dihadiri oleh Presiden Universitas
Indonesia Prif. Mr. Soepomo, Ph.D, Wakil Presiden Universitas Indonesia Prof.
Mr. Wisaksono dan dekan Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Prof. Mr.
Djoko Soetnono (De vrije pers: ochtendbulletin, 14-10-1952). Prof. mr. R.
Djokosoetono sebagai dekan Akademi Hukum Militer. Akademi ini dipersiapkan
sejak tahun 1952 (De nieuwsgier,
30-10-1953). Disebutkan direktur akademi adalah Mr. Basaroedin Nasution. Salah
satu pengawas Akademi Hukum Militer ini adalah General Majoor TB Simatoepang,
Kepala Staf Angkatan Perang RI. Pada tahun 1956, Djoko Soetono masih sebagai
dekan Akademi Hukum Militer (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 24-10-1956). Disebutkan Akademi Hukum Militer
melakukan wisuda pertama. Pemerintah pusat mengirim delegasi ke Sumatra Tengah
setelah kudeta yang terjadi di Bukittinggi untuk menghubungi militer yang
mengabilalih pemerintahan. Soekarno telah meminta pendapat hukum kepada Prof,
Djoko Soetono terhadap kasus pengambilalihan ini.(Het vrije volk :
democratisch-socialistisch dagblad, 22-12-1956).
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), di kampus Universitas Indonesia terjadi
pergantian pimpinan. Presiden Universitas Indonesia Prof. Bahder Djohan
digantikan oleh Presiden Universitas Indonesia yang baru Prof. Soedjono Djoened
Poesponegoro (dekan Fakultas Kedokteran). Pergantian ini dilakukan pada bulan
Maret 1958.
pertama perguruan tinggi kedokteran Geneeskundige Hoogeschool di Batavia tahun
1927 (sebelum ditingkatkan statusnya sekolah kedokteran Batavia disebut
STOVIA). Soedjono Djoened Poesponegoro lulus dan mendapat gelar dokter pada
tahun 1934. Pada tahun 1934 Soedjono Djoened Poesponegoro melanjutkan
pendidikan kedokteran ke Belanda dan tahun 1935 mendapat gelar dokter di
Utrecht. Soedjono Djoened Poesponegoro langsung melanjutkan pada tingkat
doktoral dan meraih gelar doktor (Ph.D) dari Universiteit Leiden pada bulan Mei
1938 dengan disertasi berjudul ‘Het glucose-, melkzuur- en chloridengehalte van
den liquor cerebrospinalis bij meningitides’ (Algemeen Handelsblad, 13-05-1938).
Dr. Soedjono Djoened Poesponegoro, Ph.D telah menambah daftar orang Indonesia
yang meraih gelar doktor (Ph.D). Orang Indonesia pertama peraih gelar doktor di
bidang kedokteran adalah Dr. Sarwono, Ph.D pada tahun 1919 dan perempuan
Indonesia pertama peraih gelar doktor (Ph.D) adalah Dr. Ida Loemongga Nasution.
Ph.D pada tahun 1931 di Utrecht. Untuk gelar sarjana kedokteran (dokter) diraih
Ida Loemongga di Universiteit Amsterdam tahun 1927.
Universitas Indonesia Prof. Bahder Djohan harus digantikan sebelum waktunya
pada bulan Maret 1958? Apakah penggantian ini terkait dengan pernyataan Bahder
Djohan yang menolak pemisahan Universitas Indonesia dengan membentuk
universitas di Bandoeng? Entahlah.
ini Kementerian Pendidikan. Pada tanggal 9 April 1957 telah terjadi pergantian kabinet
dari Kabinet Ali-II yang dipimpin oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo ke
kabinet baru yang dipimpin oleh Perdana Menteri Ir. Djoeanda Djuanda
Kartawidjaja dengan mengangat Prijono sebagai Menteri Pendidikan.
Kabinet Djoeanda pada bulan Maret 1958. Prof.
Bahder Djohan diangkat sebagai Presiden Universitas Indonesia pada bulan Maret
1954. Ini berarti Prof. Bahder Djohan baru menjabat selama tiga tahun (yang
normalnya pengangkatan/kembali dalam lima tahun). Saat pengangkatan Prof.
Bahder Djohan sebagai Presiden Universitas Indonesia, posisi Menteri Pendidikan
dijabat oleh Mohamad Jamin masih menjabat sebagai Wakil Presiden. Untuk sebagai
pembanding: Presiden Universitas Gadjah Mada masih dijabat oleh Prof. Dr.
Sardjito, Ph.D (sejak 1949). Tampaknya, siapapun Menteri Pendidikan, Prof. Dr.
Sardjito, Ph.D sebagai Presiden Universitas Gadjah Mada akan tetap aman, sebab
Prof. Dr. Sardjito, Ph.D memiliki kedekatan dengan Presiden Soekarno, bahkan
sejak era kolonial Belanda.
1957 yang disebut Universitas Padjadjaran. Universitas di Bandoeng berdiri
sendiri, bukan bagian dari dua fakultas yang menjadi bagian dari Universitas
Indonesia. Proses pendirian universitas di Bandoeng ini bermula Januari 1947 (Java-bode
: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 04-01-1957).
Disebutkan pada pertemuan antara Menteri Pendidikan dan stafnya, Gubernur Jawa
Barat Sanoesi Hardjadinata, perwakilan dari Universitas Indonesia dan komite
untuk pembentukan sebuah universitas negeri di Bandung telah sepakat untuk
mendirikan universitas negeri yang baru pada pertengahan tahun 1957. Pada tanggal
6 Januari 1957, panitia akan mengadakan pertemuan untuk melaporkan kemajuan
yang dicapai untuk mewujudkan pembentukan universitas negeri yang keenam. Namun
sejauh ini yang dimaksud pembentukan universitas negeri yang keenam tersebut
adalah dengan cara memisahkan dua fakultas yang ada di Bandoeng yang merupakan
bagian dari Universitas Indonesia. Hal ini sudah barang tentu terkait dengan
pernyataan dari Presiden Universitas Indonesia Prof. Bahder Djohan: ‘bahwa
semua profesor Indonesia akan keluar jika pemerintah memutuskan untuk memisahkan
Fakultas Teknik dan Fakultas Matematika dan Ilmu Alam dengan membentuk
universitas baru di Bandoeng’ (lihat kembali Algemeen Indisch dagblad: de
Preangerbode, 04-02-1957). Penolakan dari Prof. Bahder Djohan ini boleh jadi
telah membuat pertimbangan baru untuk membentuk universitas negeri yang keenam
tanpa mengikutsertakan dua fakultas Universita Indonesia yang berada di
Bandoeng.
Prof. Djoko Soetono jelas menghadapi tantangan yang lebih berat. Pada satu sisi
suhu politik nasional sangat panas (PRRI vs Pemerintah Pusat) dan pada sisi
lain wacana pemisahan dua fakultas yang menjadi bagian Universitas Indonesia
terus bergulir. Pertimbangannya hanya semata-mata efisiensi: di satu pihak
mengefektifkan ruang kerja Universitas Indonesia dan di pihak lain untuk
meratakan jalan agar fakultas teknik dan fakultas ilmu alam lebih mandiri dan
bersinergi satu sama lain dengan kemungkinan membuka fakultas-fakultas baru.
1920. Desain pendirian Technisch Hoogeschool di Bandoeng pada tahun 1920
sesungguhnya adalah copy paste Universiteit te Delf. Dekan (baca: Rektor) pertama
Technisch Hoogeschool di Bandoeng adalah guru besar Universiteit te Delf.
Prof.
Ir, J. Klopper yang ditunjuk komisi di Belanda lalu kemudian Pemerintah Hindia
Belanda mengukuhkannya sebagai Rektor (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 30-01-1920). Technische Hoogeschool te Bandoeng didirikan dengan
satu fakultas Faculteit der Weg- en Waterbouwkande (opleidingtot
civie-inganieur). Walau bukan mahasiswa pribumi pertama, Ir. Soekarno adalah
lulusan pertama (bersama Ir. Anwari) Technisch Hoogeschool di Bandoeng pada
tahun 1926. Technisch Hoogeschool di Bandoeng sebagai bagian dari Univesiteit
van Indonesie di akhir era kolonial Belanda terbilang perguruan tinggi pertama
karena dibuka tahun 1920. Pada pasca pengakuan kedaulatan RI, Technisch
Hoogeschool di Bandoeng tetap termasuk bagian dari Universitas Indonesia. Sejak
keberadaan fakultas teknik di Bandoeng tahun 1920, sejumlah mahasiswa Indonesia
ada yang studi langsung ke Belanda. AFP
Siregar gelar MO Parlindoengan berangkat tahun 1937 dan setelah meraih gelar
insiyur teknik kimia di Delf tahun 1942 pulang ke tanah air (saat pendudukan
Jepang). Setelah pengakuan kedaulatan RI, MO Perlinddoengan diangkat menjadi
Direktur Perusahan Sendjata dan Mesioe/PSM di Bandoeng. Mahasiswa asal Indonesia
pertama di Universiteit Delf adalah R, Kartono (kakak RA Kartini) namun gagal
tahun 1899 (dan beralih ke sastra). Baru kemudian Ir. Soerachman berhasil lulus
di Delf tahun 1920 (berangkat studi tahun 1915). Setelah Ir. Soerachman
menyusul Raden Mas Sarwedo. Namun pada tahun 1923 di Technische Universiteit
Delft, Raden Mas Sarwedo dikabarkan meninggal dunia (lihat De Preanger-bode,
11-01-1923). Andaikan Mas Sarwedo hidup maka Mas Sarwedo akan lulus bersamaan
waktunya dengan Soekarno di Technische Hoogeschool di Bandoeng. Ir. Soekarno
lulus tahun 1926 di Bandoeng. Nama-nama alumni Technische
Hoogeschool/Universiteit te Delft yang perlu dicatat adalah Masdoeki Oemar yang
lulus pada tahun 1953, setahun sebelum MO Parlindoengan pension direktur PSM di
Bandoeng. Masdoeki pada tahun 1957 ditunjuk sebagai Pemimpin Proyek Bendoengan
Djatiluhur yang diselesaikannya pada tahun 1967. Pada tahun 1957 Raden Soewardi
dinyatakan lulus di Technische Universiteit Delft pada bidang fisika
(natuurkundig ingenieur) (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 10-11-1956). Setahun kemudian tahun 1957 dua lulusan
baru Technische Universiteit Delft yakni insinyur galangan kapal F. Raden Mas
Soejadi dan insinyur arsitektur pesawat Soegito (lihat Algemeen Indisch dagblad
: de Preangerbode, 20-07-1957).
menjadi bagian dari Universitas Indonesia dipisahkan dan dibentuk universitas
sendiri yang disebut Institut Teknologi Bandoeng (ITB). Peresmian lembaga pendidikan
tinggi ITB ini dilakukan pada tanggal 2 Maret 1959. ITB sendiri merupakan garis
continuum dari Technisch Hoogeschool di Bandoeng yang dibuka tahun 1920. Sedangkan
Fakultas Ilmu Alam baru dibentuk tahun 1947 (pada era perang kemerdekaan).
advertentie-blad, 04-10-1947: ‘Faculteit exacte
wetenschappen. Bandoeng, 2 Oktober (Aneta). Senin depan, di Bandoeng, fakultas
ilmu eksakta dari Universitas Indonesia di Huygensweg No.2 akan dibuka secara
resmi. Pada hari Selasa, kuliah dimulai dengan sekitar empat puluh mahasiswa.
Fakulta baru ini sudah diberitakan pada bulan Maret (Nieuwe courant, 13-03-1947).
Disebutkan dari Batavia, Pemerintah telah menyetujui pendirian nutuur-filosofische
faculteit di Bandoeng. yang akan segera dibuka. Nama awalnya nutuur-filosofische
faculteit telah bergeser menjadi faculteit exacte wetenschappen. Namun dalam
perkembangannya berubah lagi menjadi de wis- en natuurkundige faculteit atau
Fakultas Matematika dan Ilmu (Pengetahuan) Alam (lihat Algemeen Indisch dagblad:
de Preangerbode, 01-09-1951). Sementara itu Fakultas Teknik juga terus
berkembang. Setelah dibuka Departemen Teknik Sipil (Civiel Ir), Departemen
Teknik Elektro, Teknik Pertambangan, Teknik Mesin (werktuigbouwkundig),
Departmen Penera (Ijkers), Departemen Teknik Kimia (scheikunde) tahun 1950; kemudian
dibuka Teknik Geodesi (De vrije pers: ochtendbulletin, 30-06-1950). Disebutkan
jumlah mahasiswa yang memulai perkuliahan sebanyak 15 mahasiswa yang diikat
dengan program beasiswa, jika telah lulus akan berkerja untuk pemerintah.
Bandoeng, Universitas Indonesia hanya menyisakan fakultas-fakultas yang ada di
Djakarta dan Bogor: Fakultas Kedokteran, Fakultas Hukum; Fakultas Ekonomi;
Fakultas Sastra di Djakarta dan Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan
di Bogor. Sebelumnya Fakultas Kedokteran di Soerabaja telah dipisahkan dalam
pembentukan Universitas Airlangga (1954) dan Fakultas Hukum di Makassar dalam
pembentukan Universitas Hasanoedin di Makassar (1956).
School dilebur dan kemudian menjadi Landbouw Hogeschool (Sekolah Tinggi
Pertanian). Sementara itu.
Fakultas Seni dan Filsafat (Faculteit der
Letteren en Wijsbegeerte) dibuka pada tanggal 1 Oktober 1940.dan memulai
perkuliahan pertama pada tanggal 4 Desember 1940. Soerabaijasch handelsblad
28-08-1941 melaporkan Ida Nasoetion lulus ujian preliminary (kelas satu) di
Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte. Sejak 31 Oktober 1941 Sekolah Tinggi
Pertanian di Bogor dikenal sebagai Landbowkundige Faculteit. Namun tidak lama
kemudian terjadi pendudukan Jepang (1942), Pada tahun 1946 kembali datang Belanda
(NICA). Pada Januari 1946 dibentuk universitas Nood-Universiteit van
Nederlandsch Indie. Untuk menarik minat mahasiswa lama (sebelum pendudukan
Jepang) dibuat kebijakan baru, karena sulitnya ekonomi dan pembiayaan bagi
angkatan 1940 dan 1941 uang kuliah akan digratiskan (lihat Het dagblad :
uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 12-11-1946). Lalu kemudian
pada tanggal 12 Maret 1947 Nood-Universiteit van Nederlandsch Indie diubah
menjadi Universiteit van Indonesie (lihat Het nieuws: algemeen dagblad,
24-10-1947). Disebutkan Universiteit van Indonesie terdiri dari Fakultas
Kedokteran (faculteiten der geneeskunde di Batavia, Fakultas Kedokteran Hewan dan
Pertanian (faculteiten der dierengeneeskundie en van landbouw wetenschap) di Salemba
4 Djakarta. Selain itu terdapat Fakultas Hukum dan Sosial (faculteiten der
rechts en sociale wetenschap) dan Fakultas Sastra dan Filsafat (faculteit der
letteren en wijsbegeerte) di Wilhelminalaan 55 Djakarta. Fakultas lainnya
adalah Fakultas Sains dan (faculteit der exacte wetenschap) dan Fakultas Teknik
(faculteit van technische wetenschap) di Bandoeng. Iklan penerimaan
Universiteit Indonesie, 24-10-1947
Universiteit van Indonesie dari Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor).
Alasannya lebih banyak kesempatan perumahan daripada di ibukota yang penuh
sesak. Akan tetapi, pertanyaan besarnya adalah dimana universitas itu
ditempatkan. Lalu dibentuk suatu komite untuk melakukan studi kelayakan.
Hasilnya tidak ada keberatan dari pemerintah (Belanda) untuk menggunakan Istana
Buitenzorg sebagai kandidat universitas. Sejumlah professor dari Belanda sudah dikontak
untuk bergabung. Pemindahan pertama akan dilakukan bagi Fakultas Pertanian dan
Kedokteran Hewan (landbouwkundige en de veterinaire faculteit) yang kebetulan dulunya
berlokasi di Buitenzorg (Bogor). Namun tidak bisa direalisasi segera karena
militer masih menjadikannya sebagai garnisum (lihat Het dagblad: uitgave van de
Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 16-12-1947). Situasi dan kondisi masih
perang antara militer Belanda dengan militer/laskar Indonesia). Dalam
perkembangannya, komite untuk persiapan Universiteit van Indoensie di Butenzorg
(yang salah satu anggotanya Prof. Husein Djajanegara) membatalkan niat untuk
pemusatan semua fakultas di Istana Buitenzorg karena terlalu sempit (lihat De
locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 08-04-1948). Fakultas
Pertanian dan Kedokteran Hewan sudah memulai aktivitas namun secara seremonial
baru diresmikan pada tahun tanggal 20 November 1948. Peresmian Fakultas
Pertanian dan Kedokteran Hewan (faculteiten van landbouwwetenschap en van
diergeneeskunde) ini berlangsung di gedung Umum Balai Penelitian Pertanian yang
dihadiri senat Universiteit van Indonesie di Buitenzorg (lihat Het dagblad:
uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 13-11-1948). Namun
perkuliahan belum efektif karena masih terjadi perang di sekitar Buitenzorg (De
nieuwsgier, 22-11-1948). Untuk menyukseskan Fakultas Pertanian dan Kedokteran
Hewan di Buitenzorg pemerintah mengganggap perlu melakukan rekonstruksi gedung.
Departemen PU (departement van Waterstaat en Wederopbouw) telah membuat kompetisi
desain. Juri telah menentukan pemenang. Pemenang pertama dengan judul ‘A 365’
dari Ingenieursbureau Ingeneger en
Vrijburg di Bandoeng dan pemenang ketiga adalah dengan judul ‘Studie’ oleh
Friedrich Silaban, directeur Gemeentewerken te Buitenzorg. Desain akan
dipamerkan pada minggu pertama bulan Februari di Landbouw Hogeschool di
Buitenzorg (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad,
26-01-1949).
ke Indonesia (1949) dibentuk Universiteit Indonesia tahun 1950. Presiden
Universiteit Indonesia diangkat Ir. Soerachman yang diresmikan pada tanggal 2
Februari 1950. Lalu kemudian Universiteit Indonesia terdiri dari Fakultas Kedokteran,
Fakultas Hukum dan Sosial, Fakultas Ekonomi, Fakultas Sastra di Djakarta; Fakultas
Kedokteran Hewan dan Fakultas Pertanian di Bogor; Fakultas Teknik dan Fakultas
Ilmu Alam di Bandoeng; Fakultas Kedokteran di Soerabaja dan Fakultas Hukum di
Makassar.
Fakultas Pertanian dipisahkan dari Universitas Indonesia dengan membentuk
Institut Pertanian Bogor. Secara resmi Institut Pertanian didirikan pada
tanggal 1 September 1963 dengan Presiden Prof. Dr. Sjarif Thajeb. Saat itu
Prof. Dr. Sjarif Thajeb masih merangkap sebagai Ketua Presidium/Rektor
Universitas Indonesia dan kemudian jabatan rektor Institut Pertanian Bogor didelegasikan
kepada Prof. Dr. AJ Darman. Pada tahun 1964 Rektor Institut Pertanian Bogor
dijabat oleh Prof. Dr. Ir. Tb. Bachtiar Rifai. Catatan: Terminologi Rektor
dimulai tahun 1962.
Landbouwwetenschap van de Universiteit van Indonesië te Bogor tahun 1948. Pada
tahun 1951 Tb. Bachtiar Rifai lulus ujian kelas tiga (De nieuwsgier,
09-02-1951). Lulus ujian kelas dua diantaranya Goenawan Satari. Pada tahun 1953
Bachtiar Rifai lulus ujian akhir dan mendapat gelar Insinyur (Java-bode:
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 17-03-1953).
Disebutkan Landbouwkundige Faculteit in Bogor telah meluluskan insinyur
pertanian Indonesia pertama, Ir. Bachtiar Rifai. Dia telah ditunjuk sebagai
asisten di fakultas ini. De nieuwsgier 01-06-1953 memberitakan Ir. TB
Bachtiar Rifai diangkat berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan berlaku sejak
1 April 1953 sebagai asisten voor de afdeling landbouw-gemeenschappen van de
Faculteit voor de landbouw van de Universiteit van Indonesie te Djakarta. Sebelas tahun sejak pengangkatan Bachtiar
Rifai menjadi Rektor Institut Pertanian Bogor. Prof. Dr. Sjarif Thajeb sendiri adalah seorang
dokter. Dr. Sjarif Thajeb lulusan sekolah kedokteran Djakarta di era pendudukan
Jepang (suksesi STOVIA/Geneeskundige Hoogeschool).
adalah alumni sekolah kedokteran hewan. AJ Darman lulus dari sekolah kedokteran
hewan di Bogor tahun 1932 (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 24-05-1932).
Disebutkan AJ Darman dan Hari Rajo Pane lulus ujian akhir di Nederlandsch
Indische Veeartsen School te Buitenzorg. Setahun sebelumnya 1931, di Nederlandsch
Indische Veeartsen School lulus ujian akhir F. Sihombing, Asoen dan Soedibio (De
Indische courant, 11-06-1931). Setahun sebelumnya lagi, 1930 di Nederlandsch
Indische Veeartsen School lulus ujian akhir antara lain Aboebakar Siregar,
Soebardji dan Anwar Nasution (De Indische courant, 04-06-1930). Dr. Anwar
Nasution adalah ayah dari Prof. Dr. Ir. Andi Hakim Nasution (Rektor IPB
1978-1987). Andi Hakim Nasution lahir di Batavia 30 Maret 1932, lulus HIS di
Buitenzorg 1945, lulus sekolah menengah pertama tahun 1948, lulus sekolah
menengah atas 1952 dan meraih Insinyur dari Fakultas Pertanian IPB, 1958.
Siregar, Soebardji dan Anwar Nasution pada dasarnya terbilang sebagai lulusan Nederlandsch
Indische Veeartsen School. Sebab pada tahun 1930 status Veeartsen School
(syarat masuk setingkat SMP) telah ditingkatkan menjadi Nederlandsch Indische
Veeartsen School (syarat masuk setingkat SMA). Veeartsen School sendiri
didirikan tahun 1907. Siswa yang pertama dinyatakan lulus adalah JA Kaligis
tahun 1910 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 31-10-1910). Siswa-siswa
yang memulai studi dari tingkat pertama saat dibukanya Veeartsen School tahun
1907 baru lulus tahun 1912. Lantas mengapa JA Kaligis lulus tahun 1910. Ini
karena pada tahun 1907 dua siswa di Lambouwschool pada tahun 1907 yang naik ke
kelas dua ditransfer ke Veeartsen School untuk kelas dua (Lambouwschool
didirikan 1903). Salah satu diantara dua
yang ditransfer tersebut adalah JA Kaligis. Pada bulan Agustus 1912 hanya satu
siswa yang dinyatakan lulus yaitu Sorip Tagor (lihat Bataviaasch nieuwsblad,
19-08-1912). Lalu kemudian Sorip Tagor diangkat sebagai asisten dosen (lihat
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 16-08-1912). Pada
tahun 1913, Sorip Tagor diangkat lagi sebagai asisten dosen di Veeartsen School
(lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-08-1913). Catatan: Pada tahun 1918 status Veeartsen
School ditingkatkan dari persyaratan HIS menjadi MULO atau sederajat (lihat
Bataviaasch nieuwsblad, 23-05-1918). Sebelum Veeartsen School dibuka pada tahun
1907, pendidikan kedokteran hewan bagi pribumi dilakukan dengan program khusus
(kursus dua tahun). Salah satu alumni kursus tersebut adalah Radja Prohoeman
yang lulus tahun 1886. Pada tahun 1907 (saat Veeartsen School dibuka) dokter Radja
Proehoeman diberitakan sebagai dokter hewan pemerintah di Padang Sidempoean
(Bataviaasch nieuwsblad, 07-03-1907). Radja Proehoeman adalah ayah dari Dr.
Sjoeib Proehoeman, Ph.D (meraih gelar doktor di bidang kedokteran di
Universiteit Amsterdam 1930).
Tagor berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studinya untuk mendapatkan gelar
dokter hewan penuh (setara dokter hewan Belanda). Bulan Juni 1916, Sorip Tagor
lulus dan diterima sebagai kandidat dokter hewan di Rijksveeartsenijschool,
Utrecht (lihat Algemeen Handelsblad, 19-06-1916). Ini menandakan babak baru
bagi pribumi untuk memulai studi kedokteran di negeri Belanda. Sorip Tagor
menjadi pionir. Sorip Tagor lulus dari Rijksveeartsenijschool, Utrecht dan
mendapat gelar dokter hewan (Dr) pada tahun 1920 (lihat De Tijd:
godsdienstig-staatkundig dagblad, 02-07-1920). Sorip Tagor kembali ke tanah air
dan diangkat sebagai dokter hewan di lingkungan istana Gubernur General.. Setelah lama nama JA Kaligis terdeteksi dengan kapal
Grotius berangkat tanggal 31 Januari dari Batavia menuju Amsterdam (lihat Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 30-01-1920). Surat kabar Het
Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 14-10-1920 memberitakan bahwa JA
Kaligis salah satu dari mahasiswa yang lulus ujian bagian pertama di Utrecht.
Ini berarti Dr. Sorip Tagor adalah pribumi pertama bergelar dokter hewan (saat
itu dokter hewan ditulis dengan titel Dr). Sebagaimana halnya dengan Ir.
Soerachman yang lulus di fakultas teknik kimia di Universiteit te Delf tahun
1920, para mahasiswa Indonesia telah mulai merambah ke fakultas-fakultas baru
yang mana selama ini mahasiswa Indonesia di Belanda hanya di fakultas-fakultas
kedokteran, hukum, sastra dan keguruan. Fakultas teknik (Ir. Soerachman) dan
fakultas kedokteran hewan (Dr. Sorip Tagor) di Belanda merupakan dua tujuan
baru mahasiswa Indonesia untuk
melanjutkan studi.
Padang Sidempoean kelak lebih dikenal kakek (Ompung) dari Inez/Risty Tagor dan
Deisti Astriani Tagor (istri Setya Novanto, Ketua DPR). Kelahiran Padang
Sidempoean lainnya lulusan Veeartsen School te Buitenzorg yang berangkat studi
ke Belanda adalah Dr. Tarip Siregar. Keberangkatan Dr. Tarip Siregar karena hadiah
beasiswa yang diberikan pemerintah atas publikasi hasil penelitiannya dalam
pemberantasan cacing pita pada ternak. Dr. Tarip Siregar berangkat ke Belanda
tahun 1927. Dr. Tarip dinyatakan lulus ujian akhir dan mendapat gelar dokter
(Dr) tahun 1930 di Veeartsenij Hoogeschool di Utrecht, Belanda (De Sumatra
post, 07-10-1930). Cukup singkat karena hasil penelitiannya mendapat akselerasi
di Utrecht. Hal ini yang membedakakan perbedaan masa studi Sorip Tagor (enam
tahun) dengan masa studi Tarip Siregar yang hanya tiga tahun meski keduanya
angkatan lama di Veeartsen School te Buitenzorg (Sorip Tagor lulus 1912 dan
Tarip Siregar lulus 1914). Sorip Tagor berangkat studi ke Belanda tahun 1913
segera setelah lulus Veeartsen School te Buitenzorg, sementara Tarip Siregar
baru berangkat tahun 1927 (setelah cukup lama berdinas dan banyak melakukan
riset, seperti riset cacing pita pada sapi). Tarip Siregar berangkat studi ke
Utrecht atas dasar hadiah (beasiswa) yang diberikan pemerintah karena sukses
dalam penelitian lapangan. Setelah sempat bekerja di Belanda, baru pada tahun
1932, Dr. Tarip kembali ke tanah air dan atas permintaannya sendiri (karena
sudah tidak muda lagi?) untuk ditempatkan di tanah kelahirannya di Padang
Sidempuan (Residentie Tapanoeli). Dr. Tarip sangat terkenal di Taroetoeng,
demikian juga di (pulau) Nias. Dr. Tarip telah melakukan penelitian dan telah
menyelamatkan populasi babi di Nias dari penyakit. Ternak babi asal Nias tersebut
telah dijamin oleh Dr. Tarip dan dapat dipasarkan ke Medan dan sebagian ke
Singapoera.
Dr. AJ Darman setelah
lulus di Veeartsen School te Buitenzorg tahun 1932 diangkat pemerintah sebagai
dokter hewan pemerintah. Dr. AJ Darman ditempatkan di Kediri (lihat
Soerabaijasch handelsblad, 24-07-1933). Dr. AJ
Darman kemudian dipindahkan ke Probolinggo. Pada tahun 1939 Dr. AJ Darman
dipindahkan ke Soengei-Penoe, Djambie (De Indische courant, 09-05-1939). Dr. AJ
Darman dipindahkan lagi ke Pontianak (Bataviaasch nieuwsblad, 12-12-1940). Dr Darman, saat ini dokter
hewan di Pontianak, telah ditunjuk sebagai dokter hewan kota di Medan
(Soerabaijasch handelsblad, 05-08-1941). Sejak berakhirnya era kolonial Belanda
nama Dr. AJ Darman belum ditemukan hingga akhirnya tercatat pada tahun 1963
sebagai Presidium/Rektor Institut Pertanian Bogor (Prof. Dr. AJ Darman). Boleh
jadi selama tidak terdeteksi namanya di publik (1941-1963) mengabdi di
almamaternya di eks Veeartsen School yang menjadi faculteit der lambouwskundige
Universiteit van Indonesie (Universitas Indonesia) di Buitenzorg/Bogor.
terdiri dari Fakultas Kedokteran, Fakultas Hukum; Fakultas Ekonomi; dan
Fakultas Sastra. Namun secara bertahap terjadi penambahan fakultas baru.
Fakultas-fakultas baru tersebut adalah Fakultas Kedokteran Gigi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Fakultas Psikologi pada tahun 1960.
Pada tahun 1964 dibentuk Fakultas Teknik dan tahun 1965 dibentuk Fakultas
Kesehatan Masyarakat; lalu dibentuk Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik tahun
1968. Selanjutnya terbentuk Fakultas Ilmu Komputer tahun 1993; Fakultas Ilmu
Keperawatan tahun 1995; Fakultas Farmasi tahun 2011; dan Fakultas Ilmu
Administrasi tahun 2015.
sekeloh kedokteran tahun 1861 yang kemudian disebut Docter Djawa School, Pada
tahun 1902 ditingkatkan dengan STOVIA. Lalu pada tahun 1927 ditingkatkan lagi
menjadi Geneeskundige Hoogeschool, Sekolah Tinggi Kedokteran ini ketika
dibentuk Universiteit van Indonesie tahun 1947 menjadi Faculteiten der Geneeskunde.
Setelah pengakuan kedaulatan RI, Universiteit van Indonesie diakuisisi oleh
pemerintah yang secara resmi disebut Universiteit Indonesia pada tanggal 2
Februari 1950. Faculteiten der Geneeskunde disebut Fakultas Kedokteran,
Universita Indonesia (hingga sekarang).
sekolah hukum pada tahun 1913 yang disebut Rechts School. Pada tahun 1924
sekolah hukum ini ditingkatkan menjadi Rechts Hoogeschool. Sekolah Tinggi Hukum
ini ketika dibentuk Universiteit van Indonesie tahun 1947 menjadi Faculteiten
der rechts en der sociale weten. Setelah pengakuan kedaulatan RI, Universiteit
van Indonesie diakuisisi oleh pemerintah yang secara resmi disebut Universiteit
Indonesia pada tanggal 2 Februari 1950. Faculteiten der rechts en der sociale
weten disebut Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Universita Indonesia. Lalu
ilmu-ilmu sosial dipisahkan sehingga disebut Fakultas Hukum (hingga sekarang).
dari pembentukan Faculteit der letteren en wijsbegeerte tahun 1940. Sekolah
Tinggi Sastra dan Filsafat ini menjadi bagian dari pembentukan Universiteit van
Indonesie tahun 1947. Setelah pengakuan kedaulatan RI, Universiteit van
Indonesie diakuisisi oleh pemerintah yang secara resmi disebut Universiteit
Indonesia pada tanggal 2 Februari 1950. Faculteit der letteren en wijsbegeerte disebut
Fakultas Sastra dan Filsafat, Universita Indonesia. Lalu ilmu-ilmu filsafat dipisahkan
sehingga disebut Fakultas Sastra (hingga sekarang dengan nama Fakultas Ilmu
Budaya).
Fakultas tertua keempat yang secara historis dimulai dari pembentukan Faculteiten
der rechts en der sociale weten menjadi bagian dari pembentukan Universiteit
van Indonesie tahun 1947. Setelah pengakuan kedaulatan RI, Universiteit van
Indonesie diakuisisi oleh pemerintah yang secara resmi disebut Universiteit
Indonesia pada tanggal 2 Februari 1950. Ilmu sosial ekonomi lalu dipisahkan dari
Faculteiten der rechts en der sociale weten dengan membentuk Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia (hingga sekarang dengan nama Fakultas Ekonomi dan
Bisnis).
Gigi. Fakultas yang dibentuk baru tahun 1960
dengan nama Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia.
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas yang
dibentuk baru tahun 1960 dengan nama Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Indonesia.
pendidikan psikologi dari Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia dengan
nama Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia..
Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
Masyarakat. Fakultas yang dibentuk baru tahun 1965
dengan memisahkan ilmu-ilmu kesehatan masyarakat dari Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia dengan nama Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia.
Sosial dan Ilmu Politik. Fakultas yang
secara historis dimulai dari pembentukan Faculteiten der rechts en der sociale
weten menjadi bagian dari pembentukan Universiteit van Indonesie tahun 1947.
Setelah pengakuan kedaulatan RI, Universiteit van Indonesie diakuisisi oleh
pemerintah yang secara resmi disebut Universiteit Indonesia pada tanggal 2
Februari 1950. Ilmu-ilmu sosial dipisahkan tahun 1968 dengan membentuk Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (hingga sekarang).
Komputer. Fakultas yang dibentuk baru tahun 1993
dengan nama Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia.
Keperawatan. Fakultas yang dibentuk baru tahun 1995
dengan memisahkan pendidikan keperawatan dari Fakultas Kedokteran dengan nama
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
memisahkan ilmu farmasi dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan
nama Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.
memisahkan ilmu administrasi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan
nama Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.
Soemitro Djojohadikoesoemo membentuk Lembaga Penjelidikan Ekonomi dan
Masjarakat. Lalu pada tahun 1955 Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo
digantikan oleh Drs. Widjojo Nitisastro (Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 12-07-1955). Widjojo Nitisastro
sendiri baru lulus tahun 1955 di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Jika
Fakultas Ekonomi diresmikan pada tanggal 18 September 1950, itu berarti Widjojo
Nitisastro termasuk angkatan pertama Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Dengan kata lain, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo telah ‘melahirkan’ Widjojo
Nitisastro yang langsung menggantikannya di Lembaga Penjelidikan Ekonomi dan
Masjarakat sebagai direktur.
Rechts en der Sociale Wetenchap (Fakultas Hukum dan Sosial) Universiteit Indonesia
dan kemudian dibentuk Fakultas Eknomi, Universitas Indonesia yang diresmikan
pada tanggal 18 September 1950. Tidak diketahui berapa jumlah mahasiswa
terdaftar pada tahun pendirian Fakultas Ekonomi. Jumlah mahasiswa Fakultas
Ekonomi pada tahun 1953 sebanyak 1.015 mahasiwa (lihat Algemeen Indisch dagblad:
de Preangerbode, 17-02-1953). Jumlah mahasiswa terbanyak kedua di Universita
Indonesia. Jumlah terbanyak terbanyak pertama adalah Fakultas Teknik di
Bandoeng dengan 1.845 mahasiswa. Di bawah Fakultas Ekonomi adalah Fakultas
Kedokteran di Soerbaja sebanyak 874 mahasiswa dan Fakultas Hukum dan Sosial di
Djakarta sebanyak 857 mahasiswa. Pada Dies Natalis tahun 1955, Presiden Universitas
Indonesia melaporakn jumlah mahasiswa yang register (lihat
Het nieuwsblad voor Sumatra, 05-10-1955). Disebutkan jumlah mahasiswa yang
register di Fakultas Ekonomi sebanyak 581 mahasiswa. Jumlah
mahasiswa yang register terbanyak di Fakultas Hukum sebanyak 669 mahasiswa
(termasuk di Fakultas Hukum di Makassar). Di bawah Fakultas Ekonomi adalah
Fakultas Teknik di Bandoeng sebanyak 565 mahasiswa. Presiden Universita
Indonesia menyebutkan bahwa tingkat kelulusan tahun ini (1955) hanya Fakultas
Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan di Bogor yang terbilang memuaskan.
Fakultas-fakultas lainnya tingkat kelulusan kurang dari 10 persen. Hasil yang
paling buruk adalah Fakultas Ekonomi, yang tahun ini hanya meluluskan hanya
tujuh mahasiswa (kira-kira dua persen). Salah satu mahasiswa yang lulus tahun
1955 tersebut adalah Drs. Widjojo Nitisastro dengan predikat Cum Laude.
berangkat ke Amerika Serikat (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 26-06-1956). Disebutkan Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo berangkat ke Amerika Serikat untuk menghadiri seminar yang
diadakan Merril Center for Economics. Prof. Dr. Soemitro sebagai anggota dari
lima anggota Komite Pengarah. Setelah menghadiri seminar, Prof. Soemitro akan
memberikan kuliah tamu di University of California at Berkeley. Setahun
kemudian Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 12-10-1957 melaporkan Ford Foundation yang berbasis di New
York telah mengalokasikan anggaran untuk Indonesia. Disebutkan bahwa ‘besarnya
dana dari Ford Foundation tersebut sebesar $162.790 diberikan kepada Institut
untuk pelatihan dosen Fakultas Teknik di Bandoeng dan untuk bantuan pelatihan
teknis lainnya; bantuan juga diberikan sebesar $77.000 untuk beasiswa studi ke
University of California dan untuk staf peneliti dari Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia dan untuk staf peneliti dari Lembaga Penelitian Ekonomi
dan Sosial, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Universitas Gadjah Mada di
Djogjakarta juga mendapat bantuan sebesar $5.000 untuk memperluas penelitian
dan untuk Fakultas Ekonomi’.
kunjungan Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo ke Amerika Serikat dan
memberikan kuliah tamu di University of California at Berkeley tahun 1956 dengan
alokasi dana dari Ford Foundation tahun 1957 ini. Yang jelas, Drs. Widjojo
Nitisastro pada bulan September telah melanjutkan studi ekonomi dan demografi ke
University of California di Berkeley. Drs. Widjojo Nitisastro lulus ujian dengan
meraih gelar doktor (Ph.D) tahun 1961 dengan desertasi berjudul ‘Migration,
population growth and economic development: A case of the economic consequences
of alterantive patters of inter-island migration’. Setelah lulus, Drs. Widjojo
Nitisastro, Ph.D kembali ke tanah air dan kembali mengajar di Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia. Drs. Widjojo Nitisastro, Ph.D telah menyamai seniornya, Drs.
Soemitro Djojohadikoesoemo, Ph.D yang meraih gelar doktor (Ph.D) di Universiteit
Rotterdam pada tahun 1943. Boleh jadi Widjojo Nitisastro adalah ekonom keempat
Indonesia yang meraih gelar doktor (Ph,D). Sebelumnya, selain Drs. Soemitro
Djojohadikoesoemo, Ph.D juga Drs. Ong Eng Die, Ph.D pada tahun 1943 di
Universiteit Amsterdam. Doktor pertama di bidang ekonomi diraih oleh Dr. Samsi
Sastrawidagda di Universiteit Leiden pada tahun 1923. Orang Indonesia pertama
yang meraih gelar doktor (Ph.D) adalah Dr. Husein Djajadiningrat di
Universiteit Leiden di bidang sastra pada tahun 1913. Sedangkan perempuan
Indonesia pertama yang meraih gelar doktor (Ph.D) adalah Dr. Ida Loemongga
Nasution, Ph.D di Universiteit Utrecht di bidang kedokteran pada tahun 1931.
profesor di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Pada tahun 1964 Prof. Drs.
Widjojo Nitisastro, Ph.D diangkat sebagai dekan Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia. Prof. Drs. Widjojo Nitisastro, Ph.D menggantikan Prof. RS Soeria Atmadja.
Economiche Zaken, dipindahkan dari Bandoeng ke Batavia sebagai Adviseur voor
Volkscredietwezen en Coöperatie (Bataviaasch nieuwsblad, 22-03-1939). Pada
tahun 1940 diangkat sebagai pegawai di Economisch Zaken (Bataviaasch nieuwsblad,
16-11-1940). Setelah pangakuan kedaulatan RI, pada era RIS tahun 1950 diangkat sebagai
Kepala Bidang Organisasi (Hoofd Afd. Organitatie) di Economische Zaken (locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 03-01-1950). Disebutkan posisi Dr.
Soemitro Djojohadikoesoemo di Econemiche Zaken adalah Directeur-Generaal van
het Planbureau (Direktur Jenderal Perencanaan). Pada tahun 1954 RS Soeria Atmadja
oleh Menteri Economische Zaken (Menteri Perekonomian) sebagai Presiden Direktur
BRI yang baru (De vrije pers : ochtendbulletin, 15-06-1954). Sejauh ini sulit
mencari informasi riwayat pendidikan RS Soeria Atmadja sebelum menjadi pegawai
di Economische Zaken pada tahun 1939. Demikian, juga sulit mencari informasi tentang
bagaimana proses perpindahan RS Soeria Atmadja dari Economische Zaken ke
Universitas Indonesia; kapan diangkat sebagai profesor; dan bagaimana prosesnya
menjadi dekan Fakultas Eknomi pada tahun 1962 untuk menggantikan Prof. Mr.
Djoko Soetono. Namun yang jelas saat itu, sejak peristiwa PRRI, posisi Ir.
Djoeanda sangat kuat di pemerintahan (sebagai Menteri Pertama). Sebagaimana
diketahui Prof. Soemitro telah menjadi musuh pemerintah (berpihak ke PRRI).
Apakah penempatan RS Soeria Atmadja di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
sebagai suatu strategi dari Ir. Djoeanda untuk memutus link antara Prof. Soemitro
dengan Fakultas Ekonomi? Hal ini memang sulit dibuktikan karena minimnya data
pendukung. Yang jelas kejadian yang mirip pernah terjadi ketika Wakil Presiden Mohamad
Hatta dan Menteri Pendidikan Mohamad Jamin terkesan menempatkan Bahder Djohan
di Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia dan tidak lama kemudian Bahder
Djohan diangkat sebagai Presiden Universitas Indonesia yang sudah lama lowong
karena Prof. Soepomo telah ‘didubeskan’ ke Inggris.
Universitas Indonesia tahun1964, Prof. Widjojo Nitisastro mendirikan Lembaga
Demografi. Dalam mendirikan lembaga demografi yang sesuai dengan bidang
keahliannya ekonomi dan demografi, Prof. Widjojo Nitisastro dibantu oleh Nathanael
Iskandar, Kartomo Wirosoehardjo dan Kartono Gunawan. Direktur Lembaga Demografi
yang pertama adalah Nathanael Iskandar.
(LPEM) dan Lembaga Demografi (LD) Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
adalah dua lembaga penelitian/kajian tertua di Universitas Indonesia dan bahkan
di Indonesia. Direktur LPEM yang pertama adalah Prof. Soemitro
Djojohadikoesoemo (1953-1955) lalu yang kedua adalah Drs. Widjojo Nitisastro
(1955-1957). Direktur LD yang pertama adalah Prof. Dr. Nathanael Iskandar
(1964-1977), kemudian dilanjutkan secara berturut-turut Drs. Kartono Gunawan,
MSc dan Prof. Dr. Kartomo Wirosuhardjo, MA.
Tan Goan Tiang). Pada tahun 1949 Tan Goan Tiang diterima di Faculteiten der Rechtsgeleerdheid
en Sociale Wetenschappen, Universiteit van Indonesie. Tan Goan Tiang lulus
ujian kelas satu tahun 1950 (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie,24-01-1950). Disebutkan Tan Goan Tiang dan Ridwan Jazid
lulus ujian propaedeutisch di Department Sociale Wetenschappen. Tan Goan Tiang dan
kawan-kawan adalah mahasiswa Departmen Sosial yang pertama.
hukum (Nieuwe courant, 12-05-1949). Disebutkan bahwa mahasiswa sebelumnya di
fakultas hukum setelah tahun keempat dapat memilih konsentrasi: hukum privat,
hukum pidana, konstitusional atau sosial-ekonomi. Oleh karena waktunya dianggap
sempit lalu dibuka departemen sosial sehingga fakultas hukum diperluas yang
kemudian diubah menjadi Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial. Di dalam departemen ini
terdapat tiga arah: sosial ekonomi, geografi sosial dan etnografi sosial (tetapi
yang dua terakhir belum bisa diwujudkan). Tan Goan Tiang dkk dalam hal ini
adalah mahasiswa Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Departemen Ilmu Sosial, spesialis
(parogram studi) sosial ekonomi. Ketika Tan Goan Tiang lulus ujian kelas dua
tahun 1950, Departemen Ilmu Sosial (program, studi Sosial Ekonomi) dipisahkan
dari Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial dengan membentuk Fakultas Ekonomi.
Ilmu Sosial (program, studi Sosial Ekonomi) dipisahkan dari Fakultas Hukum dan
Ilmu Sosial dengan membentuk Fakultas Ekonomi. Sebagai dekan diangkat Mr, S.
Kolopaking Sanyatavijaya.
dan profesor (De vrije pers: ochtendbulletin, 13-12-1950). Mereka yang diangkat
tersebut dengan meta kuliah yang diajarkan, diantaranya Prof, Mr, S. Kolopaking
Sanyatavijaya (mengajar Sosiologi dan Ekonomi); Prof. Dr. DH Burger (Kapita
Selekta Ekonomi Indonesia); Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, Ph.D (Ekonomi
Indonesia). Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo sendiri adalah Menteri Perdagangan
dan Perindustrian (Kabinet Natsir: sejak 6 September 1950).
tanggal 27 April 1951. Sejak itu, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, Ph.D ingin
sepenuhnya di kampus dan ingin mengembangkan fakultas ekonomi. Masih pada tahun
1951 ini, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, Ph.D diangkat sebagai dekan
Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia untuk menggantikan Prof, Mr, S.
Kolopaking Sanyatavijaya. Pada saat Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, Ph.D
diangkat menjadi dekan, Tan Goan Tiang masih kuliah. Oleh karena Tan Goan Tiang
berawal dari Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, maka dengan pembentukan Fakultas
Ekonomi, Tan Goan Tiang juga ditransfer.
mahasiswa. Ketujuh mahasiswa itu sudah barang tentu lulus pada tahun 1955. Tujuh
mahasiswa pertama yang lulus ini diantaranya adalah Drs. Widjojo Nitisastro dan
Drs. Tan Goan Tiang. Pada tahun ini juga Drs. Widjojo Nitisastro menggantikan
posisi Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, Ph.D sebagai Kepala Lembaga
Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat yang telah didirikan Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo, Ph.D pada tahun 1953.
Djojohadikoesoemo, Ph.D berhalangan hadir lalu digantikan oleh Prof. Djoko
Soetono (mantan dekan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial). Pada tahun ini juga Drs.
Widjojo Nitisastro berangkat studi ke Amerika Serikat. Setelah meraih gelar
doktor (Ph.D) tahun 1961 Widjojo Nitisastro kembali ke Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia. Setelah Drs. Widjojo Nitisastro, Ph.D diangkat sebagai
profesor pada tahun 1962, dua tahun kemudian pada tahun 1964 Prof. Drs. Widjojo
Nitisastro, Ph.D diangkat sebagai dekan Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia. Prof. Drs. Widjojo Nitisastro, Ph.D menggantikan Prof. RS Soeria
Atmadja. Pada tahun ini juga Prof. Drs. Widjojo Nitisastro dengan dosen-dosen
yang lain seperti Tan Goan Tiang mendirikan Lembaga Demografi yang mana sebagai
direktur adalah Tan Goan Tiang dengan nama lain Nathanael Iskander.
Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia tahun 1991, yang
mana sebelumnya pernah bekerja selama satu tahun sebagai asisten peneliti di
Departemen Ilmu Sosial dan Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Saya sendiri
lulus dari Departmen Ilmu Sosial dan Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor tahun 1989. Departemen sosial ekonomi ini sejatinya adalah suatu
departemen yang dulu eksis di Fakultas Hukum dan Sosial, Universitas Indonesia
yang menjadi cikal bakal pembentukan Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
(1950). Tan Goan Tiang alias Nathanael Iskandar adalah direktur pertama Lembaga
Demografi (1964-1977). Drs. Nathanael Iskandar adalah sarjana pertama dalam
bidang ilmu sosial ekonomi di Indonesia. Saya tidak pernah bertemu dengan Prof.
Nathanael Iskandar karena beliau sudah lama pensiun ketika saya masuk Lembaga
Demografi. Namun demikian, saya kenal baik dengan anaknya yang menjadi rekan
saya sebagai sesama peneliti di Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Nama Nathanael Iskandar diabadikan sebagai nama gedung utama, Gedung-A
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia di Depok.
Demikianlah sejarah panjang Universitas
Indonesia. JASMERAH