Sejarah

Sejarah Kota Padang (12): Sejarah Pecinan di Padang; Tionghoa di Pedalaman Kali Pertama Dilaporkan di Angkola (1701)




false
EN-US




























































































































































false
EN-US



























































































































































Dengan
semakin meningkatnya jumlah orang Tionghoa di Kota Padang, pemerintah mulai
menata pemukiman berdasarkan kluster. Penataan ini didasarkan atas dikeluarkannya
Besluit van den Gouverneur van Sumatra’s Westkust No. 758 tanggal 30 Oktobcr
1884 tentang Penetapan Wilayah untuk Orang Cina di Kota Padang.

Ke utara: sepanjang
jalan Cantioe hingga Poeloekaram dan batas-batas utara persi no. 1531, 1530 dan
166, ke timur dan perbatasan utara-timur kiri persil no. 1561, batas antara
Poeloe Ayer dan Kampong Palinggam; selatan, sungai besar Batang Arau; ke barat
Kali Ketjil, pipa waterleiding garis yang ke arah barat sejauh seratus meter
dari sisi barat dari jalan P’oeloe Karam dan melalui Pondok ke tempat itu garis
jalan melalui Kampong Sablah dan lebih lanjut.
Oleh
karena populasi Tionghoa terus meningkat dan demikian dengan orang asing
lainnya, peraturan tahun 1884 tersebut kemudian diperbarui berdasarkan Beslit No.
34 tangga 3 Februari 1891 yang mengatur batas-batas baru.
Peta Kota Padang (1867)

Dalam beslit ini
perkampungan orang-orang Tionghoa di Wijk-2 adalah sebagai berikut: Ke utara:
jalan Kamping Djawa Dalam; Ke timur: jalan Kampong Jawa, mulai dari
persimpangan jalan melalui Kampong Jawa Dalam dengan jalan memotong di sekitar Blakang
Tangsi; Ke selatan, dari persimpangan jalan dari Kampong Djawa di sekitar Blakang
Tangsi hingga ke sebelah jembatan di atas pipa waterleiding Blakang Tangsi; Ke barat:
Sepanjang pipa waterleiding belakang kuburan orang Eropa dari jembatan hingga Blakang
Tangsi ke persimpangan dengan jalan dari Kampong Jawa Dalam.

Untuk
lingkungan orang-orang Arab, Kling, Hindu dan India lainnya baru diatur kembali
berdasarkan beslit tanggal 20 Maret 1902, yaitu: Batang Araurivier mulai dari
jembatan dekat Javabank hingga jembatan besar, jalan yang menuju Emmahaven; jalan
ini ke arah barat sampai Gantingweg, Ranah, Alang-Lawas, Koeboeran-Dagang,
Old-Kantineweg, Pasar Ambatjang, Goeroen-Ketjil ke jembatan batu di Gereja
Katolik Roma dan dari sana sepanjang Kolangleiding hingga jembatan belakang Javabank.
Sisa daerah ini, ditutup sebagaimana dalam keputusan terdahulu No, 758 tanggal
30 Oktober 1884 yang akan ditunjuk sebagai lingkungan bagi Chiueezen untuk selanjutnya.
Selain itu, bagian dari lingkungan Poeroes, ke utara dari jalan utama ke
Oedjoeng Karang persil 628 dan persil 297 hingga ke tepi laut; ke timur: jalan
besar Oedjoeng-Kaiang; ke selatan: jalan besar persil 1495 dan 1565; ke barat
adalah laut.
Pecinan Lainnya
di Sumatra’s Westkust
Pecinan
tidak hanya di Kota Padang. Pengaturan lingkungan orang-orang Tionghoa diatur
hingga kota-kota kecil seperti Painan, Batang Kapas, Air Bangies, Poelau Tello,
Pariaman, Fort de Kock, Padang Pandjang, Fort van der (Japellen, Pajakumbu dan Solok.
Selanjutnya pengaturan juga dilakukan di Sibolga, Batang Toru, Singkel,
Goenoeng Sitoli, Natal, Padang Sidempuan dan Panjaboengan.
Besluit van den
Gouverneur van Sumatra’s Westkust No. 758 tanggal 30 Oktobcr 1884 juga mengatur
tentang wilayah pecinan seperti di Padang Sidempuan dan Fort de Kock.
Pengaturan ini di Padang Sidempuan meliputi ke utara yakni sisi barat dan sisi
timur sejauh 100 meter jalan besar dari Padang Sidempuan menuju Sibolga. Ke
timur sepanjang sisi jalan sebelah utara sejauh 200 meter hingga ke benteng. Ke
selatan sebelah sisi Aek Sibontar hingga jembatan Aek Rukare. Sementara di Fort
de Kock adalah sebagi berikut: ten Noorden en ten Westen de weg loopende van af
den weg van Pajakombo tot aan den tembok; ten Oosten de pasar en de weg, die
vandaar loopt tot aan den weg naar Pajakombo; ten Zuiden de lijn getrokken van
de tembok tot aan het telegraafkantoor en vandaar tot op de pasar.
Pengaturan
pecinan ini tidak terlalu jelas, kecuali pengaturan lingkungan untuk
orang-orang Eropa/Belanda. Lingkungan komunitas sesungguhnya terbentuk secara
alamiah baik bagi penduduk pribumi maupun penduduk Tionghoa, Arab, Kling dan
lainnya.Yang jelas lingkungan orang-orang Eropa/Belanda yang terus berkembang
justru penggusuran yang terjadi. Penetapan zona untuk Tionghoa malahan lebih
bermotif pembatasan orang-orang Tionghoa yang di satu sisi agar lebih mudah
diawasi dan di sisi lain tidak berbaur dengan penduduk pribumi yang jumlahnya
jauh lebih besar. Boleh jadi pengawasan ini dilakukan karena khawatir
terjadinya kerusuhan sepeerti yang pernah terjadi di Batavia dan Crawang di era
sebelumnya.

*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top