Abdoel Hakim
Nasoetion
Abdoel Hakim adalah dokter terkenal di Padang, alumni ELS di Kota Padang
Sidempoean (1899) dan alumni docter djawa school di Batavia (1905). Abdoel
Hakim yang ‘gibol’ ini tidak hanya mampu menyatukan semua klub yang ada di
Padang di dalam satu wadah (SVM) tetapi juga berhasil memupuk prestasi
sepakbola (klub) pribumi. Setelah tidak menjabat lagi di kepengurusan
sepakbola, Dr. Abdoel Hakim yang menjadi anggota dewan kota (gemeeteraad) Kota Padang pada tahun 1931 diangkat menjadi wakil walikota (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-12-1931). Boleh jadi Dr. Abdoel Hakim Nasoetion adalah satu-satunya pribumi yang menjadi
(wakil) walikota di Era Belanda.
ELS di Kota Padang Sidempoean (1903) dan alumni docter djawa school/STOVIA di
Batavia (1912) bernama Radjamin Nasoetion. Setelah menjadi dokter malah
merangkap sebagai pejabat pabean (bea dan cukai) yang berpindah dari satu kota
pelabuhan ke keota pelabuhan yang lain, seperti Batavia, Medan, Djambi,
Pangkalan Boen, Semarag dan Soerabaja. Ketika berada di Medan, Radjamin
Nasoetion mendirikan sarikat sepakbola Deli Voetbal Bond tahun 1924. Di Soerabaja,
Radjamin Nasoetion yang kemudian merangkap anggota dewan kota membina sepakbola
pribumi dan mendirikan sarikat sepakbola Soerabaja. Pada era Jepang, Radjamin
Nasoetion diangkat menjadi wakil walikota Soerabaja dan pada era kemerdekaan RI
diangkat menjadi walikota (pertama) Kota Soerabaja.
masa pendudukan Jepang, Dr. Abdoel Hakim Nasoetion pension dari segala
aktivitas dan hanya bekerja secara pribadi dengan membuka klinik (dokter
praktek) di Padang. Dr. Abdoel Hakim Nasoetion yang sudah tidak muda lagi di
era agresi militer Belanda, ketika terjadi kekosongan walikota, pihak Belanda
memintanya untuk menjadi walikota. Dr. Abdoel Hakim Nasoetion (yang
pernah menjadi wakil walikota Kota Padang sekitar 1931) tampaknya tidak
keberatan meski teman-temannya (yang masih muda) pergi mengungsi untuk
melakukan perlawanan. Sebagaimana umumnya di kota-kota generasi tua lebih
memilih berdiam di kota. Saat situasi dan kondisi inilah Dr. Abdoel Hakim
Nasoetion diminta untuk menjadi walikota. Boleh jadi Dr. Abdoel Hakim Nasoetion
berpendapat, tidak ada salahnya menjadi walikota karena penduduk di Kota Padang
juga adalah warga pribumi yang juga memerlukan seorang pimpinan.
berbeda situasinya dengan Kota Medan dan Kota Soerabaja. Di Kota Medan banyak warga
yang pro Belanda daripada republik sehingga apada akhirnya muncul negara boneka
Negara Sumatra Timur. Demikian juga di Kota Surabaya muncul Negara Jawa Timur.
Adik-adik kelasnya yang lebih muda di Medan dan di Surabaya yang menjadi
pimpinan mengungsi dan melakukan perlawanan seperti Dr. Radjamin Nasoetion mengungsi
ke luar kota (walikota Surabaja di pengungsian), Dr. Gindo Siregar mengungsi ke
luar kota (menjadi gubernur militer RI). Satu hal yang terjadi di Medan, dua
adik kelas Dr. Abdoel Hakim Nasoetion di Docter Djawa School/STOVIA, yakni Dr,
Mansoer dan Dr, Djabangoen Harahap yang terus berkiprah di bidang kesehatan.
Kedua dokter ini sama-sama sekelas di STOVIA. Ketika Belanda meminta Dr.
Mansoer menjadi Wali (presiden) Negara Sumatra Timur, Dr. Djabangoen Harahap
bereaksi dan bersedia menjadi Ketua Front Nasional (RI). Dua dokter berteman
baik ini sejak di STOVIA kini (di era agresi militer Belanda) berseberangan
karena perbedaan haluan politik. Di Soerabaja Ketua Front Nasional adalah Doel
Arnowo. Namun anehnya, ketika terjadi pengakuan kedaulatan RI (oleh Belanda)
setelah KMB di Den Haag, Doel Arnowo ‘merampas’ jabatan walikota dari tangan
Dr. Radjamin Nasoetion. Sementara di Medan, Dr. Djabangoen kembali berkiprah
sebagai dokter biasa. Uniknya ketika terjadi terjadi proses rekonsiliasi
(Negara Sumatra Timur kembali ke NKRI) Dr. Djabangoen Harahap dan Dr. Mansoer
sama-sama tidak hadir (menghilang) dan ‘diwakili’ oleh tokoh Medan yang lain.
Dari Republik diwakili oleh Mr. GB Josua Batubara (wakil Ketua Front Nasional
Medan) dan dari Negara Sumatra Timur diwakili oleh Dr. Mohamad Ildrem Siregar
(alumni kedokteran di Belanda). Setelah NKRI terajut kembali, tokoh-tokoh Medan
ini tidak tergoda menjadi pejabat: Dr. Djabangoen Harahap kembali buka praktek
dokter, Mr. GB Josua Batubara, Ketua Sahata Voetbalclub Medan kembali menjadi
guru (pemilik Joshua Instituut), Dr. Mansoer dan Dr. M. Ildrem Siregar dalam
perkembangannya diminta Gubernur Sumatra Utara, Abdoel Hakim Harahap untuk
bersama-sama membidani lahirnya USU (lalu keduanya menjadi dosen kedokteran di
awal pendirian USU). Sedangkan, senior mereka Dr. Abdoel Hakim Nasoetion
kembali menjadi warga biasa Kota Padang membuka praktek dokter kembali. Catatan
tambahan: Dr, Mansoer adalah ketua pertama Sumatranen Bond di Batavia sejak
November 1917 (wakilnya Abdoel Moenir Nasoetion), sementara ketua pertama
Sumatranen Bond di Padang (1920) adalah Dr, Abdoel Hakim Nasoetion. Sedangkan
ketua pertama Sumantranen Bond di Belanda bulan Januari 1917 (pionir) adalah
Mr. Sorip Tagor Harahap (sekretaris Dahlan Abdoellah, bendahara Todoeng Harahap
gelar Soetan Goenoeng Moelia, salah satu anggota yang kelak sangat terkenal,
Tan Malaka). Itulah roman sejarah
Indonesia: ada yang pro dan ada yang kontra, ada yang tulus dan ada yang fulus.
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.