Sejarah

Sejarah Kota Depok (37): Seputar Pengakuan Kedaulatan RI di Depok; Abdul Haris Nasution dan Ibrahim Adji




false
IN




























































































































































false
IN



























































































































































Pada perang kemerdekaan Indonesia, ada dua Panglima Besar di Jawa Barat (1945-1949),
yakni: Panglima militer (TNI) Kolonel Abdul Haris Nasution dan Panglima Islam
(Hisbullah) Ustad Zainul Arifin. Keduanya saling bahu membahu memimpin
untuk melancarkan
perang
gerilya terhadap markas/ganisun dan konvoi militer Belanda, Dua kesatuan Indonesia
ini tidak hanya bergerak dan melakukan menuver di seputar Jawa Barat bahkan
sampai ke Jawa Tengah.

Dua pimpinan perang
melawan militer Belanda ini, ibarat dua pimpinan mahasiswa yang melakukan
perlawanan terhadap agresi militer Belanda, yakni: Lafran Pane dan Ida
Nasution. Lafran Pane pada bulan Februari 1947 di Jogjakarta mendirikan
persatuan mahasiswa yang disebut Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Organisasi
mahasiswa ini berada di luar kampus (ekstrakurikuler). Sementara pada bulan
Oktober 1947 Ida Nasution dari Departemen Sastra dan G. Harahap dari Departemen
Publisistik Universiteit van Indonesia mendirikan organisasi mahasiswa di dalam
kampus (intrakurikuler) yang disebut Persatoean Mahasiswa Universiteit van
Indonesia (PMUI) yang mana sebagai ketua Ida Nasution. Universiteit van Indonesia
saat itu terdiri beberapa fakultas yang tersebar di Djakarta (kedokteran,
sastra, hukum dan sosial kelak menjadi UI), di Buitenzorg (pertanian dan
kedokteran hewan kelak menjadi IPB), di Bandoeng (teknik menjadi ITB dan MIPA
menjadi UPI), Soerabaja (kedokteran menjadi Unair) dan Makassar (ekonomi
menjadi UNHAS). Dua organisasi mahasiswa ini melakukan perlawanan terhadap
agresi militer dengan cara mereka sendiri-sendiri. Lafran
Pane, Ida Nasution dan G. Harahap sama-sama kelahiran Padang Sidempoean. Lafran
Pane adalah adik dua sastrawan terkenal Armijn Pane dan Sanusi Pane. Ida Nasution
pada bulan Maret 1948 setelah dilakukan pencarian menghilang selamanya (De
locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 03-04-1948). Ida
Nasution diduga kuat diculik intel dan dibunuh militer Belanda.
Untuk sekadar diketahui: pendiri organisasi mahasiswa pertama adalah
Soetan Casajangan di Leiden, Belanda bulan Oktober 1908 yang disebut Indisch
Vereeniging (Perhimpunan Hindia) yang kelak (1920) menjadi Perhimpunan Peladjar
Indonesia (PPI) yang dipimpin M. Hatta dan pada periode berikutnya dipimpin
Parlindoengan Loebis (kelahiran Padang Sidempoean). Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan adalah kelahiran
Padang Sidempoean. Sedangkan PMUI adalah cikal bakal Dewan Mahasiswa (Dema).
Ketua Dewan Mahasiswa UI 1973 yang melawan agresi ekonomi Jepang yang dikenal
Peristiwa Malari adalah Hariman Siregar (kelahiran Padang Sidempuan).

.
Kolonel Abdul Haris Nasution kelahiran Kotanopan, Afdeeling Padang
Sidempoean. Ustad Zainul Arifin Pohan, kelahiran Barus, Afdeeling Sibolga.
Abdul Haris Nasution dan Zainul Arifin Pohan sama-sama mengikuti pendidikan
dasar dan agama di (Pesantren Mustofawiyah) Kotanopan. Ayah Zainul Arifin Pohan
berasal dari Barus, ibunya adalah asli Kotanopan. Oleh karenanya dua panglima
yang ada di Jawa Barat boleh dikata dua pemuda ‘anak Kotanopan’ (
semua pionir organisasi mahasiswa
adalah ‘anak Padang Sidempoean’).
Untuk melanjutkan
sekolah menengah (atas), Abdul Haris Nasution hijrah ke Bandoeng, sedangkan
Zainul Arifin Pohan hijrah ke Djakarta. Di era pendudukan Jepang, Abdul Haris
Nasution mengikuti pendidikan militer (PETA) sedangkan Zainul Arifin Pohan
awalnya menjadi pegawai pemerintah di Djakarta. Sejak kedatangan pasukan sekutu
Inggris yang diikuti pasukan militer Belanda. Abdul Harus Nasution dan Zainul
Arifin Pohan lalu sama-sama mengangkat senjata di luar Batavia yang telah
diduduki Inggris/Belanda (yang menjadi wilayah perang gerilya Indonesia di Jawa
Barat).

Abdul Haris Nasution setelah
Indonesia Merdeka 17 Agustud 1945 diangkat menjadi Kepala Staf Komando Pertama
di Bandung dengan pangkat Kolonel. Oleh karena semakin intensnya gerakan dan
manuver pasukan militer Belanda, Abdul Haris Nasution diangkat menjadi Komandan
Divisi III/Siliwangi. Pada saat ibukota RI terusir dari Djakarta (dipindahkan)
ke Jokjakarta tahun 1946 Abdul Haris Nasution dipromosikan menjadi Komandan Divisi
I di Poerwakarta untuk lebih menekan pasukan militer Belanda yang berpusat di
Batavia.
De nieuwsgier, 29-10-1955:
‘Abdul Haris Nasution lahir tanggal 3 Desember 1918 di Kotanopan (Tapanoeli).
Mengikuti pendidikan dasar di HIS di Kotanopan dan sekolah guru (HIK). Pada
tahun 1939 menjadi guru di Palembang. Abdul Haris Nasution kemudian hijrah dan
mengikuti pendidikan AMS-B (sekolah menengah IPA) dan selanjutnya mengikuti pendidikan
militer di KMA (Koninklijk Militaire Academie) di Bandoeng. Pada tahun 1941 menjadi
anggota angkatan darat Hindia Belanda (KNIL). Pada era pendudukan Jepang Abdul
Haris Nasution menjadi perwira menengah dan pada tahun 1944 diangkat menjadi Komandan
Batalion Barisan Pelopor di Bandoeng, Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia pada tahun 1945 menjadi Kepala Staf Komando Pertama di Bandung dengan
pangkat Kolonel, lalu menjadi Komandan Divisi III. Pada tahun 1946 ia
dipromosikan menjadi Komandan Divisi I di Poerwakarta. Setelah itu menjadi Wakil
Kepala di Yogyakarta pada tahun 1948. Pada tahun 1948 menjadi Kepala Staf Umum di
Jogjakarta lalu kemudian diangkat dengan pangkat kolonel memimpin tentara di seluruh
Jawa pada tahun 1949, Abdul Haris Nasution akhirnya ditunjuk menjadi Kepala Staf
Angkatan Darat (awal tahun 1950: lihat kembali Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 04-01-1950).
Abdul Haris Nasution memiliki
sejumlah rekan seprofesi di militer Bandoeng yakni TB Simatupang. Ketika Jepang
melakukan pendudukan, sejumlah militer diinternir, yakni TB Simatupang, Abdul
Haris Nasution, Alexander Kawilarang, Mokoginta, Askari dan Kartakusuma.
Setelah diinternir dan dibebaskan Abdul Haris Nasution kemudian diangkat
menjadi perwira menengah.
Sementara itu TB Simatupang, setelah diinternir dan
dibebaskan  merantau ke Jawa sebagai pedagang
dan sambil mengorganisaskikan gerakan bawah tanah dengan rekan-rekannya
tersebut. Pada tanggal 5 Oktober. 1945 Simatupang datang berdiskusi dengan
semua pemimpin militer lainnya tentang dasar-dasar tentara Indonesia dan Simatupang
kemudian bertugas di Markas Besar TNI sebagai Kepala Departemen Organisasi dengan
pangkat Mayor. Simatupang kemudian bergabung dengan komite reorganisasi TNI dan
Jenderal Soedirman dipromosikan menjadi Komandan Militer dengan Kolonel, langsung
melampaui pangkat Letnan Kolonel. Selama pemerintah darurat RI menjadi komandan
di Sumatra (Het nieuwsblad voor Sumatra, 13-07-1951). Untuk komandan di Jawa adalah
Kolonel Abdul Haris Nasution.
Di Depok setelah pasukan sekutu
Inggris detasemen Gurkha membebaskan tawanan (15 Oktober 1945) dan membawanya
ke Buitenzorg untuk dipersatukan dengan laki-laki yang telah disandera dan dibawa
ke Buitenzorg, situasi dan kondisi Depok dikuasai sepenuhnya oleh nasionalis
pemuda.
Sekutu sudah berada di Bandoeng. Kini mereka mulai nekad
setelah pejuang terus menembaki mereka. Pasukan sekutu Inggris Memberi
ultimatum agar TRI (Tentara Rakyat Indonesia) mengosongkan kota sejauh 11 Km
dari pusat kota paling lambat pukul 24.00 tanggal 24 Maret 1946. Maklumat ini
diumumkan sehari sebelumnya. Menteri Pertahanan (sebelumnya bernama Menteri
Keamanan Rakyat), Amir Sjarifoeddin Harahap lantas bergegas ke Bandung dan
mendiskusikannya dengan Panglima Divisi III/Siliwangi, Kolonel Abdul Haris
Nasution. Saat terjadi pengosongan ini, nasionalis di Bandoeng Selatan melakukan
pembakaran (Algemeen Handelsblad, 25-03-1946).
Ultimatim tanggal 24
Maret 1946 merupakan rangkaian ultimatum pertama tentara sekutu pada tanggal 21
November 1945 yang mana tentara sekutu meminta Bandung Utara dikosongkan
selambat-lambatnya tanggal 29 November 1945. Tentu saja ultimatum ini tidak
diindahkan oleh para pejuang yang menyebabkan terjadinya sejumlah insiden.
Pasukan sekutu sendiri mendarat di Bandung sejak 17 Oktober 1945.
Nieuwe Apeldoornsche courant, 26-03-1946: ‘Politik bumi
hangus menyebabkan pembakaran intens di Bandung. Terjadi sebelum meninggalkan
kota, mereka memiliki bangunan utama dan juga rumah-rumah pribadi dibakar. Adegan
bumi hangus ini menunjukkan banyak kesamaan dengan kebakaran pertama,
disebabkan oleh serangan udara Jerman di London pada tahun 1940. Senin siang
terlihat TRI yang tersisa sebagai dalam kelompok-kelompok, yang mungkin bersembunyi.
Pagi-pagi Britsch Indiers, Poenjabs dan Mahratta berhasil menembus di bagian
timur dari Bandung Selatan. Mereka bertemu lawan sehingga terjadi pertempuran.
Bangunan kota rusak berat dan juga di jalan-jalan ditemukan granat besar yang
digunakan tentara republic yang bersumber dari Japanneezen. Dalam penyisiran
ini ditemukan mayat dua sersan mayor Jepang. Hal ini jelas bahwa sejumlah
Japanneezen berkolaborasi dengan para pasukan republic. Semua itu berawal dari
permohonan penundaan operasi pendudukan (yang dilakukan Amir Sjarifoeddin dan
Abdul Haris Nasution) ditolak oleh Inggris, sehingga TRI, tentara Republik,
tidak mampu untuk menenangkan penduduk’.
Nieuwe courant, 26-06-1946: ‘melaporkan dengan judul
Bandung Dibawah Komando Nederlandsch. Pasukan republic di Bandung selatan
melancarkan protes. Pengambilalihan resmi komando Inggris oleh pasukan Belanda
di Kabupaten Bandung telah terjadi di 18 tempat. Markas Nederlandsche terletak
di Bandung dibawah komando Mayor Jenderal De Waal. Markas Green Brigade dibawah
Kapten Van Gulik konsentrasi di Tjiiandjoer. Brigade-7 Infanteri Britisch
Indiers sudah melakukan perjalanan (kembali) ke Batavia. Bandara di Andir telah
digantikan oleh sebuah unit dari penerbangan militer Belanda, untuk kepentingan
pengamatan udara’.   
Nieuwe courant, 27-03-1946: ‘Koresponden kami di Bandung
melaporkan hari Minggu di markas (sebelum politik bumi hangus), Komandan Divisi
3 Kolonel Abdul Haris Nasution menjawab saat dikonfirmasi: ‘Saya telah mencoba
untuk mengakhiri semua pertempuran, tapi situasi sangat sulit’. Nasution hari
Minggu pagi kembali ke Bandung dari Batavia dimana sebelumnya Nasution telah
memberitahukan Sjahrir tentang situasi di Bandung. Dari Batavia, Nasution
membawa pesan khusus dari Sjahrir, TRI untuk tidak melawan dan pemerintah
Indonesia menugaskan Bandung selatan agar terus melindungi dua ratus ribu orang
Indonesia dan Cina. Oleh karena permintaan untuk menunda sepuluh hari
pengosongan ditolak Inggris maka terjadi peristiwa lautan api. Dalam situasi
kejadian itu terdapat banyak tentara independen, seperti Banteng Hitam dan
organisasi lainnya. Di dalam operasi pengosongan ini Jepang mengangkat bendera
kuning dan tidak mengganggu jalannya operasi, sebaliknya bahwa tidak ada pasukan
Belanda yang ikut berpartisipasi aktif dalam operasi’.
Algemeen Handelsblad, 30-03-1946: ‘Politik bumi hangus di
Bandung telah menyebabkan lautan api. Area yang kebakaran meliputi sepertiga
dari Bandung Selatan. Jumlah bangunan yang terbakar ditaksir sebanyak 150
bangunan’.
Pada waktu yang relatif
bersamaan  dengan di Bandoeng militer
Belanda coba membebaskan jalur kereta api Batavia-Buitenzorg. Di Depok terjadi
perlawanan oleh pejuang terhadap militer. Lalu kemudian militer Belanda
memasuki Depok dan menemukan sepi. Di dapat kabar dua hari sebelumnya TRI ditarik
dari Depok Belanda (Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te
Batavia, 25-03-1946). Laporan lain menyebutkan Depok telah diduduki (Leeuwarder
koerier, 25-03-1946). Sekarang di Depok, dimana sekarang bendera Belanda
bertiup lagi (Nieuwe Apeldoornsche courant, 25-03-1946).
Pendudukan Bandoeng dan Depok yang relatif bersamaan
mengindikasikan Bandoeng dan Depok terdapat konsentrasi TRI dan
kelompok-kelompok perlawanan masyarakat. Di Buitenzorg sendiri sejak menduduki 15
Oktober, situasi dan kondisi lebih terkendali, karena  BKR/TRI telah mengungsi ke luar kota,
termasuk ke Depok. Pendudukan Depok pada tanggal 24 Maret 1946 merupakan
tindakan Belanda untuk mengamankan jalur kereta api Batavia-Buitenzorg.
Setelah terjadi perlawanan heroik di
Bandoeng dan terjadinya Bandoeng Laoetan Api, Kolonel Abdul Haris Nasution
dipromosikan menjadi Komandan Divisi I Poerwakarta. Teman lamanya, AE
Kawilarang berada di Buitenzorg.
AE Kawilarang pada bulan Januari 1946 diangkat sebagai Kepala
Staf Resimen Infantri Bogor Divisi II dengan pangkat Letnan Kolonel. Tidak lama
kemudian Kawilarang dipromosikan menjadi Komandan Resimen Infantri Bogor.
Karirnya terus ditingkatkan sebagai Komandan Brigade II/Soeryakancana yang
menjadi bagian Divisi III/Siliwangi untuk wilayah Buitenzorh, Tjiandjoer dan
Soekaboemi. Brigade ini termasuk elit di Divisi III/Siliwangi di bawah komando
Kolonel Andul Haris Nasoetion (kini wilayah ini disebut Korem Soeryakencana).
  
Akhirnya politik yang berkembang  menyebabkan Jawa Barat menjadi wilayah Belanda
yang harus dikosongkan. Lalu Abdul Haris Nasution dialihkan dan dipromosikan menjadi
Wakil Kepala di Jogjakarta pada tahun 1948. Sesuai dengan eskalasi politik yang
makin cepat, perubahan di tubuh militer juga bergeser secara cepat. Pada tahun
1948 Abdul Haris menjadi Kepala Staf Umum di Jogjakarta lalu kemudian diangkat dengan
pangkat Kolonel untuk memimpin tentara di seluruh Jawa pada tahun 1949. Brigade
di bawah pimpinan Letkol Kawilarang juga turut bergeser ke Jawa Tengah.
Konsentrasi militer Indonesia semakin meningkat di Jawa Tengah/Jogjakarta.
Nun di sana di Padang Sidempuan (Tapanoeli) di kampong
halaman Abdul Haris Nasution juga terjadi konsentrasi militer yang terus
terdesak dari Medan, Sumatera Timur sebagaimana militer di Jawa Barat yang
bergeser dan terkonsentrasi di Jawa Tengah. Abdul Haris Nasution tampaknya
mulai khawatir keadaan di Jawa Tengah/Jogjakarta dan situasi di Tapanoeli akan
munculnya kekacauan. Untuk di Jawa Tengah/Jogjakarta Abdoel Haris Nasution
mungkin bisa diatasinya, tetapi di Tapanoeli siapa yang mampu mengatasinya.
Pilihan jatuh kepada eks Brigade elit dari Bogor. Kawilarang sohib lama
diyakini mampu mengatasi situasi dan kondisi yang semakin kritis di Padang
Sidempoean: militer Belanda terus memborbardir kota sementara diantara para
pasukan terjadi friksi-friksi antara pasukan yang mengungsi dari Sumatra Timur
dengan pasukan yang berada di Tapanoeli. Komando tertinggi di Sumatra berada di
bawah kendali TB Simatupang. Inilah saatnya tiga legiun Bandoeng (Simatupang,
Nasution dan Kawilarang) berkoordinasi secara intensif.

Tunggu deskripsi lengkapnya

*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber
utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top