Dalam
melewatinya pada jarak sekitar 6 mil, puncak tidak terlihat, diselimuti awan
asap dan abu, sisi-sisinya terlihat asap di beberapa tempat, tampaknya dari lava
yang mengalir di bawahnya yang tidak didinginkan. Beberapa aliran sungai telah
mencapai laut seperti terlihat jalan yang jelas ke arah utara dan barat laut.
Saya melihat warna hitam lava kontras dengan abu di setiap sisi dan asap yang
muncul dari setiap bagian dari itu. Jarak langsung antara gunung Tambora dan Macasser
adalah sekitar 217 mil jauhnya.
tiga hari ekspedisi yang diutus Asisten Residen Philips dengan kapal bernama
Benares telah kembali ke Bima (lihat Java government gazette, 27-05-1815).
Namun yang menjadi pertanyaan siapa yang diutus untuk memimpin ekspedisi ini
tidak diketahui secara jelas.
government gazette membaca log kapal Dispatch yang dilaporkan pada edisi
27-05-1815. Dari hasil log book diketahui kapal Dispatch pada malam tanggal 11
Apri (saat letusan Tambora menggelegar) posisi kapal berada tujuh derajat di timur
Bima (berangkat dari Ambon). Capt. Fenn menginformasikan kayu dan batu apung di
sepanjang pantai Flores. Sangat sulit dilewati. Adakalanya petugas harus turun
ke air untuk menyingkirkan rintanga yang sangat berbahaya jika tertabrak…Di
Bima, Capt, melaporkan pasokan bahan makanan datang dari pulau tetangga
(mungkin dari Makassar di Sulawesi)..,Capt Fenn juga melaporkan sebuah desa dan
sebidang tanah yang cukup besar, di lereng gunung [Tambora] telah sepenuhnya
tenggelam (oleh debu vulkanik)…Capt Fenn juga melaporkan orang-orang diBima yang
memiliki kesempatan melihat puncak gunung sejak letusan, menyebutkan bahwa
sebagian besar dari bagian gunung telah hilang.
Eastwell, Penemu Letusan Gunung Tambora
ekspedisi dari Makassar ke gunung Tambora mulai jelas yakni Capt. Eatwell
dengan kapalnya Benares (De Curaçaosche courant, 05-04-1816). Berdasarkan
Almanak 1815 HCC Benares dan Capt. Eatwell dari Banjarmasin tanggal 14 November
1814 dan tiba di Batavia tanggal 28 November. Tangga 5 Januari 1815 HC Cruize,
W, Eatwell dari suatu pelayaran. HCC Benares, captain W. Eastwell berangkat
dari Makassar tanggal 14 Mei dan tiba di Batavia tanggal 11 Mei 1815.
ini, Capt. Eatwell diduga adalah seorang nakhoda kapal dagang (HCC Benares).
HCC Benares, Capt Eatwell tercatat berangkat dari Macassar tanggal 14 April (seperti
dilaporkannnya sendiri di surat kabar Java government gazette, 20-05-1815
berangkat tanggal 15 April ke arah selatan ke Sumbawa). Setelah tiga hari dari
tanggal 22 April (seperti dilaporkan Capt Fenn), HCC Benares, Capt Eastwell
kembali ke Bima. Setelah itu tidak diketahui secara jelas keberadaan Capt
Eastwell. Akan tetapi dapat diduga kembali ke Makassar untuk memberikan laporan
kepada (asisten Residen) Philips. Sejak tanggal 14 April HCC Benares, Capt
Eatwell baru tanggal 11 Mei 1815 tercatat kedatangannya di Batavia (sekitar
satu bulan dalam status pelayaran).
Lantas kapan Capt.
Easwell menulis laporannya yang kemudian diterbitkan oleh Java government
gazette, 20-05-1815. Jika tanggal 11 Mei 1815 HCC Benares, Capt Eatwell sudah
tiba di Batavia, Sudah barang tentu, antara tanggal 11 Mei (tiba di Batavia)
dan 20 Mei (publikasi) Capt. W. Eastwell menulis kisahnya dalam penyeledikan
letusan gunung Tambora di Bima (pulau Sumbawa). Dari semua keterangan yang
bersesuaian, Capt. Estwell adalah orang yang membuktikan suara letusan yang
terdengar di Batavia hingga Bangka bahwa itu berasal dari letusan gunung
Tambora (yang kemudian dipublikasikan pertama kali pada surat kabar Java
government gazette, 20-05-1815).
gunung Tambora meletus tahun 1815 sudah terdapat nama kampong Tambora di Batavia
yang dipimpin oleh Oesoep Abdulla (lihat Naam-boekje van de wel ed. heeren der
hooge Indiasche regeeringe […] op Batavia […] zoo als dezelve in wezen zyn
bevonden ultimo december 1779, 1781). Nama Tambora kini menjadi sebuah
kecamatan di Jakarta Barat.
![]() |
Verhandelingen van het Bat.Gen. 1786 |
Dalam buku
berjudul Verhandelingen van het Bataviaasch genootschap, der konsten en
weetenschappen. 1786 disebutkan di pulau Sumbawa terdapat kerajaan-kerajaan
independent yakni Bima, Sumbawa, Dompu, Tambora, Sanggar dan Pekat. Tambora
dideskripsikan sebuah kampung kecil. Lanskapnya berbatu-batu, dimana tidak ada tanaman
seperti padi sawah, hanya sedikit padi gunung, tidak cukup untuk memberi makan
penghuninya, yang karenanya mereka banyak menjadi pedagang atau mengusahakan
ladang secara umum. Di sini semua orang mengendarai kuda dan mengusahakan pembiakan
kuda. Lebih jauh lagi, orang-orang
Tambora bertetangga dengan orang Sumbawa. Orang Tambora terkenal karena
orang-orang paling berani di pulau ini.
Letusan gunung Tambora
diduga telah memusnahkan kampung dan penduduk di sekitar gunung Tambora. Apakah
penduduk Tambora telah punah. Secara teritorial diduga telah punah, tetapi
secara genealogis penduduk Tambora masih ada, setidaknya orang-orang Tambora
yang bermukim di Batavia tempo doeloe. Apakah generasi sekarang masih mengenal
asal-usul mereka? Apakah mereka yang masih hidup sekarang mengidentifikasi
sebagai orang Tambora?
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.