Land
Tjibaroesa sebagai bagian wilayah Afdeeling Buitenzorg, juga memiliki jalur
perdagangan ke Pasar Tjibinong (land Tibinong). Namun jarak dari Tjibaroesa ke
Tjikarang masih jauh lebih dekat jika dibandingkan ke Tjibinong. Dalam
arsitektur wilayah, Asisten Residen Buitenzorg di Buitenzorg mengharapkan
produk dari land Tjibaroesa mengalir ke district Tjibinong, tetapi kenyataannya
justru mengalir ke pantai utara melalui Tjikarang. Ini menjadi dilematis bagi
pemerintah di Buitenzorg.
barat sudah terbentuk jalan darat ke Lemah Abang dan Tamboen, ke arah timur
sudah terhubung dengan jalan darat dan bangunan jembatan di atas sungai Tjibeet
ke Kedoeng Gede. Meningkatnya jalur darat ke selatan ke Tijbaroesa via
Tjibitoeng juga telah membuat Tjikarang menjadi pusat perdagangan yang intens. Atas
dasar ini pemilik land Tjikarang mengajukan pendirian pasar ke pemerintah. Pada
tahun 1855 pemilik land Tjikarang diizinkan pemerintah untuk mendirikan pasar
di Tjikarang (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 19-09-1855).
![]() |
Kota Tjikarang (Peta 1903) |
Keutamaan
lain dari land Tjikarang adalah sebagai penghasil gula dimana di land Tjikarang
terdapat pabrik gula yang besar (lihat Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 30-01-1858). Namun pada tahun 1860
menjadi malapetaka bagi land Tjikarang karena jembatan di atas sungai Tjibeet
diterjang banjir dan tidak bisa digunakan (lihat Java-bode : nieuws, handels-
en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 24-03-1860). Sebab land Tjikarang
dan land Kedoeng Gede merupakan dua land produktif yang berada di bawah satu
kepemilikan.
dari land Tjikarang ke land Kedoeng Gede membuat tak berdaya pemilik land tidak
diketahui secara jelas. Sejak adanya jembatan ini arus pedagangan dari land (pasar)
Tjikarang telah dilakukan melalui darat hingga ke Kedoeng Gede untuk
selanjutnya melalui sungai Tjitaroem ke Batavia. Jembatan ini telah mendukung
perkembangan di land Tjikarang. Pada tahun 1861 pemilik 1861 land Tjikrang dan
land Kedoeng Gede menjual kedua lahan tersebut (lihat Bataviaasch handelsblad, 07-09-1861).
Boleh jadi pemilik kedua land menjualnya karena besar kemungkinan penyewa land telah
merugi (dan mungkin bangkrut).
penjualan land Tjikrang dan land Kedoeng Gede ternyata tidak mudah. Boleh jadi
kareana harganya mahal atau boleh jadi karena sebab tiadanya jembatan lagi yang
menghubungkan land Tjikarang dengan pelabuhan di sungai Tjitaroem. Gauw Itjaij dan
Nio Tek Soei pemilik land Tjikarang dan land Kedoeng Gedeh menjual kembali pada
tahun 1864 melalui iklan di surat kabar (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 20-04-1864).
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.