Sejarah

Sejarah Sukabumi (6): Sejarah Parung Kuda di District Tjitjoeroek; Jan Pieter van der Hucht dan Onderneming Parakan Salak




false
IN




























































































































































false
IN



























































































































































Sementara
Residen berkedudukan di Tjiandjoer, di District Tjitjoeroek ditempatkan seorang
Controelur (semacam pembantu Residen). Ibukota District Tjitjoeroek berada di
kampong Tjitjoeroek tempat dimana kepal district (Demang) dan Controleur.
Kampong Tjitjoeroek cepat tumbuh menjadi kota (kota paling barat di Regentschap
Tjiandjoer). District Tjitjoeroek adalah berbatasan lansung dengan tanah-tanah
partikelir (land) di Afdeeling Buitenzorg (kini kabupaten Bogor). Land terdekat
dari kota Tjitjoeroek adalah land Tjikoppo/Srogol (kini kecamatan Cigombong).

Dalam perkembanganya, seperti disebutkan di atas,
pada tahun 1844 Jan Pieter van der Hucht menyewa lahan di kampong Parakan Salak
untuk usaha pertanian tanaman teh. Pada waktu yang sama Jan Pieter van der
Hucht bersama Pieter Holle (ayah KF Holle) membeli land Bolang (kini kecamatan
Cigudeg). Namun kiprah Jan Pieter van der Hucht tidak lama karena tahun 1846
dikabarkan meninggal dunia di Parakan Salak. Pada saat Jan Pieter van der Hucht
masih hidup, yang menjadi Administrateur land Bolang adalah Pieter Holle. Lalu
kemudian Pieter Holle digantikan oleh sang anak, AW Holle (adik KF Holle).
Tetangga
land Bolang adalah land Tjoeroek Bitoeng (Nanggoeng) dan land Sading Djamboe
(Djamboe). Dua land ini dimiliki oleh keluarsga van Motman di land Dramaga. Pada
tahun 1848 tiga land diantara land Sading Djamboe dan land Dramaga disewa oleh
keluarga van Motman dari keluarga van Riemsdijk. Tiga land tersebut adalah land
Tjiampea, land Tjoboengboelan dan land Panjawoengan (Leuwiliang).  
Andriaan Walraven Holle menikah dengan putri Jan Casimir
Theodoor van Motman bernama Johanna Adriana Louise van Motman. Pada tahun 1852
land Bolang diketahui telah dimiliki oleh FHC van Motman (saudara putri Jan
Casimir Theodoor van Motman). Boleh jadi Pieter Holle telah menjual land Bolang
karena ingin fokus di Parakan Salak. Lagi pula land tersebut akan tetap
dipimpin oleh sang anak, AW Holle (sang menantu dari keluarga van Motman).
Pada
tahun 1855 land Bolang dijual keluarga vat Motman karena ingin membeli land
baru, land Kedong Badak. AW Holle dan istrinya Johanna Adriana Louise van
Motman beserta putra semata wayang Alexander Albert Holle kemudian pindah ke
Parakan Salak. AW Holle menggantikan sang ayah. Keberadaan AW Holle di Parakan
Salak paling tidak sudah diketahui pada tahun 1861 (lihat Java-bode : nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 15-05-1861). Disebutkan AW
Holle menjadi salah satu anggota yang hadir dalam pertemuan Dewan Nasional Masyarakat
Industri dan Pertanian (NI Maatschappij van Nijverheid en Landbouw) di
Buitenzorg.
Secara sosiologis dan psikologis perkembangan perusahaan (onderneming)
Parakan Salak lebih condong ke Buitenzorg daripada ke Preanger. Tidak hanya
karena adanya relasi keluarga pemilik lahan di Parakan Salak dengan pemilik
lahan di Buitenzorg tetapi secara geofrafis Parakan Salak lebih dekat ke
Buitenzorg daripada ke Tjiandjoer (Preanger). Namun secara ekonomis, karena
hambatan moda transportasi produk-produk dari Parakan Salak ke Palaboehan
(Preanger).
  
Onderneming Parakan Salak dan Paroeng Koeda

Meski Tjitjoeroek adalah suatu ibu kota distrixt
dan wilayah Preanger paling dekat dengan Buitenzorg, tetapi wilayah Tjitjoeroek
dari sudut pandang pemerintah daerah yang ber ibu kota di Tjiandjoer, dipandang
sebagai wilayah terpencil. Oleh karena itu koneksi antara Buitenzorg ke
Soekaboemi via Soekaboemi tidak masuk dalam perencanaan. Jalan yang ada antara
Tjitjoeroek dengan Soekaboemi tidak terlalu terpelihara dengan baik dan koneksi
antara Tjitjoeroek dengan Buitenzorg tidak terhubung dengan baik (karena adanya
tanah-tanah partikiler antara Tjiawie dan Tjigombong). Dalam situasi ini
kampong Tjitjoeroek yang sudah mulai tumbuh menjadi kota, kampong Paroeng Koeda
hanya sebuah kampong kecil. Dari kampong kecil Paroeng Koeda inilah akses jalan
menuju onderneming Parakan Salak.
Pada
era koffiestelsel (era van den Bosh 1830-1833) dimulai di Residentie Preanger, ibu
berada di Tjiandjoer. Jalan pos yang dibangun sejak era Daendels (1808-1811)
dari Batavia ke Buitenzorg terus ke Tjiandjoer melalui Tjisaroea. Kota
Tjiandjoer sebagai pusat jalan akses untuk program koffiestelsel dibuka ke
segala arah. Ke arah barat daya dibangun jalan akses utama dari Tjiandjoer ke Soekaboemi.
Jalan akses utama ini diteruskan hingga Palaboehan Ratoe. Sedangkan jalan akses
sekunder dari Soekaboemi ke arah barat laut menuju Tjitjoeroek melalu Nagrak.
Antara nagrak dan Tjitjoeroek terdapat kampong Paroeng Koeda. Antara kampong
Paroeng Koeda dengan Parakan Salak adalah jalan pribadi (jalan yang
dikembangkan sendiri oleh pemilik lahan Parakan Salak).
Produksi kopi dari program koffiestelsel,
pengangkutannya tidak dilakukan melalui jalan pos. Jalan pos hanya digunakan
untuk lalu lintas pos dan lalu lintas pergerakan militer. Produksi kopi di sebelah
barat Regentschap Tjiandjoer diangkut dan dikumpulkan ke gudang-gudang kopi
pemerintah di Soekaboemi, Tjiheulang, Tjikembar, Tjaringin, Bodjong Genteng,
Paswahan dan Tjikawoeng dan Sagaranten. Lalu dari gudang-gudang kopi pemerintah
ini (termasuk gudang-gudang pemerintah di Tjiandjoer) diteruskan ke Palaboehan
untuk diekspor (ke Eropa/Belanda).
Produksi
kopi di district Tjitjoeroek dalam hal ini dikumpulkan ke gudang kopi
pemerintah di Tjikembar. Sementara pengangkutan garam dari gudang pemerintah di
Palaboehan diangkut ke gudang garam pemerintah di Soekaboemi dan Tjiandjoer.
Untuk wilayah (onderafdeeling) Soekaboemi garam didistribusikan dari Soekaboemi
ke seluruh wilayah melalui pedagang (yang umumnya dilakukan oleh pedagang
Tionghoa) termasuk ke Tjitjoeroek.  
Pada tahun 1865 lalu lintas militer mulai diubah
yang awalnya melalui Tjisaroea (Megamendoeng) beralih ke arah selatan melalui
Tjitjoeroek dan Soekaboemi terus ke Tjiandjoer (lihat Java-bode : nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 06-09-1865). Hal ini
karena jalur Tjisaroea dianggap sudah terlalu ramai (baik oleh perjalanan
pegawai negeri, investor maupun para pelancong). Pada saat inilah terjadi
peningkatan mutu jalan dari Tjiawi ke Tjiandjoer melalui Tjitjoeroek dan
Soekaboemi. Perubahan rute militer ini menjadi berkah bagi ibu kota district
Tjitjoeroek dan kampong Paroeng Koeda. Pada saat ini onderneming Parakan Salak
sudah terkenal dan produksinya diangkut menuju Palaboehan.

Pada
tahun 1870 terjadi reorganisasi pemerintahan. Dalam reorganisasi ini Resident
Preanger yang sebelumnya berkedudukan di Tjiandjoer dipindahkan ke Bandoeng.
Sementara itu status Controleur Soekaboemi yang berkedudukan di Soekaboemi
ditingkatkan menjadi Asisten Residen. Dalam reorganisasi ini juga ditempatkan
seorang Controleur di Tjitjoeroek. Dengan adanya pemerintahan yang
ditingkatkan, district Tjitjoeroek akan tumbuh dan berkembang lebih cepat. Reorganisasi
pemerintahan ini juga menjadi berkah bagi Tjitjoeroek dan kampong Paroeng
Koeda. Para investor juga akan banyak yang datang (onderneming baru sudah
terbentuk di Pakoewon), dan juga para pegawai negeri dan pelancong juga akan
mengalir. Lalu lintas jalur Tjiawi ke Soekaboemi melalui Tjitjoeroek (dan
kampong Paroeng Koeda) akan semakin ramai. Era baru kampong Paroeng Koeda
dimulai. Arus pelancong semakin ramai sehubungan dibukanya jalur kereta api
dari Batavia ke Buitenzorh pada tahun 1873.

Dengan berubahnya rute militer (yang sebelumnya
via Megamendoeng) dan dibukanya jalur kereta api dari Batavia-Buitenzorg, maka
district Tjitjoeroek yang dulu dianggap terpencil dari sudut pandang
Tjiandjoer, kini lambat laut district Tjitjoeroek menemukan jalannya sendiri.
Tidak lagi berorientasi ke Tjiandjoer, bahkan tidak lagi ke Soekaboemi, tetapi
sudah  bergeser ke Buitenzorg.
Pergeseran
orientasi penduduk di wilayah district Tjitjoeroek semakin besar lagi
sehubungan dengan adanya rencana pembangunan jalur kereta api dari Buitenzorg
ke Bandoeng melalui Soekaboemi dan Tjiandjoer. Salah satu halte yang akan
dibangun di ruas Buitenzorg-Soekaboemi tepat berada di kampong Paroeng Koeda. Era
baru perkembangan kota Paroeng Koeda dimulai. Seperti kita lihat nanti, kampong
Paroeng Koeda menjadi kota dan dijadikan sebagai ibu kota onderdistrict Paroeng
Koeda.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Perang Kemerdekaan di Parakan Salak dan Paroeng Koeda

Tunggu deskripsi lengkapnya

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top