Pada
tahun 1919 di kota Padang diadakan Kongres Sumatranen Bond yang pertama. Dalam
kongres ini hadir berbagai perwakilan dari seluruh Sumatra. Sejumlah nama yang
teridentifikasi dalam kongres ini adalah Parada Harahap sebagai pimpinan
delgasi dari Tapanolei. Parada Harahap adalah pendiri dan editor surat kabar berbahasa
Melayu Sinar Merdeka di Padang Sidempoean. Dari kota Padang mewakili pelajar
dipimpin oleh Mohamad Hatta (masih sekolah MULO). Ketua panitia kongres ini
adalah Amir, Sementara sebagai pembina kongres ini adalah Dr. Abdul Hakim
(Nasution), seorang anggota dewan kota (gemeenteraad) Padang yang juga menjadi
ketua organisasi NIP di wilayah Pantai Barat Sumata (Sumatra’s Westkust).
Organisasi National Indische Partij didirikan tahun 1912 oleh tiga serangkai
(Dr. Tjipto, Ernest Douwes Dekker kelak dikenal sebagai Dr. Setiabudi dan
Soewardi Soerjaningrat kelak dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara). Dr. Abdul
Hakim dan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo adalah sekelas di Docter Djawa School
(STOVIA) sama-sama lulus tahun 1905. Dr. Haroen Al Rasijd, menantu Dja Endar
Moeda adalah saudara kandung Dr. Abdul Hakim. Kelak pada awal tahun 1930 Dr.
Abdul Hakim menjadi wakil wali kota (Locoburgemeester) Padang dan MH Thamrin
sebagai Locoburgemeester Batavia (Dr.Abdul Hakim dan MH Thamrin adalah besanan;
anak Dr. Abdul Hakim bernama Mr. Egon Hakim, lulusan sekolah hukum Belanda
menikah dengan putri MH Thamrin). Untuk catatan tambahan: Pada tahun 1927
Parada Harahap menggagas didirikannya supra organisasi kebangsaan yang disebut
PPPKI yang mana sebagai ketua adalah MH Thamrin dan sekretaris Parada Harahap (eks
editor Sinar Nmerdeka di Padang Sidempoean dan pemilik surat kabar Bintang
Timoer di Batavia).
kebangsaan Sumatranen Bond (Sumatra Sepakat) kali pertama didirikan di Belanda
pada bulan Januari 1917 di Utrect, Belanda atas gagasan mahasiswa kedokteran
hewan Sorip Tagor Harahap. Sebagai ketua adalah Sorip Tagor Harahap, sekretaris
adalah Dahlan Abdoellah dan bendahara adalah Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng
Moelia. Salah satu anggota pengurus adalah Tan Malaka. Lalu pada bulan Desember
1917 di Batavia didirikan Jong Sumatra yang mana sebagai ketua T Mansoer dan wakil
ketua Abdul Moenir Nasution yang mana salah satu anggota pengurus adalah Amir
(ketua kongres di Padang 1919). Kelak nama-nama tersebut cukup dikenal. Dahlan
Abdoellah menjadi Wali Kota Batavia di era Jepang (di Soerabaja sebagai wali
kota Dr. Radjamin Nasution); Tan Malaka sebagai tokoh politik; Soetan Goenoeng
Moelia sebagai Menteri Pendidikan kedua tahun 1945 (menggantikan Ki Hadjar
Dewantara); Dr, Amir menjadi Wakil Gubernur Sumatra; Sorip Tagor Harahap lebih
dikenal sebagai dokter hewan pertama Indonesia. Dr. Sorip Tagor kelairan Padang
Sidempoean kini lebih dikenal sebagai kakek buyut Inez dan Risty Tagor serta
Destri Astriani Tagor (istri Setya Novanto, mantan ketua DPR).
masih tetap tinggal di Padang. Namun setelah itu, Sech Salim Makarim dan
keluarga diduga telah pindah ke Batavia. Kepindahan itu diduga sehubungan
dengan anaknya yang ketiga, Anwar Makarim sudah bersekolah di Batavia. Dua
anaknya sebelum itu sudah lebih dahulu bersekolah di Batavia. Kepindahan ini juga
diduga karena bisnis Salim Makarim juga ada di Batavia.
bisnis Salim Makarim di Batavia tidak berkembang baik. Bisnis Salim Makarim mengalami
kemunduran dan kemudian dinyatakan pailit pada tahun 1932 (lihat De Indische
courant, 18-04-1932). Disebutkan oleh Raad van Justitie te Batavia salah satu
diantara yang dinyatakan pailit adalah Sech Salim Makarim yang tinggal di kota
Batavia (Batavia-stad) di kampong Laksa.
Boleh jadi Sech Salim tidak
memiliki hoki dalam berbisnis di Batavia. Setelah bisnisnya dinayatakan pailit
di Batavia, Sech Salim Makarim dan keluarga pindah ke Pekalongan. Tentu saja Pekalongan
sangat dikenal Salim Makarim, karena sebelum memperluas bisnis di Padang, Salim
Makarim diketahui pernah tinggal dan memiliki bisnis di Pekalongan (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 25-09-1919).
Marga Makarim di Padang
Abdulrahman Makarim (yang bermula di Chirebon). Makarim terkenal di Padang
adalah Sech Salim bin Mohamad bin Abdullah bin Ali Makarim. Sebagai pedagang, Salim
Makarim kerap ke Batavia.
Orang Timur Asing
(Tionghoa dan Arab) dan pribumi sejak awal tahun 1900 dapat disetarakan sebagai
orang Eropa/Belanda. Mereka yang dapat disetarakan terutama orang yang telah
memberi kontribusi bagi pemerintah Hindia Belanda maupun anak-anak mereka yang
dianggap potensial dalam pendidikan dan pegawai pemerintah. Orang Jepang
sebelum tahun 1900 sudah disetarakan dengan orang Eropa/Belanda. Untuk golongan
pribumi gagasannya bermula ketika orang pribumi beragama Kristen disetarakan
dengan orang Eropa/Belanda, tetapi karena ada protes, penyetaraan itu menjadi kriterianya
hanya berdasarkan kedudukan sosial di mata pemerintah.
.
keluarga marga Makarim di Padang yang disetarakan dengan Eropa/Belanda, yakni:
Sech Salim Makarim, Sech Mohamad Makarim, Sech Ali Makarim, Sech Anwar Makarim
dan Siti Moehani Makarim. Daftar yang disetarakan ini dituangkan dalam Staatsblad
tahun 1921 No 333 (lihat Staatsblad van Nederlandsch-Indie voor…, 1921).
![]() |
Staatsblad tahun 1921 No 333 |
Marga Makarim yang disetarakan dengan orang Eropa/Belanda ini adalah
sebagai berikut: Sech Salim Makarim adalah nama Makarim yang datang ke Padang
pada tahun 1905 (sementara Sech Mohamad Makarim datang ke Padang bersama Sech
Ali Makarim pada tahun 1904 diduga adalah saudara Sech Salim Makarim). Sech
Salim Makarim diduga adalah ayah dari Sech Mohamad Makarim, Sech Anwar Makarim
dan Sech Ali Makarim? Last but not least: Siapa Siti Moehani Makarim? Apakah
Siti Moehani adalah anak dari Sech Salim Makarim? (dengan kata lain: saudara
perempuan dari Sech Mohamad Makarim, Sech Anwar Makarim dan Sech Ali Makarim?).
Terakhir, siapa ibu dari empat anak dari Sech Salim Makarim ini? Hanya Nadiem Makarim yang bisa menjawabnya.
bin Mohamad bin Abdullah bin Ali Makarim memiliki istri bernama Rika (lihat
Bataviaasch nieuwsblad, 27-04-1920). Disebutkan Rika telah mengadopsi nama
(marga) Gamaria sehingga namanya menjadi Rika Gamaria. Pada saat Rika diizinkan
untuk mengadopsi nama marga Gamaria juga diumumkan oleh pengadilan bahwa nama
Si Kasima, istri dari PH de Schrijver mengadopsi nama marga van Engelen.
![]() |
Nederlandsche staatscourant, 09-12-1918 |
Proses
penabalan nama marga (family name) dari Rika ini bermula ketia ia mengajukannya
kepada pemerintah pada tahun 1918 (lihat Nederlandsche staatscourant, 09-12-1918).
Disebutkan nengikuti Artikel 3 Ordonansi 30 Juli 1883 (Indisch Staatsblad No.
192), diumumkan bahwa perempuan pribumi Rika, di Padang, telah meminta Gubernur
Jenderal Hindia Belanda untuk memberinya nama keluarga ‘Gamaria’.
nama keluarga (marga) dan disahkan oleh pengadilan Hindia Belanda. Penabalan
nama family name Rika Gamaria ini mirip dengan tradisi di Tapanoeli yang mana jika
perempuan yang akan menikah tidak memiliki marga dengan sendirinya ditabalkan nama
marga untuk digunakannya (biasanya marga yang digunakan mengikuti marga dari
ibu si calon pengantin). Dalam kasus ini, Rika sendiri mengajukan nama Gamaria
sebagai nama keluarganya. Saat itu nama Gamaria adalah nama kapal Gamaria yang
berpusat di (pelabuhan) Calcutta. Lantas apakah nama perempuan pribumi yang bernama
Rika mengadopsi nama Gamaria. Nama Rika pada era itu tidak ditemukan pada nama perempuan
pribumi, tetapi nama Rika banyak disebut untuk nama perempuan Eropa/Belanda dan
India.
![]() |
Bataviaasch nieuwsblad, 27-04-1920 |
Sejarah penabalan nama marga (family name) dimulai pada tahun 1883 yang
mana pemerintah mengakomodir bagi pribumi untuk mendaftarkan nama untuk
dijadikan menjadi nama keluarga dalam bentuk peraturan perundang-undangan yakni
dikeluarkannya Ordonansi 30 Juli 1883 (Indisch Staatsblad No. 192). Pada tahun
1889 di Jogjakarta seorang pribumi mendaftarkan namanya menjadi nama keluarga
(Nederlandsche staatscourant, 23-08-1889). Nama pribumi tersebut adalah seorang
fotografer Kassian yang dalam sehari-hari menyebut dirinya dengan inisial Chepas
dan menulis namanya dengan nama Kassian Chepas. Kemudian diketahui Kassian
Chepas mengajukan namanya di Djokjokarta pada tanggal 14 Juni 1888 yang
ditujukan kepada Gubernur Jenderal untuk dirinya dan putranya Sem dan Tarif
agar disahkan memiliki nama keluarga Cephas. Permintaan ini kemudian dikabulkan
(lihat Nederlandsche staatscourant, 31-12-1889). Setelah itu beberapa nama
marga baru didaftarkan, termasuk nama marga Gamaria (keluarga Rika Gamaria,
istri Sech Salim Makarim) pada tahun 1920.
pemerintah Soetan Sjahboedin telah mendaftarkan nama ayahnya menjadi nama
keluarga (Bataviaasch nieuwsblad, 16-12-1927). Selama ini yang bersangkutan menulis
namanya dengan nama Soetan Sjahboedin Proehoeman yang mana Prohoeman adalah
nama ayahnya. Berdasarkan keputusan pemerintah, kepada Soetan Sjahboedin
Proehoeman diberikan nama keluarga (marga) Proehoeman, keluarganya dan
keturunan lainnya yang dilisensikan dengan nama keluarga. Soetan Sjahboedin
adalah abang dari Dr, Sjoeib Proehoeman (yang tengah mengikuti program doktoral
di bidang kedokteran di Belanda). Soetan Sjahboedin Proehoeman dan Sjoeib
Proehoeman adalah anak dari Radja Proehoeman Lubis dari Pakantan (Mandailing).
Si Badorang gelar Radja Proehoeman adalah alumni Kweekschool Padang Sidempoean
yang melanjutkan studi (kursua) kedokteran hewan di Buitenzorg dan lulus meraih
dokter hewan pada tahun 1886. Setelah ditempatkan sebagai dokter hewan
pemerintah dan berapa kali pindah tempat akhirnya pada tahun 1906 Radja
Proehoeman dutempatkan di Padang Sidempoean. Ketika sekolah kedokteran hewan
(Veeartsenschool) dibuka tahun 1907 di Buitenzorg, Radja Proehoeman membawa
Sorip Tagor ke Buitenzorg untuk seleksi dan diterima. Lalu kemudian dua tahun
berikutnya tahun 1909 Radja Proehoeman, anaknya sendiri membawa ke Batavia untuk
seleksi dan diterima di STOVIA. Setelah lulus dan menjadi asisten dosen di
Veeartsenschool Buitenzorg, Sorip Tagor tahun 1913 melanjutkan studi ke Belanda
dan lulus dokter hewan di Utrecht tahun 1920 (dokter hewan Indonesia pertama).
Sedangkan Sjoeeib Proehoeman lulus STOVIA tahun 1917. Setelah berdinas sebagai
dokter pemerintah dan beberapa pindah, pada tahun 1926 melanjutkan studi
kedokteran ke Belanda dan meraih gelar doktor (Ph.D) tahun 1930. Nama
Proehoeman sudah ditabalkan sebagai marga baru dan diduga hal yang sama terjadi
pada keluarga (Sorip)Tagor. Dalam hal ini nama family name Proehoeman dan Tagor
merujuk pada marga Lubis (Proehoeman sebagai cabang dari marga Lubis) dan marga
Harahap (Tagor sebagai cabang dari marga Harahap).
Mengapa Rika pada tahun 1918
mengajukan nama keluarga Gamaria diduga terkait dengan pesyaratan bagi keluarga
(Salim) Makarim untuk disetarakan dengan Eropa/Belanda. Proses pengajuan ini
lalu dikabulkan oleh pemerintah pada tahun 1920. Selanjutnya pada tahun 1921
keluar keputusan pemerintah bahwa keluarga Makarim (Salim, istrinya Rika dan
empat anak-anak mereka) telah disetarakan dengan Eropa/Belanda. Pada masa ini
nama family name (marga) Proehoeman dan Tagor masih eksis, sementara nama
family name Gamaria tidak eksis (hanya muncul pada nama Rika saja).
tahun 1904 terakhir diketahui berada di Penang (lihat De Sumatra post,
18-12-1928). Disebutkan Sech Achmad bin Ali Makarim bersama istri dengan kapal
ss Kedah berangkat ke Penang.
di seputar tahun Kongres Pemuda ini, nama-nama Makarim yang menonjol adalah
sebagai beikut. Awab Makarim seorang pengusaha dan aktivis yang menjadi salah
satu pengurus Vereeniging ‘Allahdhibijah’ organisasi persatuan Arab yang sangat
kuat di Soerabaja (lihat De Indische courant, 30-08-1926). Sech Salim bin
Mohamad Makarim sebagai orang kaya di Batavia (lihat Het nieuws van den dag
voor Nederlandsch-Indie, 19-03-1927). Sech Oesman bin Mohamad Makarim sebagai seorang pengusaha
di Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 02-03-1928). Namun yang tetap menjadi
pertanyaan adalah siapa Rika alias Rika Gamaria? Yang jelas Rika Gamaria adalah
istri dari Sech Salim Makarim. Lantas, siapa keluarga Rika, siapa ayahnya,
siapa ibunya dan siapa saudara-saudaranya? Tentu saja kelaurga Rika bukan orang
bisaya tetapi keluarga terhormat yang memiliki tradisi pendidikan di dalam
keluarga. Sebab anak-anak Salim Makarim dan Rika Gamaria merupakan keluarga
Arab yang terbilang awal dalam pendidikan Eropa (KWS/PHS di Batavia).
Pada 1929 salah satu anak
Sech Salim Makarim (dan Rika Gamaria) yakni Ali Makarim termasuk yang lulus
ujian masuk untuk sekolah Koningin Wilhelmina School di Batavia untuk tahun masuk 1930 (lihat
Bataviaasch nieuwsblad, 18-05-1929). Ali Makarim lulus seleksi di kota Padang.
![]() |
Bataviaasch nieuwsblad, 18-05-1929 |
Sementara
yang lulus di Kota Radja (kini Banda Aceh) adalah Mohamad Sangkot Loebis,
sedangkan yang lulus di Palembang adalah Mohamad Isa (kelak menjadi Gubernur
Sumatra Selatan). Seperti disebutkan di atas sebelumnya, Anwar Makarim
dinyatakan lulus ujian masuk KWS pada tahun 1930 (lihat Bataviaasch nieuwsblad,
28-04-1930). Pada tahun 1931 Anwar Makarim, Sangkot Loebis dan Achmad Saleh naik
ke kelas dua (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 04-05-1931). Sementara yang naik ke
kelas tiga adalah Ali Makarim dan Sech Mohamad Makarim, Raden Enoch dan Mohamad
Isa. Raden Enoch kelak dikenal sebagai Gubernur Djawa Barat.
Makarim dan Rika Gamaria (diterima di KWS pada tahun 1929). Anak ketiga mereka
adalah Anwar Makarim yang diterima di KWS tahun 1930. Pada tahun ketiga Anwar
Makrim pindah ke Prins Hendrik School (PHS).
![]() |
Bataviaasch nieuwsblad, 10-06-1936 |
Pada
tahun ajaran 1931 diketahui Ali Makarim naik ke kelas dua dan Mohamad Makarim
naik ke kelas tiga (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 04-05-1931). Juga disebutkan
dalam berita ini terdapat keterangan mahasiswa STOVIA yang dinyatakan lulus dan
mendapat gelar dokter (Indisch Arts), diantaranya adalah Daliloedin Loebis dan
Johannes Leimena. Sementara yang berada di tahun ke tujuh diantaranya Gindo
Siregar, Aboe Hanifah, Ali Besar Siregar dan Kasmir Harahap. Sedangkan yang
berada di tahun ke enam diantaranya Soleiman Siregar, Pang Siregar, Mochtar,
Rasidin, Slamet Iman Santoso dan Moewardi.
Makarim adalah anak pertama, Ali Makarim anak kedua dan Anwar Makarim anak
ketiga. Anwar Makarim lulus di Prins Hendrik School (PHS) pada tahun 1936
(lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-06-1936).
anak pertama keluarga Salim Makarim adalah Mohamad Makarim yang masuk KWS pada tahun
ajaran 1929, maka usia Mohamad Makarim sekitar 14 tahun (lulusan ELS tujuh
tahun). Dengan mengurangkan usia Mohamad Makarim diduga Salim Makarim menikah
dengan Rika pada tahun 1914. Jika usia Rika saat menikah sekitar 18 tahun, maka
Rika lahir pada tahun 1896.
Dengan demikian, jika
merujuk pada garis keturunan ayah (marga Makarim), Nadiem Makarim lahir di
Singapoera. Sementara ayahnya Nono Makarim lahir di Pekalongan. Sedangkan kakek
Nadiem Makarim yakni Anwar Makarim diduga kuat lahir di Padang (anak dari Sech SalimMakarim).
![]() |
Stambuk (silsilah) Nadiem MAKARIM |
Gara-gara Menteri Pendidikan berkunjung ke UI dan membuang naskah, maka
naskah artikel keluarga Makarim ini menjadi ada. Dengan adanya artikel sejarah
keluarga Makarim ini kita lebih kenal dengan Menteri Pendidikan yang baru,
Nadiem Makarim. Marga Makarim hanya ditemukan di Hindia (baca: Indonesia),
tidak ditemukan di Timur Tengah atau tempat lain kecuali di Indonesia (baca: Hindia
Belanda). Ini mengindikasikasikan bahwa marga Makarim lahir (muncul) di
Indonesia. Dibandingkang dengan marga Baswedan, marga Makarim jauh lebih tua.
Jika nama Baswedan muncul kali pertama di Hindia (baca: Indonesia) tahun 1879,
nama Makarim muncul lebih awal hampir setengah abad pada tahun 1832. Seperti
halnya nama Makarim, nama Baswedan juga hanya ditemukan di Indonesia (baca:
Hindia).
Nono Anwar MAKARIM. Nama yang begitu populer dalam minggu-minggu terakhir ini.
Jika silsilah Nadiem Makarim ini dibuat dalam stambuk panjang maka namanya
menjadi: Nadiem Nono Anwar Salim Mohamad Abdullah Ali MAKARIM.
![]() |
Hamid Algadri (1950) |
Satu hal yang sudah terjawab adalah relasi antara Nono Makarim dengan
Hamid Algadri. Tentu saja masih ada satu pertanyaan lagi yang perlu ditanyakan,
yakni mengapa Nono Makarim begitu dekat dengan Adnan Buyung Nasution dan
Mochtar Lubis pada era transisi rezim orde lama dengan rezim orde baru. Ini
bukan karena mereka berdua alumni UI. Jawaban ini diduga tidak dapat dijawab
oleh Hotman Paris Hutapea. Tentu saja juga tidak bisa dijawab oleh Hariman
Siregar (mantan ketua dewan mahasiswa UI). Yang pasti adalah ada garis
continuum dalam cara berjuang (cara berpikir) sejak era Anwar Makarim hingga
Nono Makarim dan Nadiem Makarim. Seperti kata pepatah: semua terhubung satu
sama lain, tidak ada yang berjalan sendiri. Dalam hal ini, kita harus kembali
ke awal dalam penabalan marga Gamaria, siapa sejatinya Rika, ibu dari Anwar
Makarim?. Apakah kita tidak pernah berpikir orang tua Rika adalah ayah Mandailing
dan ibu Minangkabau? Apakah kita tidak
pernah berpikir ayah Rika berasal dari kampung yang sama dengan ayah Mochtar
Lubis dan Adnan Buyung Nasution? Pada era Sech Salim Makarim berada di Padang,
hanya ditemukan dua penabalan marga (family name) yang disetujui pemerintah
yakni Gamaria dan Proehoeman.
Jasmerah!