Sejarah

Sejarah Jakarta (88): Sejarah Pulo Gadung, Perkampungan Orang Melayu di Pulo Besar; Pasar Besar dan Pembangunan Kanal Besar




false
IN



























































































































































*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Pulo Gadung memiliki sejarah yang panjang. Namun
seberapa tua sejarahnya kurang terinformasikan. Poeloe Gadong (kini Pulo
Gadung) dibuka dan awalnya didiami oleh orang-orang Melayu. Sebagai pusat
perdagangan yang penting di timur Batavia, pemerintah VOC/Belanda kemudian
membangun jalan tol air (kanal air) dari Batavia ke Poeloe Gadong. Pasar Poeloe
Gadong masih eksis hingga ini hari.

Pasar Pulo Gadung (Peta 1824)

Nama
Pulo Gadung disalahartikan sebagai pulau yang banyak ditanam gadung (sejenis
umbi-umbian). Entah dari mana sumbernya tidak jelas. Yang jelas Pulo berasal
dari poeloe (pulau), namun gadung (gadong, gadoeng) sangat naif diterima hanya karena
semata-mata kebetulan mirip dengan nama tanaman (yang juga masih dikenal pada
masa ini). Lantas mengapa tidak disebut, misalnya berasal dari kata gedong,
gedoeng? Pertanyaan berikutnya mengapa ada pulau di daratan? Dalam hubungan
ini, (ilmu) toponimi bukanlah ilmu sejarah. Ilmu sejarah geografis harus bisa
menjelaskan asal-usul suatu tempat, tetapi tidak harus selalu menjadi kewajiban
untuk membuktikan dan menjelaskannya.

Asal-usul nama Pulo Gadung adalah satu hal. Hal
lain yang lebih penting adalah bagaimana sejarah Pulo Gadung. Sejarah Pulo
Gadung adalah bagian yang membentuk Sejarah Jakarta. Oleh karena itu dalam
sejarah Jakarta, sejarah Pulo Gadung tidak bisa diabaikan. Untuk menambah
pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

   

Peta 1774

Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Poeloe Gadong Era VOC: Pusat Perdagangan di Jaringan Lalu Lintas Air
Nama Poeloe Gadong sudah dikenal di era VOC/Belanda. Poeloe Gadong adalah
salah satu pemukiman pasukan pribumi pendukung militer VOC/Belanda yang berasal
dari Melajoe. Poeloe Gadoeng kemudian menjadi pusat pedagangan yang penting di
daerah aliran sungai Soenter (dari Tjitrap hingga Tjilintjing). Kampong Poeloe
Gadong menjadi sangat terkenal sejak dibangunnya jalan tol air dari kota (Stad)
Batavia ke kampong Poeloe Gadong (sungai Soenter). Dalam perkembangannya di
kampong Poeloe Gadong dibentuk land (lahan partikelir).

Peta lahan Poeloe Gadoeng (Peta 1780; Peta de Haan)

Kapan kanal (sungai Soenter) ini dibangun tidak diketahui secara pasti.
Paling tidak Pada Peta 1740 Kanal Soenter ini sudah eksis. Pada Peta 1774 (peta
lahan partikelir), land Poeloe Gadong berada di titik strategis ke timur (land
Tjakong hingga Tjikarang) dan ke selatan (land Pondok Kalapa hingga Tjitrap).

Menurut Peta De Haan (Peta 1780), land Poeloe
Gadoeng ini dimiliki oleh seorang pedagang VOC DE Brauns. Dalam Peta 1780 tersebut
Kanal Soenter masih eksis dari Poeloe Gadoeng ke arah barat (menuju Batavia).
Dalam Peta 1780 tampak teridentifikasi suatu area yang diduga kuat adalah
pasar.

Pasar Senen, 1770

Pasar
Poeloe Gadoeng ini diduga kuat dibangun oleh DE Brauns. Beberapa dasawarsa
sebelumnya, tahun 1735 Justinus Vink membangun pasar di lahan miliknya yang
kemudian dikenal sebagai Pasar Vinke (kini lebih dikenal Pasar Senen). Lahan
ini dibeli oleh Justinus Vinke dari Cornelis Chastelein yang telah membuka
lahan baru di Depok (perluasan lahan Chastelein di Seringsing). Justinus Vink
juga membangun pasar di land Daalxigt (yang kemudian dikenal Pasar Tanah Abang).
Pasar Vinke (Pasar Senen), Pasar Tanah Abang (buka hari Rabu) dan Pasar Poeloe
Gadoeng (buka hari Jumat) diduga tiga pasar terawal yang dibangun.

Daftar pasar (Almanak, 1838

Justinus
Vink terbilang sebagai pedagang (koopman) yang sukses di era VOC/Belanda. Justinus Vink
setelah memiliki land Anthonij (eks land Chastelein) membeli lahan di Antjol. Justinus
Vink lalu membeli lahan eks Kapitein Jonker di Tjilintjing. Untuk menghubungkan
Antjol dan Tjilintjing, Justinus Vink membangun kanal baru. Kanal tersebut
kemudian disebut Kanal Vinke (Vinkevaart). Kanal ini pada masa ini dikenal
sebagai Kali Cilincing atau Kali Lagoa. Kanal Soenter dibangun oleh pemerintah
VOC/Belanda. Jauh sebelum dua kanal ini dibangun beberapa kanal telah dibangun,
salah satu diantaranya Kanal Mooker (Mookervaart). Kanal Mookervaart ini terbilang
fenomenal yang dibangun oleh swasta (pribadi) Cornelis van Mook dari (benteng)
Tangerang hingga (benteng) Angke (dibangun tahun 1684 dan selesai tahun 1687).
Oleh karena pembuatnya Cornelis van Mook maka kanal tersebut disebut
Mookervaart (kanal ini kini lebih dikenal sebagai kali di sisi utara jalan Daan
Mogot (Pesing-Tangerang).

Era VOC/Belanda berakhir pada tahun 1799.
Kerajaan Belanda mengakuisisi wilayah VOC dengan membentuk Pemerintah Hindia
Belanda. Namun tidak lama kemudian, pada tahun 1811 terjadi pendudukan
(militer) Inggris. Pada tahun 1812 pemilik land Poeloe Gadoeng diketahui
seorang Cina, Litjong (lihat Java government gazette, 13-06-1812). Pada tahun
1816 kekuasaan kembali diambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Poeloe Gadong Era Pemerintah Hindia Belanda: Meester Cornelis-Bekasi via
Pulo Gadong
Pada saat permulaan Pemerintah Hindia Belanda
(pasca pendudukan militer Inggris), salah satu kebijakan pemerintah
(residentie) Batavia adalah mengkapitalisasi pasar. Sementara land-land yang
ada masih berada di tangan swasta (lahan partikelir). Salah satu dari daftar
pertama, Pasar Poelo Gadong yang dikapitalisasi oleh pemerintah. Pemerintah
dalam hal ini mengeluarkan peraturan bahwa pasar-pasar yang ditetapkan
dikenanal pajak sebesar lima persen (lihat Bataviasche courant, 19-07-1817).
Disebutkan bahwa kepada pemilik pasar untuk menyerahkan pajak sebesar lima
persen dari total pendapatan.
Bataviasche courant, 19-07-1817

Tanah
partikelir (land) yang telah diberlakukan sejak era VOC/Belanda masih tetap
eksis. Hal ini karena pemilikan land telah dialihkan kepada swasta karena
pemerintah VOC/Belanda telah menjualnya. Land dalam hal ini adalah negara dalam
negaras. Disebut demikian karena pemerintah tidak bisa melakukan intervensi
pada land. Penguasa tunggal di dalam land adalah tuan tanah (landheer).
Landheer menerima iuran dari lahan-lahan yang diusahakan oleh penduduk dan
persil-persil tanah yang disewa oleh swasta. Untuk pembangunan dan
pengembangannya di dalam (wilayah) land dilakukan oleh landheer. Pusat
pemerintah (ibu kota) di dalam land berpusat di sekitar rumah tuan tanah (landhuis).
Seperti yang disebutkan di atas, para pemilik land ada juga yang membangun
pasar, termasuk Pasar Poelo Gadong. Orang yang berdagang di Pasar Poeloe Gadong
dikenakan tarif/retribusi oleh pemilik pasar (landheer atau kongsie).
Pendapatan retribusi inilah yang kemudian dikenakan pemerintah sebagai pajak
(verponding). Para pedagang dan pembeli di dalam pasar diasumsikan sebagai
publik yang menjadi domain pemerintah.

Pada tahun 1826 dikeluarkan peraturan (beslit)
tentang perpasaran di seluruh wilayah Residentie Batavia (lihat Javasche
courant, 17-12-1829). Wilayah Residentie Batavia saat ini dari sungai Tjitarom/Karawang
di timur hingga Tjisadane/Tangerang di barat dan dari pantai hingga ke
pegunungan (gunung Salak dan gunung Pangrango). Dalam lampiran peraturan baru
ini jumlah pasar yang dikapitalisasi oleh pemerintah semakin bertambah jika
dibandingkan daftar tahun 1817. Jumlah pasar ini terus meningkat (lihat
Almanak, 1838). Pasar yang dikenakan pajak oleh pemerintah tidak hanya pasar
swasta tetapi juga pasar yang telah dikuasai pemerintah.
Poelo Gadoeng (Peta 1903)

Pada awal
era Pemerintah Hindia Belanda (sebelum pendudukan Inggris), terutama pada era
Gubernur Jenderal Daendels telah membeli sejumlah lahan (tanah partikelir)
untuk pengembangan (pemerintahan) kota. Pembelian lahan ini yang pertama di
Batavia dan Buitenzorg lalu kemudian dilanjutkan di Tangerang, Bekasi dan
Karawang. Land yang dibeli pemerintah di Batavia antara lain land Weltevreden
(eks land Anthonij/land Chastelein) yang kini dikenal sebagai Kawasan Senen dan
di Buitenzorg land yang dibeli pemerintah adalah land Bloeboer (wilayah pusat
Kota Bogor yang sekarang).  Sehubungan
dengan hal tersebut Pasar Senen yang juga disebut Pasar Weltevreden (yang dulu
disebut Pasar Vinke) dengan sendirinya menjadi pasar pemerintah. Peta 1903

Tunggu deskripsi lengkapnya

Poeloe Gadong Era Republik Indonesia: Kecamatan Pulo
Gadong

Tunggu deskripsi lengkapnya

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di
blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah
menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping
pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah–agar lingkungan tempat
tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton
sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan
sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam
memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini
hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish).
Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top