Sejarah

Sejarah Riau (14): Bangkinang Hulu Sungai Kampar; Dunia Lama Pedalaman Sumatra, Melayu dari Timur Minangkabau dari Barat




false
IN


























































































































































 

*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Riau di blog ini Klik Disini

Seperti
halnya bandar (banda, banjar) dan kota (koeta, hoeta, kotta), penggunaan nama
tempat yang diawali suku kata ‘bang’ juga cukup banyak ditemukan yang berasal
dari zaman kuno. Tentu saja selain itu masih ada yang dihubungkan dengan nama-nama
(anda) navigasi lainnya seperti ‘poera’, ‘batang’, ‘somgi’, ‘negori’, ‘banjoe’,
‘koewala’, ‘moeara’, ‘batoe’, ‘tandjong’ ‘teloek’, goenoeng’, ‘boekit’,
‘paija’, ‘rawa’, ‘setoe’, dan sebagainya. Lantas, apakah nama Bangkinang dan
nama Kampar berasal dari nama lampau
? Apakah nama Bangkinang ada kaitannya sengan Bangkalis,
Bangkoeloe, Bangkayang, Bangka dan Bangko
?

Nama-nama geografi jarang digunakan sebagai
sumber sejarah. Padahal nama-nama geografi adalah domain sejarah dan nama yang
cenderung tercatat sejak awal, apakah di dalam sketsa, peta atau teks.
Keutamaan nama geografi karena diturunkan antar generasi. Pelaut-pelaut Eropa
terawal (seperti Portugis) sebagaimana lazaimnya tidak pernah menghapus nama
geografi karena nama geografi adalah penanda navigasi terpenting (yang dapat
dirujuk satu sama lain dan dapat diperbandingkan). Demikian juga orang-orang
Belanda sejak era VOC hingga era Pemerintah Hindia Belanda setiap membangun
kota, nama lokal tidak pernah dihapus, bahkan tidak pernah diakuisisi. Seperti
di Batavia tetap eksis nama Jacatra (baca: Jakarta); Fort de Kock
(Boekittinggi), Fort van der Capellen (Batoesangkar), Fort van den Bosch
(Pajakoemboeh), Fort Amerongen (Rao), dan Fort Elout (Panjaboengan).

Wilayah
Bangkinang disebut pada era Pemerintah Hindia Belanda pernah menjadi bagian
dari wilayah Padangsche Bovenlanden (Minangkabau), namun mengapa dikembalikan
ke wilayah Riau. Itu satu hal tentang perubahan wilayah administrasi biasa. Hal
yang lebih penting adalah bagaimana hubungan Bangkinang dengan wilayah-wilayah
pedalaman (Sumatra) terhubung di zaman kuno. Seperti kata ahli
sejarah
tempo doeloe,
semuanya
ada permulaan.
Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Bangkinang: Canding
Padang Lawas dan Candi Muara Takus

Wilayah
Bangkinang (kabupaten Kampar) yang sekarang, meski berada di pedalaman Sumatra
(antara pantai barat dan pantai timur) bukanlah dunia baru, tetapi dunia lama.
Keberadaan candi Muara Takus di kabupaten Kampar mengindikasikan wilayah ini
sudah dikenal dunia luar sejak zaman kuno (era Boedha-Hindoe). Lantas dimana
atau kemana penduduk zaman kuno ini
?

Pada era Portugis Kerajaan Aroe di daerah aliran
sungai Baroemoen (Tapanuli) dan kerajaan Minangkabau eksis dan menjadi tiga
kekuatan utama di Sumatra bersama kerajaan Atjeh. Setelah kerajaan Malaka
ditaklukkan Portugis, kerajaan Johor di Semenanjung Malaya mulau tumbuh dan
berkembang. Tidak diketahui sejak kapan kerajaan Aroe degradasi, juga tidak
diketahui sejak kapan kerajaan Deli promosi (dan kemudian degradasai) Seiring
dengan meredupnya kerajaan Aroe, diduga menjadi akhir dari dunia lama
(percandian Padang Lawas dan Muara Takus).

Yang jelas pada era
Belanda (VOC) hanya tiga kerajaan yang masih eksis: kerajaan Atjeh, kerajaan
Pagaroejoeng (Minangkabau) dan kerajaan Johor.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bangkinang pada Era Kolonial
Belanda

Tunggu
deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top