*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Palembang dalam blog ini Klik Disini
Seperti
halnya di daerah aliran sungai Baraumun, Padang Lawas (Tapanuli), jumlah candi
di daerah aliran sungai Musi (Pelembang atau Sumatera Selatan) juga cukup
banyak. Paling tidak candi-candi yang sudah dikenal luas di daerah aliran
sungai Musi antara lain candi Bumi Ayu di Muara Enim (diduga candi Hindoe yang
mirip di Jawa), candi Lesung Batu dan candi Gapura Sriwijaya. Lalu apakah ada
hubungan candi di daerah aliran sungai Musi dengan candi di daerah aliran
sungai Batanghari (Jambi)?

luas yang diperkirakan seluas 75 Ha. Candi ini diduga peninggalan Hindoe. Pada
masa ini candi Bumi Ayu berada di desa Bumiayu, kecamatan Tanah Abang, kabupaten
Penukal Abab Lematang Ilir (Muara Enim). Candi ini dapat dikatakan satu-satunya
komplek percandian di daerah alirang sungai Musi yang terdiri dari sembilan
buah bangunan candi yang diantaranya telah ada yang dipugar. Ada yang
memperkirakan bahwa candi ini dibangun pada tahun 897 M (tidak lama setelah
tahun prasasti Kedukan Bukit. Di area candi ini ditemukan sejumlah fragmen
seperti kepala arca yang berwajah raksasa, arca perempuan sedang memegang ular
serta arca perempuan yang mengenakan kalung dari untaian tengkorak serta
arca-arca binatang. Lokasi Candi Bumi Ayu berjarak 85 kilometer dari Kota Muara
Enim.
Bagaimana
sejarah candi-candi di daerah aliran sungai Musi? Seperti disebut di atas salah satu candi yang
terbilang luas adalah candi Hindoe Bumi Ayu. Lantas bagaimana kaitannya dengan Sriwijaya
di Palembang yang dihubungkan dengan Boedha? Lalu apakah ada kaitan keberadaan candi di daerah
aliran sungai Musi dengan candi di daerah aliran sungai Batanghari? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Sebaran Candi di Daerah Aliran
Sungai Musi
Kapan
situs candi ditemukan di daerah aliran sungai Musi? Kita lihat nanti. Keterangan
yang sudah ada adalah CJ Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di suatu
tempat yang kemudian disebut Kedukan Boekit (kini di kampung Kedukan Bukit, kelurahan
35 Ilir, Kota Palembang) di tepi sungai
Tatang yang bermuara ke sungai Musi, ditemukan prasasti berbentuk batu kecil
berukuran 45x80cm yang bertulis aksara Pallawa dalam bahasa Sanskerta (Melayu
Kuno). Prasasti ini kini dikenal sebagao Prasasti Kedukan Bukit. Dalam
perkembangannya diketahui bahwa tarih prasasti adalah 684 M.
Tentu saja di tempat ditemukan prasasti itu di
Kedukan Bukit tidak ada candi. Sebab tempat itu pada 1200 tahun yang lalu
bukanlah daratan tetapi perairan laut atau rawa-rawa yang dalam perkembangannya
karena adanya proses sedimentasi terbentuk rawa dan akhirnya menjadi daratan.
Lantas dimana awal prasasti itu berada? Tidak ada yang mengetahuinya, bahkan
ini hari.
Candi
kuno di wilayah daerah aliran sungai Musi, jika ada, haruslah berada lebih jauh
ke arah hulu daerah aliran sungai Musi. Jika ada candi yang dibangun di wilayah
kota Palembang yang sekarang haruslah dianggap sebagai bangunan candi yang
dibangun baru (bukan candi kuno). Candi kuno adalah candi yang dibangun pada
era Hindoe Boedha.
Pada tahun 1935 FM Schnitger menemukan lima
prasasti di (kota) Palembang (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 08-03-1935). Disebutkan bahwa prasasti-prasasti tersebut yang
ditemukan di Telaga Batoe (Ilir 2) kurang lebih sama dengan Prasasti Kedukan Bukit
aksara Pallawa dengan bahasa Sanskerta yang diduga seumur dengan Prasasti
Kedukang Bukit. Dalam berita itu juga disebutkan bahwa Dr. WJ Stutterheim,
seorang ahli kepurbakalaan di Djokjakarta berpendapat ada banyak bukti bahwa
Shriwidjaja tidak benar-benar terletak di Palembang, meskipun wilayah itu cepat
atau lambat menjadi milik kekaisaran itu. WJ Stutterheim menduga itu di Indragiri.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Apakah Ada Koneksi dengan
Candi di Sungai Batanghari?
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir
Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok
sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan
Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi
berkebun di seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau.
Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu
senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah),
tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis
Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang
dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.