Sejarah

Sejarah Bangka Belitung (18): Bandara di Bangka Belitung, Mula Dimana? Lapangan Terbang Militer – Bandar Udara Komersil


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Lapangan terbang adalah kebutuhan untuk
pendaratan pesawat udara/kapal terbang. Dalam hal ini moda transportasi udara adalah
puncak peradaban manusia sejak era zaman kuno navigasi pelayaran perdagangan.
Sebelum terdapat lapangan terbang di Bangka dan Belitung, moda transportasi
laut yang digunakan dimana dermaga-dermaga banyak dibangun, baik untuk
mengubungkan antara kota di dalam pulau maupun antar pulau. Lalu kemudian tumbu
berkembang moda transpoertasi darat dengan pembangunan jalan raya di dalam
pulau.


Lapangan
terbang Pangkal Pinang kini lebih dikenal sebagai Bandar Udara (bandara) Depati
Amir, adalah bandar udara yang terletak di Kota Pangkalpinang Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Bandara ini dikelola oleh PT Angkasa Pura II sejak
bulan Januari 2007. Pada awalnya bernama Pelabuhan Udara Pangkalpinang yang
dibangun sejak penjajahan Jepang tahun 1942 sebagai pertahanan dari serangan tentara
sekutu. Pada tahun 1985 nama Pelabuhan Udara diubah menjadi Bandar Udara. Pada
tahun 1999, nama Bandar Udara Pangkalpinang diubah menjadi Bandar Udara Depati
Amir. Sejak 1 Januari 2007, Bandara ini diserahkan pengelolaannya kepada sebuah
BUMN yang membidangi pengelolaan beberapa bandara di wilayah barat Indonesia,
yaitu PT Angkasa Pura II (Persero). Pada tahun 1978, landasan dipindah bergeser
ke arah barat sejauh sekitar 75 meter, dengan panjang 1200 m. Kemudian secara
bertahap terus diperpanjang menjadi 1600 m, 1800 m, 2000 m dan selanjutnya
tahun 2013 runway telah mencapai panjang 2250 m x 45m. Dalam sejarah
perpanjangan landasan pacu ini, pernah juga memotong sebuah jalan raya, hingga
pada akhirnya jalan raya tersebut dialihkan ke arah jalur yang lebih sesuai.
Hingga saat ini runway bandara ini telah mampu didarati pesawat tipe Boeing
737-800NG/900ER, & Airbus A320.
(Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah bandara di Bangka dan
Belitung, bermula dimana? Seperti disebut di atas, sejarah bandara nermula di
masa lampau pada era Hindia Belanda yakni pada awalnya untuk kepubutuhan lapangan
terbang militer hingga kini bandar udara (bandara) komersil. Lalu bagaimana sejarah
bandara di Bangka dan Belitung, bermula dimana? Seperti kata ahli sejarah tempo
doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah
seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan
tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Bandara di Bangka dan Belitung,
Mula Dimana? Lapangan Terbang Militer hingga Bandar Udara Komersil

Adanya lapangan terbang di Bangka pada era
Hindia Belanda, pada dasarnya bukan karena kebutuhan (militer) Pemerintah Hindia
Belanda, tetapi karena kebutuhan negara lain (dalam hal ini Inggris). Itu
terjadi pada tahun 1919 (lihat De locomotief, 06-10-1919). Mengapa? Yang jelas
pembangunan lapangan terbang di Bangka bersamaan dengan pembangunan lapangan
terbang di Larantoeka (Timor).


Pemerintahan Hindia Belanda,
sudah sejak lama membangunan sejumlah lapangan terbang di Jawa dalam hubungannya
dengan kebutuhan militer. Yang telah memiliki pesawat terbang sejak awal adalah
Angkatan laut dan kemudian menyusul Angkatan darat. Lapangan terbang militer
pertama yang dibangun adalah lapangan terbang Tjililita (Batavia) dan kemudian
Kali Djati (Karawang) dan Andir (Bandung). Dalam perkembangannya dibangun di
Semarang, dan Gresik, lalu menyusul di Singaradja (Bali). Sejumlah lapangan
terbang tersebut awalnya dapat diakses dari laut (angkatan laut), namun dalam
perkembangannya diperluas ke pedalaman (Bandoeng) setelah adanya lapangan Kali
Djati. Untuk wilayah lain, di luar Jawa, lapangan terbang belum ada, dan karena
itu pesawat terbang Angkatan laut yang ada yang take-off dan landing didaratkan
di atas dak kapal. Takeoff di atas kapal, tetapi mendarat di laut yang kemudian
diderek ke atas kapal di dek (untuk parkir kembali).

Dalam
konteks inilah, yang mana pihak Inggris yang telah mengetahui Pemerintah Hindia
Belanda telah membangun sejumlah lapangan terbang di Jawa dan Bali, menjadi
pemicu munculnya keingingan Inggris untuk menghubungkan jalur penerbangan dari
Singapoera ke Sidney (Australia) dan sebaliknya. Dalam hal ini pihak Inggris
berinisitif memajukan usul kepada Pemerintah Hindia Belanda di Batavia untuk
membangun lapangan terbang di Bangka dan Timor.
        


Sudah barang tentu usul Inggris di Singapoera
dan Sidney, di satu sisi dapat dimengerti oleh Pemerintah Hindia Belanda, dan
di sisi lain Pemerintah Hindia Belanda melihat sebaliknya akan juga
menguntungkan di Hindia Belanda karean dimungkinkan pesawat terbang Pemerintah
Hindia Belanda menjadi memiliki akses baik ke Singapoera maupun ke Australia, Sebagaimana
diketahui selama ini, kerajaan Belanda memiliki konsulat di Singapoera maupun
di Sidney, demikian juga kerajaan Inggris memiliki kionsulat di beberapa kota
di Hindia Belanda (Batavia. Singapoera dan Medan). Hubungan internasional,
antar negara di atas, menjadi sebab terjadinya hubungan jalur penerbangan
internasional di tingkat bawah.                   

Dimana
lapangan terbang di Bangka dibangun? Yang jelas bahwa pilihan pembangunan lapangan
terbang di Bangka atas dasar inisiatif Inggris menjadi kenyataan. Namun dalam
waktu yang tidak lama satu maskapai penerbangan di Belanda berinisiatif untuk
melakukan penerbangan jarak jauh (long distance) dari Amsterdam hingga Batavia.
Suatu ide gila, sebab ini akan yang terjauh di atas bumi. Bahkan orang Inggris
dan Amerika belum berpikir merintis jalur penerbangan antara Inggris dan
Amerika melalui Lautan Atlantik. Bagaimana jalur penerbangan antara Eropa dan
Asia Tenggara dapat terselenggara?
  Apa
peran lapangan terbang di Bangka dalam hal ini?


Dalam sejarahnya, setelah sekian abad, Belanda
di Eropa dan Hindia di Asia Tenggara terhubung melalui kapal-kapal layar via
Afrika Selatan (kemudian kapal uap melalui Terusan Suez) yang di dalamnya turut
membawa surat-surat pos. Kini telah mencapai puncaknya Ketika teknologi
telegraf dengan menarik kabel laut membuat komunikasi antara Belanda dan Hindia
lebih cepat jika dibandingkan surat. Teknologi komunikasi jarak jauh mulai
dioperasikan setelah percobaan stasion radio Malabar Bandoeng berhasil
menghubungkan komunikasi Belanda dan Hindia. Stasion radio Malabar ini
diresmikan pada tanggal 5 Mei 1923. Dalam konteks inilah gagasa penerbangan
jarak jauh antara Belanda dan Hindia dirintis.

Penerbangan
jarak jauh Asmterdam dan Batavia benar-benar terlaksana dan berhasil dimana pesawat
terbang pertama dari Belanda (Amsterdam) tiba di lapangan terbang Tjililitan
(Batavia) pada hari Senin tanggal 24-11-1924 (lihat De Zuid-Willemsvaart,
25-11-1924). Tanggal ini begitu penting, baik di Belanda maupun di Hindia. Oleh
karena itu disambut meriah dan antusias dimana-mana, tidak hanya Gubernur
Jenderal Hindia Belanda juga oleh Ratu Belanda Wilhelmina. Pada hari Jumat
tanggal 21 November 1924 pesawat Foker F-VII mendarat di lapangan terbang
Polonia Medan. Itu berarti pesawat pertama Belanda yang berangkat dari
Amsterdam pada tanggal 1 Oktober telah tiba di Hindia (menempuh 15.899 Km dalam
20 hari terbang; termasuk hari untuk istirahat dan perbaikan).


Panitia Penerbangan Hindia Belanda langsung
mengirim telegram ke Ratu Wilhelmina dan sang Ratu langsung mengirim ucapan
selamat. Ucapan selamat juga disampaikan kepada tiga penerbang dan langsung
mendapat bintang (lihat Kembali De Zuid-Willemsvaart, 25-11-1924). Disebutkan
para penerbang itu adalah Commandant van der Hoop, Luitenant van Woerden
Poelman dan mekanik van den Broek. Hanya dua penerbang yang tiba di Hindia,
Luitenant van Woerden Poelman ditinggal di India (Inggris) untuk digantikan
oleh penerbang Hindia Belanda yang lebih memahami wilayah Hindia Belanda. Pada
hari Sabtu pesawat F-VII terbang menuju (lapangan terbang) di Singapura dan
keesokan harinya ke Muntok (Bangka) dan hari Senin dilanjutkan menuju Batavia
di lapangan terbang Tjililitan.

Dalam
penerbangan jarak jauh yang bersifat internasional ini pada tahun 1824,
lapangan terbang di Bangka juga mendapat kehormatan disinggahi. Lapangan
terbang di Bangka yang dibangun tahun 1919 tersebut, telah memperkaya catatan
sejarah penerbangan di Bangka dan khususunya tentang keberadaan lapangan
terbang di Bangka. Sukses penerbangan Belanda, antara Amsterdam dan Batavia
menjadi viral di Eropa. Adalah negara Portugal yang pertama memanfaatkan berita
baik ini dengan mengirim permintaan diplomatik kepada Pemerintah Hindia Belanda
di Batavia agar diizinkan untuk membuka jalur penerbangan antara Lisbon dengan
Batavia, dengan maksud aga pesawat-pesawat Portugal dapat mencapai Makao dan Dilli
(Timor). Dengan demikian, lapangan terbang di Bangka dengan sendirinya telah
menjadi bagian dari jalur navigasi penerbangan internasional. Penerbangan jarak
jauh ini seakan lembaran baru dalam menngiringi pertumbuhan dan perkembangan penerbangan
komersil.


Lapangan terbang di Bangka, muncul karena
adanya usulan Inggris di Singapoera dalam rangka program penerbangan Inggris
yang dapat terhubung antara Singapoera dan Australia di Sidney. Program ini tampaknya
program rintiasan penerbangan sipil Inggris antara Singapoera dan Australia (mau
tak mau) melalui Hindia Belanda. Penerbangan sipil sebenarnya sudah sekal lama
berkembang, bahkan sebelum berkembang di Jawa. Dalam hal ini lapangan terbang
Hindia Belanda di Polonia Medan. Lapangan terbang Medan dan Singapoera menjadi
hub bagi penerbangan Inggris antara Colombo di barat dan Hongkong di timur
(pengembangan ke Ausralia adalah program lebih lanjut). Harus dicatat untuk
mencapai Colombo dari Medan tidak langsung melalui laut tetapi di atas pesisir
laut pantai Siam, pantai Burma dan seterusnya ke India, demikian juga dari Singapoera
ek Hongkong harus singgah di bebebarap lapangan terbang di pantai Indo China. Di
Medan sendiri pada tahun 1910 sudah ada konsorsium penerbangan sipil (diantara pebisnis
Belanda Inggris). Sebagaimana diketahui, Medan adalah kota yang paling cepat
tumbuh dan berkembang di Indonesia dimana banyak para pengusaha Eropa membangun
plantation. Perusahaan-persuahaan Inggris juga banyak di Medan, bahkan sudah
sejak lama ada konsulat Inggris di Medan.

Dalam
penerbangan jarak jauh tahun 1924 rute yang digunakan penerbang Belanda
tersebut dari Amsterdam melalui beberapa negara hingga ke India, Burma fdan
seterusnyaa ke Siam. Dari lapangan terbang di Phuket di pantai barat Siam,
jalur ke singapoera menuju ke Polonia Medan, baru kemudian ke Singapoera (harus
diingat bahwa ruas jalur navigasi masih pendek, karena kemampuan mesin pesawat dan
ketersediaan bahan bakar yang bisa dibawa pesawat). Lalu dari Singapoera
penerbangan jarak jauh dari Amsterdam ini menuju lapangan terbang di Bangka dan
baru berakhir di lapangan terbang Tjililitan. Lapangan terbang di Bangka yang
dibangun tahun 1919 menjadi saksi sejarah dalam penerbangan jarak jauh untuk
kali pertama di muka bumi.

Tunggu
deskripsi lengkapnya

Lapangan Terbang Militer hingga Bandar Udara Komersil di Bangka
Belitung: Palembang, Jambi dan Riau plus Pontianak

Dimana
lapangan terbang di Bangka dibangun? Yang jelas bukan di Muntok (ibu kota
residentie Banka en Onderh.), dan juga bukan di Pangkal Pinang (ibu kota
residentie yang baru). Lalu dimana? Lapangan terbang yang dibangun 1919 justru
di Blindjoe. Mengapa? Dalam perkembangannya lapangan terbang alternatif
dibangun di Koba. Mengapa?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top