Sejarah

Sejarah Bengkulu (17): Kota Tua Muara Aman di Bengkulu; Lais dan Ketahun di Pantai vs Rejang dan Lebong di Pegunungan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini 

Kita tidak berbicara tentang nama Muara Kaman
di Kutai yang terkenal dengan prasasti abad ke-4, tetapi membicarakan nama
tempat Muara Aman di Bengkulu. Bagaimana sejarahnya? Tampaknya terlupakan dan
dilupakan. Dalam laman Wikipedia hanya dinarasikan satu kalimat doang: ‘Pasar
Muara Aman adalah kelurahan yang berada di Kecamatan Lebong Utara, Kabupaten
Lebong, Provinsi Bengkulu’. Apakah sampai disitu saja?


Sejarah
nama-nama tempat di Indonesia masa kini, berbeda-beda di masa lampau. Ada yang
terus berkembang dari zaman kuno hingga masa ini, ada juga yang begitu-begitu
saja. Juga ada yang redup. Tentu saja ada yang hilang sama sekali. Ada juga
yang tidak ada tempo doeloe, belum ada pada Hindia Belanda, tetapi kini muncul
sebagai kota utama. Kota Muara Aman yang tempo doeloe cukup dikenal pada era
Pemerintah Hindia Belanda kini hanya sebatas nama kelurahan di kabupaten Lebong
di wilayah pegunungan. Keutamaan kota Muara Aman doeloe karena menjadi pusat
pertambangan emas di wilayah (district) Lebong. Bagaimana situasi dan
kondisinya masa kini?

Lantas bagaimana sejarah kota tua Muara Aman
di wilayah Bengkulu? Seperti disebut di atas, kota Muara Aman telah meredup
hingga kini hanya dikenal sebagai nama desa saja. Sejarah Muara Aman tempoe
doeloe dapat dihubungkan dengan kota Lais dan kota Ketahun di pantai barat
Sumatra dan wilayah Rejang dan Lebong di pegunungan. Lalus bagaimana sejarah kota
tua Muara Aman di wilayah Bengkulu? Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Kota Tua Muara Aman di Wilayah Bengkulu; Lais dan
Ketahun di Pantai vs Rejang dan Lebong di Pegunungan

Tunggu deskripsi Muara Aman adalah kota tua, tapi setua berapa? Kota
Muara Aman pada era Pemerintah Hindia Belanda awalnya hanya diketahui sebagai
sebuah kampong kecil di pedalaman di wilayah Benkoelen. Namun dengan
beroperasinya pertambangan emas Mijn. Lebong. Kampong kecil Muara Aman berubah drastic
menjadi sebuah kota penting di pedalaman Benkoelen. Ini mirip dengan kota Sawah
Lunto di Padangsche Bovenlanden yang cepat berkembang menjadi kota besar
(sejaman) dengan beroperrasinya pertambangan batu bara Ombilin.


Peta pedalaman Bengkulu pertama diduga dibuat oleh seorang ahli geografi
pada era Pemerintah Hindia Belanda, PJ Veth. Peta yang dibuat pada tahun 1876 nama
Moeara Aman diidentifikasi dengan jelas di sungai Tjandem dimana sungai Aman
bermuara. Tidak jauh di hilir kampong Moeara Aman, sungai Tjandem bermuara di
sungai Ketaun (adakalanya ditulis sungai Ketahun). Hulu sungai Ketaun sendiri
berada di kampong Tapoes (lereng gunung Amboeng Bras, Lebong). Diantara Tapoes
dan Moeara Aman di daerah aliran sungai Ketaun terbentuk danau (diantara gunung
Amboeng Bras dan gunung Loemoet). Di sisi utara danau (hilir) terdapat kampong
Tais dan di sisi selatan terdapat kampong Kota Danao. Nama danau ini disebut danau
Tais (kini ditulis danau Tes). Tais dan Tapoes diduga adalah nama-nama kampong
yang berasal dari zaman kuno dalam kaitannya dengan pertambangan emas. Juga
nama gunung Amboeng Bras dan gunung Leomoet sudah dikenal sejak zaman kuno. Sungai
Ketaun kini dikenal sebagai sungai terpanjang di provinsi Bengkulu.

Kampong Moera Aman menjadi penting seiring dengan
pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di wilayah Redjang di pedalaman
Bengkulu. Berdasarkan Almanak 1862 di wilayah Redjang (dengan nama onderafdeeling
Redjang en Lebong) telah ditempatkan seorang pejabat Belanda setingkat
controleur yang berkedudukan di Kapahiang (HP van Hangelaar). Dalam Almanak
1862 juga disebutkan Controleur onderafdeeling Lebong berkedudukan di Tapoes
(JW Stoll). Dua onderafdeeling ini masuk wilayah Afdeeling Tebingtinggi
(residentie Palembang).


Berdasarkan Peta 1876 dan Peta 1880, wilayah hulu sungai Ketaun terbilang
sangat ramai dimana banyak terdapat kampong. Ini mengindikasikan wilayah antara
kampong Moera Aman di utara dan kampong Tapoes di selatan, suatu wilayah yang
diduga sejak lama sebagai willayang dengan populasi penduduk yang banyak.
Pemilihan kampong Tapoes diduga terkait dengan akses jalan yang ada ke wilayah
onderafdeeling Lebong yang hanya bisa diakses dari Kapahiang melalui kampong Tjoeroep.
Dalam hal ini wilayah onderafdeeling Lebong, kampong Tapoes adalah salah satu
kampong terdekat dan kampong Moera Aman salah satu kampong terjauh. Sementara
akses dari Lais di pantai ke wilayah Lebong di pegunungan hanya bisa melalui
jalan setapak (menggunakan kuda). Dalam Peta 1883 jalan akses dari Lais sudah
ditingkatkan dan juga diidentifikasi jalan akses dari Tapoes ke Moera Roepit
dan Soeroelangoen (di daerah aliran sungai Rawas). Wilayah Lebong pada dasarnya
diantara perbatasan residentie Palembang, residentie Bengkoeloe dan residentie
Djambi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Lais dan Ketahun di Pantai vs Rejang dan Lebong di
Pegunungan: Mengapa Tempo Doeloe Kampong Muara Aman Menjadi Kota Penting?

Dalam memahami sejarah suatu wilayah apa yang dapat
diperhatikan masa ini seringkali berbeda dengan gambaran pada masa lampau. Narasi
sejarah masa kini sejatinya lebih dekat dengan narasi sejarah pada tahun-tahun
terakhir era Hindia Belanda. Sedangkan narasi sejarah zaman kuno lebih dekat
dengan tahun-tahun awal Hindia Belanda dimana orang-orang Belanda mulai
mencatat. Hal itulah yang harus dipahami tentang narasi sejarah di wilayah Lebong
dan keberadaan kampong/kota Moeara Aman.


Seperti
kata ahli
sejarah
tempo doeloe,
semuanya ada permulaan. Oleh karenanya sejarah seharusnya memiliki
permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang
bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri.
Sejarah sendiri adalah
narasi fakta dan data. Narasi sejarah sangat tergantung dari ketersediaan data.
Sejauh ini, data-data yang ada bersumber dari era Hindia Belanda. Namun
demikian, banyak metode modern masa kini untuk melengkapi data tersebut dengan
teknik-teknik terbaru dalam penyelidikan sejarah seperti pendekatan
geomorfologis, linguistic dan sosio-budaya (antropologis) serta arkeologis.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top