Sejarah

Sejarah Surakarta (48): Awal Pertanian dan Perkebunan di Soerakarta Sejak VOC; Peta Perkebunan era Pemerintah Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Kehadiran orang Belanda di Hindia Timur adalah
tujuan perdagangan di pantai-pantai. Urusan perdagangan di pedalaman adalah
penduduk asli. Pada tahun 1665 Pemerintah VOC mengubah kebiijakan dari
perdagangan longgar di pantai-pantai menjadi kebijakan menjadikan penduduk
sebagai subjek. Langkah pertama untuk mengimlementasikan kebijakan baru ini
adalah membuat program pengembangan pertanian di wilayah pedalaman, termasuk di
pedalaman Batavia dan di pedalaman Semarang (khususnya Soerakarta dan
Jogjakarta).   


Perkembangan
Perkebunan Tebu di Mangkunegaraan Tahun 1918-1937. Oleh: Salma Abidah, Prodi
Ilmu Sejarah, Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri. Abstrak. Perkebunan telah ada sebelum bangsa Eropa datang ke Nusantara.
Perkembangan perkebunan lahir setelah bangsa Belanda datang ke Nusantara dan
menjajah. Perkebunan telah menyebar ke seluruh wilayah Hindia Belanda tak terkecuali
di Praja Mangkunegaran. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui
perkembangan perkebunan tebu di Mangkunegaran pada tahun 1918 hingga tahun
1937. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah kritis. Terdiri
dari; heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perkebunan tebu Mangkunegaran merupakan perkebunan
penghasil bahan baku untuk PG Colomadu dan PG Tasikmadu. Pada tahun 1918 hingga
tahun 1929 perkebunan tebu Mangkunegaran mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Perkembangan tersebut ditunjukkan dengan perluasan perkebunan tebu dan
penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak. Namun, pada tahun 1930 merupakan
puncak krisis Melaise yang melanda seluruh wilayah Hindia Belanda termasuk
wilayah Mangkunegaran. Pemerinah Hindia Belanda mengeluarkan
kebijakan-kebijakan terhadap industry gula di Hindia Belanda. Menghadapi krisis
Melaise dan untuk mencegah terjadinya kegurian, pihak Mangkunegaran mengurangi
lahan perkebunan tebu, dan mengganti bibit tebu yang digunakan menggunakan
varietas POJ 2878 yang lebih unggul dari pada varietas lainnya
(https://journal.student.uny.ac.id/) 

Lantas bagaimana sejarah pertanian dan perkebunan
di Soerakarta sejak VOC? Seperti disebut di atas, wilayah Soerakarta terbilang
salah satu wilayah pedalaman pertanian dikembangkan sejak era VOC. Atas dasar
ini menjadi penting Soerakarta dalam peta perkebunan pada era Pemerintah Hindia
Belanda. Lalu bagaimana sejarah pertanian dan perkebunan di Soerakarta sejak
VOC? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Pertanian dan Perkebunan di Soerakarta Sejak VOC; Peta
Perkebunan era Pemerintah Hindia Belanda

Pertanian dalam arti luas di wilayah pedalaman Jawa,
khususnya di wilayah Vorstenlanden (Jogjakarta dan Soerakarta) tentulah sudah
sejak zaman kuno. Hal itu dapat dipahami dalam tanda-tanda yang terdapat pada
relief seperti candi Borobudur. Wilayah (residentie) Soerakarta memiliki jalur navigasi
pelayaran perdagangan melalui sungai Bengawan Solo dari pantai timur Jawa (plus
jalur navigasi pelayaran perdagangan di pantai selatan).


Pulau Jawa memiliki keunggulan komparatif dalam hal pertanian dibandingkan
(pulau) Seumatra, sebaliknya Sumatra kaya dengan emas. Gunung-gunung aktif yang
banyak di wilayah tengah dan selatan pulau Jawa menyebabkan wilayah pedalaman
Jawa sangat subur untuk pertanian maupun hasil-hasil hutan. Sangat menyebarnya
sumber-sumber air terutama di daratan lereng-lereng gunung menambah kemudahan
dalam peningkatan lahan-lahan pertanian untuk tanaman pangan. Pulau Jawa sejak
zaman kuno unggul dalam perdagangan beras yang menjadi komoditi unggulan dalam
perdagangan regional. Sentra produksi pertanian di wilayah Soerakarta dimulai
dari lereng gunung Merapi (dan Merbabu) sereta lereng gunung Lawu. Daerah
aliran sungai Bengawan Solo, terutama di hilir Wonoguri/Klaten dan Boyolali belum
sepenuhnya dapat dikelola karena masih kerap banjit. Seperti kita lihat nanti
baru pada saat kehadiran Belanda, terutama pada era Pemerintah Hindia Belanda
wilayah daerah aliran sungai Bengawan Solo dapat ditingkatkan secara optimal.

Pada era VOC jalur perdagangan dari dan ke pedalaman
Jawa (Vorstenlanden) melalui darat dari wilayah (residentie) Jogjakarta ke
Semarang melalui Magelang, Banaran dan Oengaran hingga ke Semarang; dan melalui
sungai dari wilayah (residentie) Soerakarta ke Sidajoe, Arosbaja dan Tuban.
Dari dua wilayah subur ini komoditi utama adalah beras dari pedalaman dan garam
dari wilayah pantai. Sentra produksi garam pada era VOC berada di wilayah
(residentie) Rembang. Dua komoditi inilah yang diduga yang menjadi sumber
perselisihan sejak Belanda memindahkan ibu kota (pos perdagangan utama) dari
Amboina ke Batavia (1619).


Pada awal kehadiran Belanda, pedagang-pedagang VOC melihat keutamaan
(pulau) Jawa dari banyak segi, seperti posisi strategis dengan pusat
perdagangan di Banten/Soenda Kalapa (utamanya lada) serta Japara/Demak dan
Tuban/ Arosbaja (beras). Beras, garam dan lada alat tukar penting saat itu.
Pedagang-pedagang VOC membawa beras dan garam ke berbawai wilayah untuk
bertukar dengan komoditi lain seperti pala, cengkeh hasil-hasil hutan dan
pertambangan. Kerajaan-kerajaan di Jawa yang mengandalkan keunggulan komparatif
beras ini sudah memainkan peran besar perdagangan komoditi beras ini yang vis-à-vis
memperkuat posisi perdagangan maritime dan memperkuat kekuatan kerajaan
(kraton) sejak era Mataram Kuno, Singhasari, Majapahit hingga Mataram Baru.
Bukti banyaknya devisa yang diterima kerajaan-kerajaan terwujud dari banyaknya
candi-candi di Jawa, khususnya di wilayah seputar Jogjakarta dan Soerakarta. Dalam
konteks inilah kita berbicara tentang (pembangunan) pertanian awal di
Soerakarta.

Kekuatan Mataram (dalam perdagangan regional) telah terusik
dengan kehadiran pedagang-pedagang VOC/Belanda yang massif sejak ibu kota
berada di Batavia. Mataram yang didukung Banten menyerang pusat kekuatan
perdagangan VOC di Batavia era Soeltan Agoeng (1628). Memang Mataram tidak
berhasil melumpuhkan Batavia, tetapi Batavia masih cukup kuat untuk bertahan
(di Kasteel Batavia). Sejak Banten dan Arosbaja (1596) hingga Mataram (1628).
VOC semakin menyadari, untuk mencapai misinya datang ke Hindia Timur, kekuatan local,
terutama yang pertama di Jawa harus dilemahkan (tidak bisa sepenuhnya dilakukan
karena harus terbagi perhatian dengan kekuatan lokal di Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan).
Namun diantara itu semua, kekuatan Jawa dalam tangga pertama, khususnya Mataram
(di pedalaman).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Peta Perkebunan era Pemerintah Hindia Belanda:
Soerakarta vs Jogjakarta

Selain perkebunan di Batavia yang sudah sejak awal
pada era VOC, perkebunan di wilayah Soerakarta sudah meluas hingga ke wilayah (residentie)
Soerakarta, Semuanya karena dimulai dari kedekatan Soesoehonan dengan
Pemerintah VOC dan factor kesuburan lahan yang cukup mendukung di Soerakarta.
Jika di wilayah Batavia (hingga ke hulu sungai Tjiliwong) dan pantai utara Jawa
sekitar Pekalongan serta pantai timur Jawa sekitar Pasoeroean dengan skema
landerein (tanah-tanah partikelir), di wilayah Soerakarta dengan skema sewa (konsesi
jangka waktu tertentu). Meski ada pasang surut soal perkebunan di wilayah
Soerakarta, yang jelas hingga permulaan Pemerintah Hindia Belanda pembangunan/pengembangan
perkebunan di Soerakarta terus berlanjut (bahkan terus meluas hingga wilayah
Jogjakarta). Hal itulah mengapa era perkebunan di Soerakarta dapat dikatakan
berlangsung sepanjang masa.


Ketika perkebunan di wilayah Jawa, terutama di Jawa bagian tengah yang
terus meluas ke Jawa Timur, lahan-lahan ideal untuk perkebunan besar
(membutuhkan lahan luas) semakin sulit di dapat, para investor lama maupun investor
baru mulai melihat di pulau lain, terutama di Soematra khususnya di Lampoeng
dan pantai timur Sumatra. Para investor/planter sedikit terhalang di Lampoeng
karena pengaruh Banten masih kuat, akhirnya seorang planter yang mulai berkarir
di Jawa Timur melirik pantai timur Soematra di Deli tahun 1865. Nienhuys meski
sulit di awal tetapi cukup berhasil dengan perkebunan tembakaunya. Sukses
Nienhuys yang didukung Jansen segera membuka peta baru perkebunan. Para investor
di Jawa mulai membagi investasinya ke Deli plus antrian investor yang baru
datang dari Eropa/Belanda. Bahkan para investor Inggris di Singapoera yang
berkebun di Semenanjung sudah mulai ada yang melirik Deli. Sejak 1883 wilayah
Deli dan sekitar sudah dapat dikatakan bersaing dengan di Jawa (dan telah
melampaui wilayah Semenanjung). Lantas bagaimana dengan wilayah Soerakarta plus
Jogjakarta? Yang jelas pada saat antrian yang tinggi di Deli dan sekitar (Residenti
Oost Sumatra), Pemerintah Hindia Belanda mulai mengarahkan pembukaan perkebunan
(onderneming) di wilayah pantai barat Sumatra di Tapanoeli (Padang Sidempoean
dan sekitar).

Pada tahu 1900 perkebunan di Jawa (plus Madura)
terdapat hampir di seluruh residentie, yakni: Tegal, Bandjoemas, Kedoe,
Pekalongan, Pasoeroean, Semarang, Madoera, Soerakarta, Batavia, Bantam,
Besoeki, Cheribon, Preanger, Madioen, Soerabaja, Kediri, Djogjakarta dan Rembang.
Di Soematra, perkebunan semakin meluas setelah Oost Sumatra dan Tapanoeli ke Riaow
(Siak), Palembang (Musi), Djambi (Batanghari) dan Lampoeng. Mengapa tidak ada perkebunan
di Karawang dan Banjoewangi? Harus dicatat Malang masih bagian dari
(residentie) Pasoeroean. Di wilayah Soerakarta perkebunan terdapat di sejumlah
afdeeling/district.


Berdasarkan peta perkebunan tahun 1912, perkebunan (onderneming) di
wilayah (residentie) Soerakarta terdapat di Ampel (afdeeling Bojolali, district
Ampel), Batoeretno (Soerakarta, Batoeretno), Bedji (Klaten, Bedji), Bojolali
(Bojolali, Bojolali), Brambanan (Klaten, Brambanan), Delangoe (Klaten,
Delangoe), Djatipoero (Soerakrat. Djatipoero), Djatisrono (Soerakarta,
Djatisrono), Djogomasan (Soerakarta, Djogomasan), Gawok (Soerakarta, Kartasoera),
Gemolong (Sragen, Gemolong), Gesi (Sragen, Gesi), Grogol (Soerakarta, Grogol),
Grompol (Sragen, Masaran), Javabank (Halte Soerakarta), Kali Osso (Soerakarta,
Kali Osso), Karanganjar (Sragen, Karanganjar), Karanggedeh (Bjoloali,
Karanggedeh), Karangpandan (Soerakarta, Karang Pandan), Kartasoera Kamp
(Soerakarta, Kartasoera), Kebonromo (Sragen, Sragen), Kedongbanteng (Sragen,
Gondang), Kemiri (Sragen, Djogomasan), Klaten (Klaten, Klaten), Kota Gede
(Mataram, Kotagede), Kragan (Klaten, Klaten), Masaran (Sragen, Masaran), Modjosragen
(Sragen, Sragen), Ngerden (Klaten, Delangoe), Paloor (Sragen, Djogomasan), Poerwosari
(Soerakarta, Soerakarta), Ponggok (Klaten,Ponggok), Pranggoeh (Goenoeng Kidoel,
Pranggoeh), Salem (Sragen, Gemolong), Simo (Bojolali, Simo), Soekohardjo
(Soerakarta, Soekohardjo), Soemberlawang (Sragen, Gemolong), Soerakarta (Soerakarta,
Soerakarta), Srowot (Klaten, Klaten), Tawang (Soerkarta, Tawangsari), Telawa (Bojolali,
Djoewangi) dan Wonogiri (Soerakarta, Wonogiri).
 

Komoditi yang diusahakan di perkebunan-perkebunan Soerakarta
umumnya tanaman tebu dan juga ada yang mengusahakan kopi, tembakau dan indigo.
Hal serupa yang juga yang terdapt di wilayah (residentie) Jogjakarta. Perkebunan-perkebunan
besar ini semuanya mengusahakan komoditi ekspor.


Perkebunan-perkebunan di wilayah residentie Jogjakarta juga terdapat di
sejumlah afdeeling/district yakni di Bantoel (afdeeling Mataram, district
Tjepit), Djedjeran, Mataram, Djedjeran), Djoemeneng (Mataram, Djoemeneng),
Djogjakarta (Mataram, Djogjakarta), Gamping (Mataram, Gamping), Godean
(Mataram, Godean), Gondang (Sragen, Gondang), Imogiri (Mataram, Imogiri), Kalasan
(Mataram, Berbah), Kalibawang (Koelon Progo, Kalibawang), Kalimenoer (Koeloen
Progo, Sentolo), Kedjambon (Mataram, Kedjambon), Kedoendanmg (Kulonprogo,
Adikarta), Klegoeng (Mataram, Klegoeng), Krapijak (Mataram, Krapijak), Kreteg
(Mataram, Kreteg),  Magoewo (Mataram,
Krapijak), Mlatti (Mataram, Mlattti) , Naggoelan (Koelonprogo, Nanggoelan), Ngidjon
(Mataram, Ngidjon), Paal Bapang (Mataram, Tjepit), Pandoewan (Koelonprogo,
Galoer), Panggang (Mataram, Panggang), Patoekan (Mataram, Gamping), Pengasih (Koelonprogo,
Pengasih), Plajen (Goenoeng Kidoel, Plajen), Rewoeloe (Mataram, Godean), Sedajoe
(Mataram, Gamping), Semanoe (Goenoeng Kidoel, Semanoe), Sentolo (Koelon Progo,
Sentolo), Sleman (Mataram. Djoemeneng), Sogan (Koelon Progo, Sogan), Srandakan
(Mataram, Srandakan), Tempel (Mataram, Klegoeng), Tjepit (Mataram, Tjepit).
Tjepper, Klaten, Pongok), Wates (Koelon Progo, Sogan) dan Wonosari (Koelon Progo,
Wonosari).

  

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top