*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini
Delik pers pada masa ini adalah tulisan dalam
surat kabar atau media pers lain yang melanggar undang-undang. Kurang lebih
sama dengan delik pers pada era Pemerintah Hindia Belanda. Apakah pernah
terjadi delik pers dalam pers (berbahasa) Belanda pada era Pemerintah Hindia
Belanda? Satu yang pasti surat kabar berbahasa Melayu di Padang pada tahun 1905
terkena ‘ranjau’ delik pers. Mengapa? Pemimpin redaksi surat kabar Pertja Barat
di Padang dihukum cambuk dan diusir dari kota Padang.

Kebebasan
pers dikontrol oleh Kode Etik Jurnalistik yang mengikat wartawan agar bekerja
sesuai dengan aturan berlaku. Survei Dewan Pers terhadap Indeks Kebebasan Pers 2022,
Indonesia mengalami kenaikan 1,86 poin dibandingkan tahun 2021. Namun kebebasan
pers yang diberikan ini rentan disalahgunakan dan berakhir dengan tuntutan
hukum, yang disebut delik pers, pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pers. Disebut
delik pers karena jurnalis dan pers adalah kelompok profesi yang memiliki
definisi yang berdekatan dengan usaha penyiaran, pertunjukan, pemberitaan, dan
sebagainya. Sehingga unsur delik pers lebih sering ditujukan kepada jurnalis
dan pers dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Delik pers terbagi
delik aduan dan delik biasa. Delik aduan yaitu apabila ada yang merasa
terganggu atau mengadukan produk pers ke pihak yang berwajib. Delik aduan ini
bersifat menyerang, menghina, dan fitnah terhadap seseorang. Umumnya pasal yang
mengatur tentang delik biasa ini merupakan pernyataan permusuhan dan penghinaan
kepada pemerintahan, penghasutan, kesusilaan, penghinaan terhadap agama, dan
pembocoran rahasia negara. Karya jurnalistik sebagai delik pers adalah agasan
yang dipublikasikan melalui barang cetak, gagasan yang dimuat dan
disebarluaskan melanggar hukum. Jurnalis yang bersangkutan dapat diminta
pertanggungjawabannya apabila jurnalis tersebut telah mengetahui isi dan
tulisan yang ia buat, dan sadar dengan konsekuensi pidana tulisannya. Salah
satu pasal dalam KUHP yaitu pasal pencemaran nama baik. Pasal pencemaran nama
baik ini bisa menjadi alat untuk mengriminalisasi pers (https://kumparan.com/)
Lantas bagaimana sejarah delik pers? Seperti
disebut di atas, soal delik pers ini sudah berlangsung pada era Pemerintah
Hindia Belanda. Namun status delik pers saat itu bersifat sumir. cenderung memberatkan
pihak yang lemah. Peta delik pers bagi jurnalis pribumi dimulai dari Pertja
Barat di Padang yang kemudian memiliki kesinambungan dengan Benih Mardika di
Medan, Sinar Merdeka di Padang Sidempoean dan Bintang Timoer di Batavia. Lalu bagaimana
sejarah delik pers? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada
permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Delik Pers; Benih Mardika di Medan, Sinar Merdeka di
Padang Sidempoean dan Bintang Timoer di Batavia
Benih Mardeka terbit pertama kali di Medan tahun 1916. Editor pertama koran
Benih Mardeka ini adalah Mohamad Samin. Semboyan koran baru ini adalah ‘Orgaan
Oentoek Menoentoet Keadilan dan Kemerdekaan’. Klop dengan jiwa Parada Harahap, seorang remaja berusia 17 tahun yang
menjadi krani (juru tulis) di sebuah plantation (perkebunan) milik investor
Eropa/Belanda di Asahan.
De Sumatra post, 11-09-1916 melaporkan adanya rapat umum di Medan:
‘Sarikat Islam Medan, Sarikat Islam Tapanoeli, Budi Oetomo, Roh Kita,
Djamiatoel Moehabbah, Medan Setia, Sarikat Goeroe Goeroe, dll berkumpul di
Bioskop Oranje yang diperkirakan dihadiri oleh 1.000 orang. Isu yang dibahas
tentang ketidakadilan terhadap rakyat dimana pemerintah tidak hadir dan hanya
menonton kepentingan Barat’. Setelah rapat umum (wakil
pribumi dan Tionghoa) di Medan, Mohamad Samin dkk mempelopori didirikannya
koran dengan nama yang berbeda, yakni: Benih Mardeka (1916). Penggunaan kata
mardeka (dalam hal ini mungkin dimaksudkan merdeka) ini bukan tanpa risiko. Hal
ini karena pemerintah colonial sangat mudah mengajukan tuntutan dengan dalih
delik pers terhadap setiap adanya gangguan yang dirasakannya.
Diantara tugas-tugasnya di perkebunan sebagai juru tulis,
lambat laun jiwa di dalam kepala Parada Harahap mendidik dan dan mulai memberontak
terhadap kekejaman para pekebun kepada koeli asal Jawa (ordonasi poenalie
sanctie). Parada Harahap mulai menginvestigasi secara diam-diam, lalu laporannya
dikirim ke surat kabar Benih Mardika di Medan. Redaktur Benih Mardika kemudian
menyarikan laporaan panas tersebut ke dalam beberapa artikel dalam beberapa
edisi pada bulan Juni 1918.
Laporan Parada Harahap yang telah dibuat dalam beberapa artikel yang
dimuat surat kabar Benih Mardika tampaknya ditanggapi public dingin saja. Boleh
jadi kasus poenalie sanctie di perkebunan selama ini sudah kerap berulang. Yang
terbilang awal menyikapi kasus poenali sanctie tersebut adalah Dr Soetomo yang
pernah bertugas sebagai dokter pemerintah di Loeboek Pakam. Sepulang dari Loeboek
Pakam dan kembali ke Jawa, Dr Soetomo pada tahun 1915 menemui pimpinan Boedi Oetomo
afdeeling Batavia. Dr Sarjito yang menjadi ketua saat itu setuju dengan
permintaan Dr Soetomo untuk diadakan rapat umum di Batavia. Dalam rapat umum
yang dihadiri ribuan orang, Dr Soetomo berpidato. Dalam pidato itu Dr Soetomo
meminta perhatian para anggota Boedi Oetomo dimana pun berada: ‘kita tidak bisa
hidup sendiri…di luar sana, terutama orang Tapanoeli banyak yang pintar-pintar…kita
tidak bisa melindungi warga kita di Sumatra, banyak kuli-kuli asal Jawa di perkebunan
sangat menderita…Catatan: Dr Soetomo adalah salah satu pendiri Boedi Oetomo di
Batavia pada tahun 1908. Setelah lulus sekolah kedokteran STOVIA kemudian
ditugaskan sebagai dokter pemerintah ke Loeboek Pakam (Deli/Serdang).
Situasinya menjadi berubah ketika surat kabar Soeara
Djawa melansir artikel-artikel di Benih Mardika yang bersumber dari Parada
Harahap. Heboh di Jawa. Pemerintah merespon dengan cepat dan segera melakukan
penyelidikan melalui Gubernur Oost Sumatra di Medan. Hasil penyelidikan itu
mudah ditebak umum. Tindakan segera pemerintah tampaknya hanya sekadar
meredakan situasi, Fakta tidak ada hasil investigasi pemerintah yang menghukum
para planter. Sebaliknya, yang menjadi korban dalam penyelidikan itu, Parada
Harahap dipecat sebagai krani, boleh jadi karena diangap sebagai orang yang
melaporkan dari TKP.
Parada Harahap menjadi jobless. Lalu Parada Harahap merantau ke Medan. Kemudian,
Parada terpikir untuk menjadi jurnalis dan melamar ke Benih Mardika. Gayung
bersambut. Parada Harahap ditawarkan menjadi editor di surat kabar Benih
Mardika yang dipimpin oleh Mohamad Samin untuk mendampingi editor Mohamad Joenoes.
Parada Harahap di Medan telah menjadi jurnalis.
Siapa yang paling berbahaya di mata pemerintah,
surat kabar Benih Mardika atau jurnalis Parada Harahap yang kini merapat ke Benih
Mardika? Keduanya kini dalam sasaran tembak pemerintah. Heboh di Jawa dan
terbongkarnya kasus poenalie sanctie (di perkebunan di Deli/Serdang) adalah
utang yang harus dibayar Benih Mardika atau Parada Harahap? Yang jelas, sejak
Parada Harahap di jajaran redaksi Benih Mardika bermain aman. Tidak ingin jobless
lagi. Tampaknya pemerintah tahun situasi dan kondisi di Benih Mardika (yang
telah bermain aman soal delik pers). Hanya satu sisi yang dapat menjadi target pemerintah:
membreidel Benih Mardika (dengan demikian Parada Harahap tamat).
Akhirnya pemerintah menemukan celah untuk menghukum surat kabar Benih
Mardika. Sebagaimana diketahui setiap organiasi kebangsaan dan setiap
penerbitan pers harus mendapat izin dari pemerintah (sebagaimana halnya dengan
perusahaan-perusahan Belanda dan Eropa di Hindia). Tidak kunjung menemukan
delik pers dalam pemberitaan Benih Mardika, lalu pemerintah menyasar Benih Mardika
dengan pelanggaran perdata. Mohamad Samin yang seorang pengusaha, dan juga
dalam bidang usaha penerbitan pers, memiliki kasus yang dihubungkan dengan penggelapan
dalam kontratk usaha yang dilakukan badan usaha yang dimiliki Mohamad Samin.
Singkat kata: Mohamad Samin terkena hukuman perdata, kemudian berimbas pada
surat kabar Benih Mardika. Lalu kemudian Benih Mardika tamat, Mohamad Samin
juga dalam kejaran aparat pemerintah. Parada Harahap jobless kembali. Seperti
kita lihat nanti, Benih Mardika diterbitkan kembali dengan manajemen yang baru
dengan investor baru T Sabaroedin (yang pernah memiliki masalah perdata/bisnis
di Batavia sebelumnya).
Pada awal tahun 1919, Parada Harahap diketahui telah
menjadi editor surat kabar Pewarta Deli di Medan. Selain itu, kemudian juga
diketahui Parada Harahap telah menginisiasi pembentukan surat kabar perempuan
di Medan yang diberi nama Perempuan Bergerak. Pemimpin redaksi Perempuan Bergerak
adalah Parada Harahap, Sedangkan yang duduk dalam dewan redaksi salah satu
diantara Boetet Satidjah (boleh jadi pacarnya, yang jelas kelak menjadi
istrinya). Dalam perkembangannya diketahui Parada Harahap telah mendirikan
surat kabar baru di Padang Sidempoean yang diberi nama Sinar Merdeka.
Parada Harahap pulang kampung di Padang Sidempoean. Pulang kampong bukan
karena Pewarta Deli dibreidel, juga bukan karena Perempuan Bergerak dibreidel.
Akan tetapi, Parada Harahap pulang kampong karena menikah dengan Boetet
Satidjah (kelak dikenal sebagai Ny. Satiaman P. Harahap). Salah satu prestasi
Parada Harahap di Pewarta Deli adalah membongkar kasus prostitusi di
hotel-hotel bintang Medan, yang melibatkan wanita-wanita Jepang dengan germo di
Singapoera. Konsulat Jepan di Medan mengapresiasi sprit jurnalis Parada Harahap
(tentu saja masih ingat kasus poenalie sancti yang kelak diapresiasi Dr Soetomo).
Parada Harahap, tampaknya tidak kembali ke Medan. Mengapa? Oleh para pegiat pers
di Padang Sidempoean, Parada Harahap ditawari untuk menjadi pemimpin redaksi
surat kabar mingguan Poestaha (yang didirikan Soetan Casajangan tahun 1915) dan
juga untuk memimpin surat kabar baru (terbit tiga kali sepekan) di Padang Sidempoean
yang namanya kemudian dikenal surat kabar Sinar Merdeka (terbit pertama bulan
September 1919).
Tampaknya ada misi khusus Parada Harahap di Padang
Sidempoean. Tidak hanya soal teknis dan bisnis persuratkabaran. Boleh jadi
ketidakadilan sudah sangat akut di Afdeeling Padang Sidempoean (residentie
Tapanoeli) oleh pejabat (kebijakan) pemerintah Hindia Belanda. Parada Harahap menjadi
harapan masyarakat. Istrinya, Satiaman Parada Harahap, meski jauh di Padang
Sidempoean, kemudian diketahui kembali menjadi salah satu redaktur (jarak jauh)
surat kabar Perempuan Bergerak di Medan (lihat De locomotief, 15-10-1920).
Pada tahun 1920 saat mana diadakan kongres pertama Sumatranen Bond yang
diadakan di kota Padang memimpin delgasi dari Tapanoeli. Selama di Padang
Sidempoean, Parada Harahap belasan kali terkena delik pers, beberapali
diantaranya harus masuk bui. Pada tahun 1921 Parada Harahap kembali memimpin
delegasi Tapanoeli di kongres Sumatranen Bond yang kembali diadakan di Padang.
Dalam dua kongres inilah Parada Harahap saling mengenal dengan Mohamad Hatta,
yang juga turut hadir. Selepas kongres, yang bertepatan dengan kelulusan
Mohamad Hatta di HBS/PHS Batavia berangkat studi ke Belanda.
Pada tahun 1922, Sinar Merdeka di Padang Sidempoean
dibreidel. Apakah Parada Harahap akan kembali ke Medan? Tampaknya tidak. Parada
Harahap kemudian dengan sang istri Satiaman hijrah ke Batavia pada tahun 1922
ini.
Benih Mardika di Medan, tidak pernah terkena delik pers. Yang terjadi
adalah delik perdata (bisnis). Juga di Medan sejauh ini tidak pernah terdeteksi
seorang jurnalis terkena delik pers. Sebelum Sinar Medeka dibreide di Padang
Sidempoean, surat kabar pertama di Sumatra yang terkena delik pers adalah surat
kabar Pertja Barat di kota Padang pada tahun 1905. Delik pers di Padang ini
merupakan delik pers pertama di seluruh Hindia Belanda. Pemimpin yang juga menjadi
pemimpin redaksi Pertja Barat adalah Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda. Dalam
kasus delik pers di Padang ini, Dja Endar Moeda dihukum cambuk dan diusir dari
kota Padang. Dja Endar Moeda kemudian hijrah ke Atjeh lalu mendirikan surat
kabar Permbrita Atjeh di Kota Radja. Sementara itu, Pertja Barat dan asset Dja
Endar Moeda di Padang dijalankan oleh saudaranya seorang guru di Padang
Sidempoean Dja Endar Bongsoe. Singkat kata: Haji Dja Endar Moeda kemudian merintis
bisnis (percatakan) di Medan yang kemudian bersama dengan Haji Ismail
(Nasoetion) menginisiasi pendirian organisasi kebangsaan di Medan tahun 1907
yang diberi nama Sjarikat Tapanoeli. Di bawah NV Sjarikat Tapanoeli, kemudian
di Medan didirikan surat kabar baru Pewarta Deli tahun 1909 dimana Dja Endar
Moeda sebagai pemimpin redaksi. Di surat kabar inilah kelak tahun 1919 Parada
Harahap pernah menjadi redaktur sebelum pulang kampung ke Padang Sidempoean.
Kini, Parada Harahap sudah berada di Batavia (1922).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Benih Mardika di Medan, Sinar Merdeka di Padang
Sidempoean dan Bintang Timoer di Batavia: Tirto Adhi Soerjo dan Lainnya di Jawa
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.