*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini
Seperti
halnya bidang kesehatan, pada awal Pemerintah Hindia Belanda juga mendapat
perhatian. Hanya saja, penyelenggaraan Pendidikan bagi anak-anak Eropa/Belanda
yang berkembang. Bagaimana dengan sekolah untuk pribumi? Mari kita telusuri.

Pendidikan
dan Pergerakan Nasional: Banyuwangi Awal Abad 20. Bahagio Raharjo. Jurnal Handep:
Sejarah dan Budaya Volume 5, No. 2, June 2022. Abstract. Modern education in
Banyuwangi, which was established by the government, firstly appeared in 1819
in the form of the Europeesche Lagere School (ELS), approximately two years
after the first school has founded in the Dutch East Indies. The existence of
this school is inseparable from the interests and needs of the government to
prepare skilled government employees. The existing schools were not well
developed even though the need for modern schools increased. The enactment of
the ethical policy provided an opportunity for non-government parties.
Subsequently, schools established by Indo-European, Arab, and Chinese
entrepreneurs, and national movement organization. This paper studies the
dynamics of their roles in founding a modern school in Banyuwangi during the
era of ethical policy. This study used historical methods to explain the
education and policies that encouraged the nongovernment sector’s efforts at
that time in actively establishing schools for their respective groups. The
study found that ethical policy opened opportunities and strengthened the
existence of parties outside the government to establish schools in Banyuwangi
and develop modern education. The changes were in the strengthening of
plantation companies that promoted the opening of new areas, the economic
crisis, and the politics of segregation demanded the availability of schools
for all groups. (https://handep.kemdikbud.go.id/)
Lantas bagaimana sejarah pendidikan di
Banyuwangi, bagaimana bermula? Seperti disebut di atas, pendidikan di wilayah
Banyuwangi awalnya hanya sukses bagi anak-anak Eropa/Belanda. Untuk itu ada
baiknya memperhatikan sekolah Eropa/Belanda vs sekolah untuk pribumi. Lalu bagaimana
sejarah pendidikan di Banyuwangi, bagaimana bermula? Seperti kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber
baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain
disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pendidikan di Banyuwangi, Bagaimana Bermula? Sekolah
Eropa/Belanda vs Sekolah untuk Pribumi
Setelah pemulihan Pemerintah Hindia Belanda, untuk
pertama kali pemerintah mendirikan sekolah di Weltevreden pada tahun 1817.
Setahun berikutnya sekolah pemerintah didirikan di Semarang (lihat Bataviasche courant, 21-11-1818). Dalam perkembangannya
diketahui sudah ada ada sekolah di Gresik, Soerabaja dan di Banjoewangi. Di Banjoewangi
yang menjadi guru adalah Scholten (lihat Bataviasche courant, 11-03-1820).
Sejauh ini sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah adalah sekolah
dasar. Sekolah-sekolah yang ada berada di kota-kota pantai. Untuk kota-kota lain
seperti Japara, Rembang dan Soerakarta masih dalam rencana. Selain itu, sejak awal
sudah ada sekolah militer di Semarang. Sekolah-sekolah swasta sejak masa pendudukan
Inggris sudah ada di Batavia dan Semarang, kemudian disusul di Soerabaja. Untuk
sekolah pemerintah guru-guru juga didatangkan dari Belanda. Sejauh ini belum
ada sekolah pemerintah untuk pribumi.
Berdasarkan Almanak 1827, di Banjoewangi yang
menjadi guru masih tetap JF Scholten. Sekolah pemerintah, selain yang disebut
di atas, sudah ada di Buitenzorg, Cheribon, Soeracarta, Djogjacarta, Rembang,
Japara dan Soemanap.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Sekolah Eropa/Belanda vs Sekolah untuk Pribumi: Mengapa
Telat Pendidikan Pribumi di Banjoewangi?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.