Sejarah

Sejarah Tata Kota Indonesia (12): Tata Kota Manado di Daerah Aliran Sungai Tondano di Minahasa; Pulau Manado Sejak Era VOC


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini

Kota
Manado merujuk hari lahirnya 14 Juli 1623. Tahun ini dapat dikatakan masih
baru, jika dibandingkan kota-kota lainnya yang mengklaim lebih tua seperti kota
Kediri dan kota Palembang. Apakah itu realistic? Okelah itu satu hal. Hal yang
lebih penting dalam hal ini adalah perihal bagaimana kota Manado terbentuk. Tetap
eksisi hingga ke hari ini.


Asal-usul dan Sejarah Nama Manado Kompas.com. 28-06-2022.
Sampai kini, bukti fisik asal nama Manado masih diperdebatkan. Ada yang menyebut
dari kata Manaroe atau Manadou (bahasa Minahasa), artinya dijauh. Nama yang
lebih tua dari Manado, yakni Wenang yang berubah menjadi Manado. Pergantian dilakukan
Spanyol tahun 1682. Manado diambil dari nama pulau di sebelah Bunaken, yaitu
Manado (kini Manado Tua). Namun sumber lain menyebutkan pergantian oleh VOC
tahun 1677 sampai 31 Agustus 1682, Pada tahun 1623 nama Manado mulai dikenal
dan digunakan dalam surat-surat resmi. Karena alasan tersebut Wenang diganti
menjadi Manado. Dalam dokumen itu disebutkan bahwa nama Manado ditemukan pelaut
Portugis yang bernama Simao d’Abreu pada tahun 1523 dan merupakan pulau yang
sudah berpenghuni sejak 1339. Namun, Simao tidak mempublikasikan temuannya itu.
Hasil temuan tersebut dipublikasikan oleh Antonio Galvao, mantan gubernur
Portugis di Maluku dalam buku berjudul Tratado. Pada tahun 1541, Nicolaas Desliens,
orang Eropa asal Perancis yang mencantumkan nama Manado di peta dunia.
Diperkirakan, Desliens mendapatkan nama Manado dari Simao d’Abreu. Manado Tua
merupakan wilayah kepulauan yang terdapat di Kota Manado. Hari jadi Kota Manado
ditetapkan pada tanggal 14 Juli 1623
. (https://regional.kompas.com/)

Lantas bagaimana sejarah tata kota Manado di daerah
aliran sungai Tondano wilayah Minahasa? Seperti disebut di atas, nama Manado
bermula di pulau, tetapi kemudian digunakan ketika pembangunan benteng dimulai
di hilir sungai Tondano semasa VOC. Lalu bagaimana sejarah tata kota Manado di daerah
aliran sungai Tondano wilayah Minahasa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe,
semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan
sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Tata Kota Manado di Daerah Aliran Sungai Tondano
Minahasa; Pulau Manado Sejak Era VOC

Seperti kota-kota lainnya yang berada di wilayah
pesisir umumnya bermula dari sekitar area muara sungai, demikian juga dengan
awal terbentuknya kota Manado di masa lampau. Untuk memahami sejarah tata kota
Manado, bayangkan pada masa ini wilayah hilir daerah aliran sungai Tondano di
sekitar muara. Dari area muara inilah kota bermula. Mengapa? Kapan nama Manado
dicatat?


Dalam catatan awal VOC, volume perdagangan cangkang penyu
(schildpadbhoorn) dari pedagang-pedagang VOC di Manado hanya kecil, tetapi
pedagang-pedagang VOC banyak bermasalah dengan (pedagang-pedagang) Spanyol.
Pada era Gubernur Jenderal G. Maetsuycker (1653-78) mengambil langkah mengusir
Spanyol dari Manado. Tampaknya alasan Pemerintah VOC ingin mengusir Spanyol
dari Manado karena ingin menguasai sepenuhnya pulau Celebes. Pemerintah VOC berhasil
mengusir Spanyol dari wilayah Manado pada tahun 1657.

Setelah orang-orang Spanyol terusir dari semenanjung
utara Celebes (Minahasa), disebutkan dalam catatan Kasteel Batavia di Manado perdagangan
tetap berlangsung (lihat Daghregister 15 Februari 1661). Tempat yang disebut Manado
dimana? Bukan berada di area kota Manado yang sekarang di sekitar muara sungai
Tondano. Lalu dimana? Di suatu pulau di lepas pantai yang tidak begitu jauh
dari muara sungai Manado.


Jadi, yang dimaksud Manado dalam permulaan sejarah ini adalah nama pulau.
Mengapa perdagangan terjadi di pulau? Para pedagang berdatangan dari kota-kota
besar seperti Ternate dan Amboina (dan mungkin dari Makassar) serta dari
kota-kota di pulau-pulau Filipina untuk bertransaksi dengan para pedagang
setempat yang berasal dari pulau-pulau maupun dari pantai, termasuk dari pedalaman
dari arah hulu sungai Tondano (orang Minahasa). Terbentuknya pusat transaksi
(perdagangan) di pulau besar kemungkinan karena dipandang lebih aman bagi
pedagang asing.

Dalam perkembangannya pemerintah VOC merelokasi pusat
perdagangan di pulau Manado ke area muara sungai (Tondano) yang secara teknis
dipilih karena lebih aman bagi VOC (sebagai pertahanan darat). Fungsi benteng
yang dibangun menjadi perlindungan dari ancaman dan penyerangan dari laut
(terutama Spanyol dari arah Filipina) dan penduduk asli (Minahasa) dari arah pedalaman.
Benteng juga difungsikan sebagai pos perdagangan VOC (logement).


Area dimana benteng VOC
dibangun di sekitar muara sungai (Tondano) disebut Manado. Mengapa? Pusat
perdagangan awalnya (semasa Spanyol) di pulau Manado, Oleh karena VOC berhasil
mengakuisi pusat perdagangan itu dan dalam hubungannya dengan peningkatan kapasitasnya
direlokasi ke daratan di sekitar muara sungai. Manado sebagai nama pulau digunakan
sebagai nama area baru. Sejak itu nama pulau yang ditinggalkan disebut Manado
Tua (Oud Manado). Hal yang mirip sebelumnya adalah kota Atjeh. Kelak hal serupa
ini terjadi di Bandoeng, dimana kantor pemerintah dibangun di area kosong
digunakan dengan nama Bandoeng, sementara kampong Bandoeng yang lama disebut Dajeuh
Kolot (kampong tua).

Pemerintah VOC kemudian membangun benteng baru area baru Manado pada tahun 1665 (lihat
Daghregister 30 Desember 1665). Ini mengindikasikan bahwa sejak kehadiran VOC (1661)
dan dibangunya benteng pada tahun 1665 sudah terbentuk kerjasama antara
Pemerintah VOC dengan pemimpin lokal di Minahasa khususnya di
area baru Manado.


Sebelumnya, setelah
pengusiran Spanyol dari wilayah semenanjung utara Celebes, kemudian Pemerintah
VOC
pada
tahun 1663
berhasil menaklukkan Spanyol di Tèrnate dan Tidore, dua pangkalan terakhir orang-orang Spanyol di Hindia Timur (baca: wilayah Indonesia
sekarang). Catatan: pengusiran Spanyol ini adalah pengusiran yang kedua oleh
VOC (sebelumnya mengusir Spanyol di Manado; sejak 1605 VOC berpusat di Amboina—setelah
menaklukkan Portugis).

Setelah menyapu bersih kekuatan dan pengaruh Spanyol
di Maluku dan semenanjung Celebes, Pemerintah VOC membentuk Residen baru di
Ternate yang dimasukkan di bawah yurisdiksi Gubernur Maluku (di Amboina).
Wilayah Manado (distrik Minahasa) dimasukan di bawah yurisdiksi residen di
Ternate.


Secara geopolitik Pemerintah VOC (yang berpusat di Batavia dimana Gubernur
Jenderal berkedudukan) memiliki tujuan strategis untuk pertama-tama mengusir
Spanyol dari Manado dan Maluku. Tujuan antaranya adalah mengusir Spanyol di
Manado yang terbilang lemah. Lalu kemudian dengan posisi pertahanan di Ambon
dan di Manado melancarkan serangan ke pihak Spanyol di Ternate dan Tidore
dimana benteng-benteng Spanyol cukup banyak (pertahanan yang kuat). Last but
not least: setelah memperkuat eks benteng benteng-benteng Spanyol di Ternate
dan Tidore serta membangun baru benteng di Manado (1665), maka terbuka lebar
untuk bisa menaklukkan kerajaan Gowa yang berpusat di kota Sombaopoe. Catatan:
perselisihan VOC dengan Gowa sudah lama adanya, sejak 1645 dimana residen VOC
di Sombaopoe terbunuh. Oleh karena itu pos residen di Sombaopoe direlokasi ke Bima.
Kerajaan Gowa kemudian dalam posisi terancam, dimana setengag lingkaran sudah
menjadi pertahanan VOC (Amboina. Manado, Ternate/Tidore, Banda dan Bima serta
Koepang). Catatan: Pemerintah VOC
berhasil menaklukkan kerajaan Gowa yang berpusat di Sombaopoe tahun 1669 (yang
kemudian dibentuk Gubernur baru berkedudukan di benteng Rotterdam (Oedjoeng
Pandang—kelak disebut Makassar/nama lama).

Dalam peta-peta Belanda (VOC)
nama Manado
(baru) sudah dipetakan pada peta yang
bertarih 1679 berjudul Kaartje van de Minahassa. Dalam hal ini Minahassa
[Minahasa] adalah nama wilayah (district).
Dalam peta ini area VOC (Manado) berada di sisi
barat hilir sungai Tondano (area kosong). Sementara populasi penduduk pribumi kampong-kampong
mereka di sisi timur sungai Tondano.


Perkampongan populasi penduduk pribumi di sisi timur sungai Tondano
antara lain kampong Aris, kampong Klabat dan kampong Bantik. Populasi penduduk
Klabat ini memiliki kaitan dengan populasi penduduk di arah hulu sungai (perkampongan
Klabat hulu) yang diduga populasi penduduk asli Minahasa. Sementara itu di arah
timur kampong Bantik diidentifikasi kampong Manado, yang diduga suatu
perkampongan baru relokasi dari pulau Manado (tua). Sementara di area sekitar
benteng juga disebut (kampong) Manado (baru) yang diproyeksikan sebagai area orang
Eropa/Belanda (yang juga turut relokasi dari pulau ke daratan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pulau Manado Sejak Era VOC: Benteng Amsterdam dan Awal
Terbentuknya Kota Manado

Pulau Manado sejatinya adalah pulau gunung api, yang
mana bagian sisi luar lingkaran pulau menjadi pemukiman populasi penduduk yang
diduga bersifat melting pot. Sementara populasi penduduk di wilayah daratan
sekitar muara sungai Tondano hingga ke pedalaman (di danau Tondano) adalah
penduduk asli (orang Minahasa). Wilayah hilir sungai Tandono (sekitar muara) dalam
perkembangannya popolasi penduduk orang Minahasa bercampur dengan para pendatang
(termasuk dari pulau Manado) yang membentuk sub populasi baru (orang Manado).
Pola serupa ini jamak di wilayah muara sungai (termasuk wilayah Jakarta yang
membentuk populasi penduduk Betawi—orang Sunda di bagian belakang pantai). Dalam
konteks inilah secara social terbentuk kota Manado yang sekarang.


Secara geomorfologis, wilayah sekitar muara sungai Tondano (cikal bakal
kota Manado yang sekarang), seperti disebut di atas, bermula dengan dibangunnya
benteng VOC pada tahun 1665 (kelak disebut Fort Amsterdam). Dipilihnya area
benteng di sisi barat muara sungai, karena berbagai factor: wilayah yang masih
kosong. Secara teknis VOC mulai membuka pos perdagangan (dengan membangun
benteng) dipilih di area tidak berpenghuni (karena penduduk di sekitar akan
menjadi partner mereka—tidak ada penggusuran termasuk di Batavia dan Makassar).
Mengapa area kosong? Perkampongan penduduk pribumi di sekitar muara berada di
sisi timur sungai. Tidak ada perkampongan asli di sisi barat sungai karena area
yang lebih rendah, diduga kerap terjadi ancaman banjir bandang (sungai Tondano
meluap) maupun kemungkinan terjadinya tsunami. Area kosong yang dipilih VOC
sebagai pertapakan benteng dan logement secara teknis bukan wilayah rawa lagi
(bedakan dengan Batavia, Semarang dan Soerabaja), tetapi area rendah. Sebagai
area rendah, diduga di masa lampau adalah suatu perairan berupa teluk, dengan
perkampongan di sisi timur teluk (area lebih tinggi di sisi timur sekitar muara
sungai)—kapmpong Aris dan kampong Klabat.

Posisi GPS benteng menjadi penting sebagai penanda
navigasi awal sejarah tata kota Manado. Dari posisi inilah kota Manado tumbuh
dan berkembang hingga ke masa kini. Benteng VOC (Fort Amsterdam) tentu saja
tidak ada lagi pada masa ini, tetapi posisi GPSnya di masa lampau didufa kuat
di sekitar area Pasar 45 yang sekarang. Seperti kita lihat nanti, keberadaan
benteng inilah yang kemudian terbentuknya jalan Tendean dan jalan Surdiman
(area benteng di sekitar hook).

Tunggu deskripsi lengkapnya

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top