*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Morotai adalah nama pulau (kini nama kabupaten)
terletak paling utara di Indonesia di timur laut pulau Halmahera. Selama abad
ke-15 dan 16, Morotai berada di bawah pengaruh Kesultanan Ternate inti kawasan
besar bernama Moro. Pada pertengahan abad ke-16, pulau ini menjadi tempat misi
Yesuit Portugis. Kesultanan Muslim Ternate dan Halmahera berusaha mencegah misi
itu dari pulau ini pada 1571, Portugis hengkang dari kawasan itu.
Enklave
bahasa Galela di Kabupaten Pulau Morotai. Marwia Hi Ibrahim, Dr. Inyo Yos
Fernandez. 2010.
Anstrak. Bahasa Galela adalah bahasa
non-Austronesia. Penutur asli bahasa Galela di Galela Halmahera Utara. Pulau
Morotai adalah enklave bahasa Galela. Penduduk asli pulau Morotai adalah “orang
Moro” berbahasa Moro, saat ini mengidentifikasikan diri sebagai “orang
Morotai”, tetapi tidak menyebut bahasa digunakan sebagai bahasa Morotai karena
di sana ada beberapa bahasa, salah satu diantaranya adalah variasi bahasa
Galela. Bahasa Galela telah banyak diteliti para ahli linguistik, ahli
etnografi maupun para misionaris, tetapi belum ada penelitian tentang hubungan bahasa
Galela dengan variasi bahasa Galela di enklave Morotai maupun di tempat
lainnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dari sejumlah ciri fonologis,
leksikal, morfologis dan sintaksis menunjukkan bahwa hubungan antara variasi
bahasa Galela di enklave Morotai dengan Bahasa Galela di Halmahera Utara adalah
hubungan dialek bahasa. (https://etd.repository.ugm.ac.id/)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Morotai bahasa
Galela di pulau Morotai? Seperti disebut di atas bahasa Galela juga dituturkan
di pulau Morotai sebagai dialek bahasa. Nama lama Djailolo, Gilolo, Galela,
Moor, Moro dan Morotai. Lalu bagaimana sejarah bahasa Morotai bahasa Galela di pulau
Morotai? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Bahasa Morotai Bahasa Galela di Pulau Morotai; Nama
Lama Djailolo, Gilolo, Galela, Moor, Moro dan Morotai
Arah perdagangan dari barat ke timur, ibarat pulau-pulau
kecil pulau Ternate dan pulau Tidore sebagai pintu gerbang ke pulau besar Halmahera,
demikian pula untuk memasuki pulau Morotai yang menjadi pintu gerbang adalah
pulau Aroe. Nama pulau Halmahera sudah lama dikenal dengan nama terdahulu
seperti Batoe Chini, Batoe del Moro dan Djailolo/Gilola. Bagaimana dengan nama
Morotai.
Seperti kita lihat nanti pada era Pemerintah Hindia Belanda Residentie Ternate
terdiri dari afdeeling Ternate, afdeeling Batjan dan afdeeling Halmahera, (lihat
Halmahera en Morotai, 1917). Afdeeling Halmahera teridiri dari tiga
onderafdeeling: 1. Onderafd Djailolo, terdiri dari distrct Djailolo (Sidangoli
dan Dodinga), district Sahoe, district Iboe, district Loloda dan district Oba;
Onderafd, Tobelo terdiri district Tobelo, district Morotai, district Galela,
district Kaoe dan district Waisile; Onderafd Weda terdiri district Weda (Patani),
district Gebe, district Maba dan district Gane.
Sebelum memahami bahasa dan penduduk di pulau
Morotai ada baiknya dipahami bahasa dan penduduk Galela di pulau Halmahera.
Nama Djailolo adalah nama yang berbeda dengan Galela (lihat peta 1917). Namun
pada masa lampau pada era Portugis, di pulau Halmahera diiidentifikasi nama Djailolo
atau nama Gilolo. Dalam hal ini secara semantic Djailolo kurang lebih sama
dengan Gilolo (lafal Portugis). Lantas mengapa kemudian nama Galela muncul
kemudian?
Berdasarkan foto yang ditampilkan pada tahun 1917, tampak bentuk arsitektur
rumah orang Galela mirip dengan bentuk arsitektur rumah orang Angkoa Mandailing
(Tapanoeli). Kemiripan ini secara
spesifik pada bagian atap paling atas dan pola ukiran. Juga tampak kesamaan postur
tubuh dan penutup kepala orang Galela di Morotai mirip dengan di Angkola
Mandailing. Nama Djailolo di wilayah Angkola Mandailing juga digunakan untuk nama
gelar. Seperti disebut di atas, bagaimana dengan nama pulau Aroe yang menjadi
pintu gerbang masuk ke pulau Morotai dan teluk Galela di pantai timur pulau
Halmahera.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Nama Lama Djailolo, Gilolo, Galela, Moor, Moro dan
Morotai: Bahasa Austronesia dan Bahasa Melanesia (Papua)
Di pulau Halmahera sebutan ayah=ama dan ibu=ina
bersifat umum untuk semua (dialek) bahasa yang ada. Namun untuk sebutan
bilangan meski terkesan mirip satu sama lain juga ada perbedaan. Demikian juga
dengan sebutan bilangan di pulai Ternate dan di pulau Tidore. Sebagai pembanding
lainnya adalah sebutan bilangan di pulau Makian.
Di Makian sebutan bilangan sebagai berikut: 1=pso; 2=plu, 3=ti, 4=ph t;
5=plim; 6=pwo nam, 7=Phit, 8=powal; 9=psi wo; 10=yoha so; 11=yoha so lop ps;
12=yoha so lop plu. Sementara di wilayah Ternate sebagai berikut: 1=Rimoi;
2=Romdidi: 3=Ra’ange: 4=Raha: 5=Romtoha: 6=Rara: 7=Tomdi: 8=Tufkange: 9=Sio:
10=Nyagimoi: 11=Nyagimoi se Rimoi; 12= Nyagimoi se Romdidi; 13=Nyagimoi se
Ra’ange. Tidore sebagai berikut: 1=Rimoi; 2=Lofo: 3=Range: 4=Raha: 5=Toha: 6=Rorah: 7=Tomdi: 8=Tofkange: 9=Sio: 10=Nyagimoi: 11=Nyagimoi se Rimoi;
12= Nyagimoi se Lofo; 13=Nyagimoi se Range.
Dalam buku De Noord-Halmahera’se taalgroep tegenover de
Austronesiese talen, 1915 disarikan sebutan bilangan untuk berbagai dialek
bahasa di pulau Halmahera. Semua sebutan bilangan di Halmahera mirip dengan
sebutan bilangan dalam bahasa Ternate dan bahasa Tidore.Akan tetap tampak
perbedaan dengan sebutan bilangan dalam bahasa Makian.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.