Sejarah

Sejarah Air Bangis (2): Residen Air Bangis, Pendahulu Residen Tapanoeli; Senja Pantai Teluk Air Bangis, Antara Padang – Sibolga




false
IN



























































































































































*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Air Bangis sejatinya memiliki pesona. Namun
seringkali terlupakan atau dilupakan. Sejarah Air Bangis haruslah dilihat sebagaimana
aslinya, keindahannya tempo doeloe (ibarat pepatah: First Love Never Die). Oleh
karenanya, sejarah Air Bangis jangan pula hanya dianggap sebagai (sekadar) awal
sejarah Tapanoeli dan juga jangan pula sejarah Air Bangis hanya dianggap
sebagai (sekadar) akhir sejarah Sumatra Barat. Sejarah Air Bangis di Sumatra
Barat haruslah dilihat sebagai senja terindah di pantai antara Padang (ibu kota
Residentie West Sumatra) dan Sibolga (ibu kota Residentie Tapanoeli).

Air Bangis (Peta 1724 dan Peta 1835)

Memahami sejarah (masa
lampau) seringkali berbeda dengan apa yang terlihat sekarang. Apa yang terlihat
sekarang tidak menjadi alasan untuk menghilangkan (fakta) sejarah dan kemudian
membentuk (mengarang) sejarah baru. Para ahli sejarah seringkali tergoda oleh
order politik (rezim tertentu). Para ahli sejarah kerap memotong waktu sejarah
(cut of date) untuk menghilangkan sejarah yang mendahuluinya. Persoalan ini
kerap terjadi di area abu-abu, seperti di Laut Cina Selatan, Negara Bagian Texas
atau area tertentu lainnya yang kemudian menjadi sengketa. Persoalan ini juga,
meski tidak ada konflik, pada area yang lebih kecil atau area sempit terutama
di wilayah pantai atau di wilayah perbatasan misalnya Padang, Medan, Jakarta
dan Surabaya adakalanya para ahli sejarah adakanya terbawa pada cara mengalisis
dan sudut pandang. Para ahli sejarah seharusnya bersifat akademik (netral) dan
tidak hanya dari satu sudut pandang. Situasi dan kondisi (lampau) tidak selalu
kongruen dengan situasi dan kondisi terbaru (kini). Tetapi sejarah tetaplah
sejarah. Sejarah adalah narasi fakta dan data.

Sejarah administrasi (wilayah) Air Bangis dimulai
pada era Hindia Belanda (ketika Pemerintahan Hindia Belanda di Batavia telah
membentuk pemerintahan di Zuid Sumatra yang beribu kota Palembang. Dalam hal
ini, pembentukan residentie baru dengan ibu kota di Air Bangis dilakukan
terkait perluasan pengadministrasian wilayah di pantai barat Sumatra (Sumatra’s
Westkust). Tiga residentie yang sudah dibentuk di pantai barat Sumatra adalah
Padangsche Benelanden, Bengkoelen dan Padangsche Bovenlanden. Lantas mengapa
nama residentienya disebut Air Bangis
? Itulah pertanyaannya. Untuk
menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan
lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru
yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain
disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*
Residentie
Air Bangis: Antara Padang dan Sibolga
Seusai politik tukar guling (Bengkulu dan Malaka)
antara Inggris dan Belanda pada tahun 1824, Pemerintah Hindia sejak 1826 mulai
menata dan membentuk pemerintahan di seluruh Hindia Belanda termasuk di pantai
barat Sumatra (Sumatr’s Westkust). Pembentukan pemerintahan di pantai barat
Sumatra ini mulai dari Bengkulu (Krui) hingga Tapanoeli (lihat Bataviasche
courant, 29-11-1826). Jumlah lanskap Hiinida Belanda diantara garis pantai
tersebut paling tidak sebanyak tujuh: Tapanoeiie, Natal, Aijer Bangies, Priaman,
Padang, Poeloe Chinco dan Benkoelen (lihat Javasche courant, 14-01-1830). Dalam
hal ini, Air Bangis adalah satu entitas sendiri. Bengkoelen dimasukkan baru
setelah tahun 1824.

Almanak, 1822
Sebelum
terjadinya tukar guling (Bengkulu dan Malaka), pemerintahan di pantai barat
Sumatra (Sumatra’s Westku) pada tahun 1819 (du Puij) masih tahap penjajakan
(secara de facto). Sehubungan dengan adanya resistensi dari Padri, lalu pada
tahun 1821 pemerintahan (secara de jure) dibentuk dengan mengangkat Asisten
Residen Sumatra’s Westkust (WJ Waterloo) yang berkedudukan di Tapanoeli. Asisten
Residen dibantu oleh Majoor Rochmaler di Natal dan Kapitein Bauer di Padangsche
Bovenlanden. Dua komandan militer ini dibantu oleh para letnan yang ditempatkan
di Agam, Samawang, Psdang Ganting dan Pariaman, Di Padang hanya ditempatkan
seorang Havenmeester dan Pakhuismeester.
Bataviasche courant, 29-11-1826
Eskalasi
suhu politik yang terus meningkat terutama di pedalaman (Minangkabau), untuk
mendukung pengembangan pemerintahan sipil, Pemerintah Hindia Belanda di Batavia
mengirim pasukan militer yang dipimpin oleh Luitenant Colenel Raaff yang tiba
Desember 1821. Luitenant Colenel Raaff dan pasukannya mendapat banyak
perlawanan. Pada tahun 1824 ibu kota Sumatra’s Westkust dipindahkan dari
Tapanoeli ke Padang sehubungan dengan wilayah Bengkulu dimasukkan sebagai
Pemerintahan Hindia Belanda. Pada tahun 1826 keluar keputusan pemerintah untuk
menata dan membentuk cabang pemerintahan di pantai barat Sumatra.
Berdasarkan keputusan tahun 1826, dibentuk dua residentie
di pantai barat Sumatra: Residentie Padang dan Residentie Bengkoelen.
Residentie Padang mencakup wilayah Padangsche Benelanden, wilayah Padangsche
Bovenlanden dan wilayah Tapanoeli (serta pulau-pulau). Residentie Padang
terdiri dari empat afdeeling: Padangsche Benelanden, Padangsche Bovenlanden
(Regentschap Tanah Datar dan Regentschap Agam), Zuidelijke Afdeeling van den Residentie
Padang dan Noordelijke Afdeeling van den Residentie Padang. Residen Padang
adalah Colonel HJJL de Stuers.

Afdeeling
Noordelijke Afdeeling van den Residentie Padang terdiri beberapa wilayah
(lanschap): Air Bangis, Natal, Tapanoeli, Baros dan (kepulauan) Nias. Di
Tapanoeli ditempatkan seorang Kommies dengan gaji f5.000 per tahun; di Natal
ditempatkan seorang komandan berpangkat Majoor dengan gaji f2.400 per tahun;
Masing-masing di Air Bangis, Baros dan Nias ditempatkan seorang posthouder
dengan gaji f600 per tahun.
Pemerintahan
lokal di Natal terdiri dari Toeankoe Besar di Natal dengan gaji f600 per tahun
dan Toeankoe Sambali di Linggabajo dengan gaji f360. Penghoeloe yang
masing-masing dengan gaji f120 per tahun: Datoe Sinaro, Datoe Poeti, Datoe
Magomaharadja, Datoe Moeda, Datoe Makoela Alam, Datoe Soetan, Datoe Soetan
Larangan, Datoe Kabidin, Datoe Sakidi dan Datoe Salem. Di Tapanoeli terdiri
dari Radja Mamoelo kepala di Sibolga dan Radja Samang di Tapanoeli dengan
masing-masing gaji f120 per tahun. Di Tapanoeli sendiri juga terdiri dari
penghoelo: Datoe Moeda Enda, Datoe Radja Alam, Datoe Radja Agoah, Daroe Radja
Boenda dan Datoe Radja Goentong Alam masing-masing dengan gaji f120; Datoe
Radja Ambatjang dan Datoe Radja Si Allang masing-masing dengan gaji f100; Datoe
Radja Pansah dan Datoe Radja Si Joagoh masing-masing dengan gaji f60 per tahun,
Di Air Bangis Toeankoe Moeda dengan gaji f400 per tahun, Radja Poeto, kepala
para penghoeloe dengan gaji f120 per tahun, para penghoeloe yang masing-masing
denga gaji f100 (Datoe Simpona, Datoe Bilangan, Datoe Ammah dan Datoe Todoeng).
Di Nias hanya satu penghoeloe dengan gaji f560 per tahun, sementara di Baros
belum ada pemimpin lokal (hanya pejabat Belanda).
Di Noordelijke Afdeeling van den Residentie
Padang selain sudah ditempatkan sejumlah pejabat juga sudah ditetapkan para
pemimpin lokal. Tanggungjawab yang berada pada pemimpin lokal di Natal, Nias,
Air Bangis dan Linggabajo. Pada tahun 1828 di Air Bangis ditambahkan pejabat
Belanda sebagai Civiel en Militaire Kommandant. Pada Peta 1830 Air Bangis
secara geografis adalah bagian dari wilayah (district) Mandailing.
Peta 1830

Penempatan
pejabat militer di Air Bangis diduga terkait dengan eskalasi suhu politik yang
semakin meningkat di Padangsche Bovenlanden. Hal ini juga ditunjukkan dengan
penambahan komandan militer di Pariaman (sebelumnya hanya setingkat posthouder).
Pada tahun 1830 di Padang ditambahkan pemimpin lokal untuk mendampingi Residen
yakni Toeankoe Soetan Mansoer Alam Shah yang mengepalai para bupati (lihat
Almanak 1830). Pada tahun 1826 bupati (regent) yang diangkat terdapat di Tanah
Datar, Agam dan Pariaman. Bupati Tanah Datar adalah Soetan Alam Bagagar Shah
(lihat Almanak 1830). Pada tahun 1830 pejabat di Natal dan Tapanoeli hanya
setingkat posthouder. Tampaknya ada pergeseran (wilayah kerja) sehubungan
dengan perlawanan Padri di Padangsche Bovenlanden. Pada tahun 1831 mulai
ditempatkan jabatan Asisten Residen di Padangsche Bovenlanden, sementara bupati
hanya tersisa di Pagaroejoeng dan ditambahkan bupati di Indrapoera. Residen
yang baru adalah Luitenant Colonel Mr. CPJ Elout. Pada tahun 1932 Asisten
Residen di Padangsche Bovenladen ditiadakan dan Asisten Residen ditematkan di
Padang. Di Padang untuk mendampingi Asisten Residen diangkat Toeankoe Panglima
(Mara Indra) dan Toangkoe Bandahara (Soetan Iskandar). Di Natal diaktifkan
kembali komandan militer (seperti halnya di Air Bangis).

Pada tahun 1836 terjadi perubahan struktur
pemerintahan di Noordelijke Afdeeling. Seperti halnya di Padang, diadakan
jabatan Asisten Residen yang ditempatkan di Natal (JA Moser) yang dibantu oleh
dua asisten di Mandailing (F Bonnet) dan di Rao (W Ivats). Di Air Bangis tetap
dengan jabatan komandan militer (berpangkat letnan dua).
Peta 1831-1837

Struktur
pemerintahan baru sesuai dengan konsentrasi militer yang semaking meningkat di
sejumlah titik dalam rangka pengepungan pusat Padri di Bondjol. Berdasarkan
jalur militer utama pada tahun 1836 dari arah utara Mandailing dan Rao, dari arah
barat Pasaman dan Kallingan, dari arah selatan Tikoe, Matoea dan Fort de Kock,
dan dari arah timur Pakajoemboe dan Poeardatar. Pada tahun 1837 benteng
Bondjol, pusat pertahanan Padri berhasil dilumpuhkan oleh militer Belanda.
Penaklukan benteng Bondjol dan menyerahnya Tuanku Imam Bondjol mengakhiri
Perang Padri di Padangsche Bovenlanden. Setahun berikutnya tahun 1838 pengaruh
Padri di wilayah Mandailing, Angkola dan Padang Lawas berhasil dibebaskan
dengan mengempung benteng Daloe-Daloe yang dipimpin oleh Tuanku Tambusai.

Seusai Perang Padri (1838) lalu pada tahun 1839
dibentuk Residentie Air Bangis. Sebagai pejabat Residen Air Bangis (yang
pertama) adalah CPJ Steinmetz (lihat Dagblad van ‘s Gravenhage, 01-03-1839). Beberapa
bulan kemudian secara definitif Residen Air Bangis diankat PBJ de Perez yang
sebelumnya Residen Bengkoelen (lihat Nederlandsche staatscourant, 17-12-1839). Wilayah
yang termasuk Residentie Air Bangis ini adalah wilayah-lanschap yang sebelumnya
bernama Noordelijke Afdeeling. Ibu kota Residentie Air Bangis berada di Air
Bangis. Pentetapan Air Bangis sebagai ibu kota resodentie, karena secara
geografis lebih dekat dengan pusat pemerintahan Hindia Belanda di pantai barat
Sumatra yang berkedudukan di Padang. Disamping itu tingkat keamanan sudah lebih
memadai di sekitar Air Bangis.

Di
Residentie Air Bangis dibentuk beberapa afdeeling: Air Bangis, Mandailing en
Angkola, Natal, Tapanoeli dan Baros. Di Afdeeling Mandauiling en Angkola
ditempatkan Asisten Residen (di Panjaboengan); di Natal ditempatkan Controleur.
Di Tapanoeli tetap dijabat oleh posthouder dan di Baros ditempatkan pejabat
sipil. Dalam hal ini, Rao dimasukkan ke Residentie Padangsche Bovenlanden,
sedangkan Pariaman dimasukkan ke Residentie Padangsche Benelandan. Residentie
Bengkoelen sudah beberapa tahun dipisahkan dari pantai barat Sumatra (Sumatra’s
Westkust).
Pengelompokkan wilayah yang berada di dalam satu
kesatuan spasial (regional) yang awalnya belum diberi nama (Noordelijke
Afdeeling, di utara kota Padang) yang sejak tahun 1840 disebut Residentie Air
Bangis, tentunya hal itu didasarkan pada pertimbangan para ahli Belanda yang
kompeten di bidang geologis, geografis (populasi, pola bertempat tinggal dan kesatua
ekonomi-perdagangan) dan sosio-budaya (termasuk politik). Pertimbangan ini juga
yang diduga sebagai faktor penting mengapa Rao dan Pariaman tidak dimasukkan ke
Noordelijke Afdeeling tetapi Rao sejak tahun 1840 dimasukkan ke Padangsche
Bovenlanden dan Pariaman sejak dari awal sudah menjadi bagian dari Padangsche
Benelanden.
Penetapan
Air Bangis sebagai ibu kota Noordelijke Afdeeling (kemudian menjadi nama
residentie) besar dugaan hanya semata-mata karea faktor untuk mempermudah komunikasi
antara pusat (di Padang) dan cabang pemerintahan di (Air Bangis). Urutan ini
juga bersesuaian dengan kesiapan dua (populasi) afdeeling dalam memulai
pemerintahan yakni di Afdeeling Natal dan Afdeeling Mandailing en Angkola. Oleh
karena Afdeeling Mandailing en Angkola memiliki populasi dan kegiatan ekonomi
yang besar maka di Afdeeling Mandailing en Angkola ditempatkan pejabat
setingkat Asisten Residen yang berkedudukan di Panjaboengan, sementara di
Afdeeling Natal hanya setingkat Controleur. Seperti diketahui sebelumnya,
ketika Pemerintah Hindia Belanda di pantai barat Sumatra (yang dimulai tahun
1819), penetapan ibu kota Sumatra’s Westkust justru di Tapanoeli (bukan di
Padang). Yang mana komandant berpangkat tertinggi (Mojoor) di Natal dan di
Padang sendiri baru setingkat posthouder. Lalu setelah Traktat London 1824
(tukar guling Bengkulu dan Malaka) ibu kota dipindahkan dari Tapanoeli ke
Padang. Lalu dalam perkembangannya seiring dengan peningkatan eskalasi suhu
politik di Padangsche Bovenlanden (Perang Padri) ibu kota Noordelijke Afdeeling
bergeser yang awalnya di Tapanoeli bergeser ke Natal dan terakhir ke Air Bangis
(hingga usainya Perang Padri, 1838) dengan penempatan Asisten Residen di Air
Bangis (pembantu Asisten Residen di Kotanopan-Mandailing dan di Rao. Pada tahun
1839 populasi penduduk di Natal dan di Mandailing en Angkola menyatakan kesiapannya
dalam administrasi pemerintahan Hindia Belanda dan dengan itu kemudian Noordelijke
Afdeeling dibentuk menjadi satu residentie: Residentie Air Bangis (Rao
dipisahkan dan dimasukkan ke Residentie Padangsche Bovenlanden).
Air Bangis sebagai ibu kota Residentie Air Bangis
dalam hal ini dijadikan sebagai titik tolak dalam pembentukan suatu residentie.
Tiga afdeeling sudah siap menjalankan pemerintah (Afdeeling Air Bangis,
Agdeeling Natal dan Afdeeling Mandailing en Angkola). Tiga afdeeling lainnya di
Residentie Air Bangis masih menunggu proses pengadministrasian dan kesiapan pembentukan
pemerintahan setempat. Tiga afdeeling yang berproses ini adalah afdeeling
Tapanoeli, afdeeling Baros dan afdeeling kepulauan (Nias). Afdeeling Air Bangis
dalam hal ini mencakup wilayah Pasaman dan wilayah district Ophir. District
Ophir berpusat di Taloe dan (district) Pasaman berpusat di Odjoeng Gading.
Catatan: pada masa kini tiga wilayah ini (Air Bangis, Pasaman dan Ophir)
menjadi kabupaten Pasaman Barat yang beribukota di Simpang Ampat.
Kabupaten Pasaman Barat (Now)

Sejak
era VOC hingga Hindia Belanda, pemerintah mengawali pembentukan pemerintahan
atas dasar kesepakatan penduduk asli (pribumi) dengan pejabat Belanda.
Kesepakatan itu dinyatakan dalam keputusan perjanjian yang saling menguntungkan
(plakat) yang pada masa ini mirip dengan undang-undang (mirip pemekaran daerah
dengan pembentukan provinsi, kabupaten-kota yang baru). Perjanjian (plakat) ini
menjadi dasar hukum dan menjadi fungsi legitimasi Pemerintah Hindia Belanda
dalam penerapan peraturan perundang-undangan secara nasional (Hindia Belanda).
Dalam penetapan nama Air Bangis sebagai nama residentie dan juga sebagai ibu
kota residentie merujuk pada kesepakatan antara pejabat Pemerintah Hindia
Belanda dengan pemimpin lokal baik kesepakatan diantara pemimpin lokal yang
akan disatukan maupun dengan pemimpin lokal yang akan dipisahkan. Dalam hal ini
pemimpin lokal di Afdeeling Air Bangis sepakat sebagai bagian dari Residentie
Air Bangis, sementara pemimpin lokal di afdeeling Rao lebih memilih bergabung
dengan Residentie Padangsche Bovenlanden. Pemimpin lokal di (afdeeling) Air
Bangis tentu saja atas dasar pertimbangan (kedekatan) historis baik secara
geografis maupun sosio-ekonomi-politik).

Namun dalam perkembangannya
yang sangat cepat, proses penataan pemerintahan masih terus berkembang.
Perkembangan yang terjadi tidak lagi atas pertimbangan historis tetapi lebih
pada situasi dan kondisi yang ada sehubungan dengan upaya menyongsong arah
perubahan baru (efektivitas pemerintahan dan efisiensi dalam pembangunan,
khususnya di bidang ekonomi-perdagangan dan pertanian). Dalam hal ini, wilayah
Rao yang sebelumnya dimasukkan ke dalam Residentie Padangsche Bovenlanden
(secara geografi sosial) kemudian dipertimbangkan kembali berdasarkan efisiensi
dan efektivitas pembangunan sebagai satu kesatuan pemerintahan di Province
Sumatra’s Westkust.
Program pembangunan jalan dan jembatan adalah
prioritas pemerintahan yang sudah terbentuk dan berjalan. Jalan dan jembatan tidak
hanya menguntungkan populasi juga mendukung (misi) Pemerintahan Hindia Belanda
(dalam hal perdagangan ekspor-impor). Pembangunan jalan dan jembatan
digerakkkan oleh pemimpin lokal karena para pemimpin lokal sudah menerima gaji
(sebagai bagian dari pemerintahan). Subsidi pembangunan diberikan pemerintah
baik untuk membayar tenaga kerja maupun mendatangkan peralatan yang tidak
dimiliki penduduk.
Pada tahun 1842 wilayah
Afdeeling Tapanoeli dan afdeeling (kepulauan) Nias dipisahkan dari Residentie
Air Bangis sehubungan dengan pembentukan Residentie Tapanoeli. Sebaliknya
Afdeeling Rao dimasukkan ke wilayah Residentie Air Bangis (balik kucing).
Dengan demikian di Residentie Air Bangis terdapat dua asisten residen (di
Panjaboengan dan Rao). Di Afdeeling Mandailing en Angkola diangkat Controelur
di Angkola dan Controleur di Oeloe en Pakantan. Sehubungan dengan pembentukan Residentie
Tapanoeli ditempatkan seorang Asisten Residen dan masing-masing Controleur di
Baros dan Singkel.
Di Residentie Tapanoeli belum secara definititf
diangkat Asisten Residen atau Residen, tetapi seorang pejabat pelaksana yang
bertugas untuk menyusun dan menata pemerintahan di residentie yang baru. Dalam
pembentukan Residentie Tapanoeli ini seluruh Tapanoeli, Baros dan Nias disatukan
dalam satu afdeeling. Dalam pemetaaan baru ini Afdeeling Tapanoeli sudah
memasukkan wilayah Singkel (di luar Atjeh). Catatan: Atjeh masih bersifat
independen.
Dalam pembentukan Residentie Tapanoeli ini, afdeeling
yang dibentuk baru Afdeeling Pertibie (baca: Portibi) digabungkan dengan
Residentie Tapanoeli. Afdeeling Pertibie ini meliputi wilayah yang sangat luas Padang
Lawas, Tambusai, Pane en Bila. Pejabat pemerintah ditempatkan di Pertibie dan
seorang pejabat setingkat Controeleur ditempatkan di Bila (muara sungai
Baroemoen). Ini mengindikasikan Residentie Tapanoeli dari pantai barat hingga
pantai timur Sumatra (coast to coast). Gambaran ini mengingatkan sejarah lama
yang mana Kerajaan Aroe (Battak Kingsom) seperti yang dilaporkan penulis-penulis
Portugis seperti Barbosa (1513) dan Mendes Pinto (1535) bahwa Kerajaan Aroe
termasuk Baros.
Kerajaan Aroe, Minangkabu dan Indrapoera (Peta 1724)

Berdasarkan Peta 1724 (lihat peta di atas) di
(pulau) Sumatra diidentifikasi sejumlah kerajaan besar. Kerajaan-kerajaan
tersebut adalah Atjeh, Pasi (Pasai). Dilli (Deli), Singkel, Aroe, Maningcabo
(Minangkabau), Campara (Kampar). Andragiri (Indragiri), Indrapoera, Djambi,
Palimbang (Pelembang), Bangkoelo (Bengkulu), Panarikan, Silebar (Selebar) dan Dampin.
Sementara itu di wilayah Semenanjung kerajaan yang ada antara lain Djohor,
Keidah dan Pahang. Kerajaan-kerajaan yang memiliki kraton berada di pantai
barat adalah Singkel, Indrapoera, Bengkoeloe, Panarikan dan Selebar. Antara
Kerajaan Singkel di utara dan Kerajaan Indrapoera tidak terdapat kerajaan
besar, tetapi hanya kerajaan-kerajaan kecil yang dalam hal ini termasuk
kerajaan-kerajaan Baros, Batahan, Tikoe, Natal dan Air Bangis.

Pada tahun 1844 Afdeeling
Rao yang sempat dimasukkan ke Residentie Air Bangis dipisahkan dan kembali
dimasukkan ke Residentie Tapanoeli. Ini mengindikasikan wilayah Afdeeling Rao
yang berada di wilayah remote area yang gonta-ganti induknya seakan menunjukkan
afdeeling Rao sebagai afdeeling yang berada di bawah angin (mudah bergeser
arah) apakah karena dalam hubungannya soal sosio-budaya atau soal geografis
ekonomi.
Air Bangis (Mandailing), Tikoe (Agam)

Pada Peta 1830 district Rao adalah district yang
dibedakan dengan district Mandailing. Dalam peta tersebut district Mandailing
juga mencakup kota-kota Natal, Batahan dan Air Bangis. Ini bersesuaian jika
dibandingkan dengan Peta 1724 yang mana wilayah yang berada di utara equator
(khatulistiwa) cenderung lebih dekat dengan Kerajaan Aroe jika dibandingkan
dengan Kerajaan Minangkabau. Dalam Peta 1724 ini kerajaan-kerajaan kecil di
pantai barat Kerajaan Aroe adalah Air Bangis, Batahan (Natal), Taboejoeng dan
seterusnya ke arah utara. Kerajaan Natal sendiri adalah kerajaan baru (melting
pot) yang terbentuk diantara kerajaan Batahan (Mandailing) dan kerajaan
Linggabajo (Mandailing). Kerajaan Natal dalam perkembangannya menjadi lebih
besar (lebih maju). Fakta ini juga diperkuat bahwa sejak era VOC kerajaan Air
Bangis (melting pot) merujuk ke kerajaan Natal yang mana gelar Radja Natal
adalah Toeankoe Besar dan gelar Radja Air Bangis adalah Toankoe Moeda.
Sedangkan gelar Radja Linggabajo adalah Toeankoe Sambali. Pada permulaan
Pemerintah Hindia Belanda (1826) tiga kerajaan ini adalah tiga kerajaan pertama
yang meratifikasi perjanjian dalam pembentukan pemerintahan Hindia Belanda.

Residentie Air Bangis
kembali dengan formasi tiga afdeeling: Air Bangis, Natal dan Mandailing en
Angkola. Sehubungan dengan perubahan baru ini status Resident di Air Bangis
diturunkan menjadi Asisten Residen. Dalam hal ini di Residentie Air Bangis
terdapat dua asisten residen plus satu controleur (tidak ada Residen). Ini
menjadi indikasi bahwa Residentie Air Bangis akan dilikuidasi.

Pada tahun 1845 nama Air Bangis tidak lagi menjadi
nama Residentie, hanya sebuah afdeeling. Hal ini karena Asisten Residen di Air
Bangis hanya membawahi dua Controleur (Controleur Ommenlanden  Air Bangie en Ophir dan Controleur Natal).
Afdeeling Mandailing en Angkola telah dimasukkan ke wilayah Residentie
Tapanoeli. Pada saat ini (1845) status Asisten Residen di Residentie Tapanoeli telah
ditingkatkan menjadi Residen (Alexander van der Hart). Dalam hal ini Resident
Tapanoeli selain membawahi Asisten Residen Mandailing en Angkola juga membawahi
Controleur di Baros dan Controleur di Singkel. Asisten Residen Mandailing en
Angkola membawahi dua Controleur (di Angkola dan di Oeloe en Pakantan). Di Nias
yang sebelumnya hanya pejabat setingkat posthouder telah ditingkat statusnya
(belum setingkat Controleur).
Pada tahun 1846 Residentie
Air Bangis benar-benar dilikuidasi. Afdeeling Natal telah dimasukkan ke
Residentie Tapanoeli. Jika sebelumnya afdeeling Rao dimasukkan ke Residentie
Padangsche Bovenlanden. Maka sisa Residentie Air Bangis (afdeeling Air Bangis
en Ophir) dimasukkan ke Residentie Padangsche Benelanden. Tamat sudah
Residentie Air Bangis. Apa yang menyebabkan afdeeling Air Bangis yang secara
geografis dan secara sosio budaya lebih dekat ke Residentie Tapanoeli tetapi
secara administrasi wilayah yang baru dimasukkan ke Residentie Padangsche
Benelanden
? Dalam hal ini bukan karena lebih dekat ke Padang (ibu
kota Residentie Padangsche Benelanden) dan juga bukan karena lebih jauh ke
Sibolga (ibu kota Residentie Tapanoeli).
Air Bangis, antara Padang dan Sibolga (Now)

Sebab ada argumentasi yang lain. Bukankah Afdeeling Natal
jauh dari Sibolga dan Afdeeling Air Bangis jauh dari Padang? Tampaknya jawaban
yang masuk akal adalah bahwa antara afdeeling Mandailig en Angkola dan afdeeling
Natal (Residentie Tapanoeli) dengan afdeeling Air Bangis dan afdeeling Rao
terdapat barier yang secara geografis sulit disatukan dalam pengembangan
wilayah (transportasi dan pembangunan). Barier tersebut adalah pegunungan (gunung
Malintang dan gunung Kulabu). Catatan: sejak tahun 1845 ibu kota Residentie
Tapanoeli telah direlokasi dari )kampong) Tapanoeli ke (kampong) Sibolga.

Perkembangan Lanjut Wilayah Administrasi Air Bangis
Province Sumatra’s
Westkust sejak 1845 terdiri dari tiga residentie: Residentie Padangsche
Benelanden, Residentie Padangsche Bovenlanden dan Residentie Tapanoeli. Nama
Air Bangis telah menjadi nama district kemudian dijadikan nama residentie. Pada
tahun 1845 Residentie Air Bangis telah dilikuidasi, nama Air Bangis kembali
menjadi hanya sekadar nama district, suatu district yang dimasukkan ke
Residentie Padangsche Benelanden (yang beribukota di Padang).

Air Bangis (Peta 1830)

Pembagian wilayah Province Sumatra’s Westkust sejak
1845 yang juga sesuai dengan Peta 1850, district-district yang masuk wilayah
Residentie Padangsche Benelanden adalah Air Bangis, Tjoebadak, III Kota, III Loerah,
Pasaman, Rao, Loender, Mapat Toenggoel, L Sikaping, S Kasekan, Tikoe, III Kota,
XII Kota, L Basoeng, XII Kota, III Kota, VII Kota, V Kota, VII Kota, Oelakan,
Kajoetanam, Hoofdplaats Padang, Troesan, Poeloet=Poeloet, Bajang, Loempat,
Salida, Tambang, Painan, B Kapas, Taloe, Tarata, Sebanti, Ampingpara, Kambang,
Lakitan, Palangai, Poengkasan, Aer Adji, Indrapoera, Tapan, Si Laut, Loenang. Sementara
district-district yang masuk Residentie Padangsche Bovenlanden yang bersinggungan
dengan district-disrtict lain di sebelah utara adalah district Bondjol, Kampar
Nen Sembilan, Mahi, III Kota dan VIII Loerah. Sedangkan district-district yang
masuk Residentie Tapanoeli yang bersinggungan dengan Air Bangis, Tjoebadak,
Loender dan Rao adalah district Natal, district Klein Mandailing, district
Oeloe dan district Pakantan.

Residentie Padangsche
Benelanden berada di wilayah yang bersentuhan langsung dengan lautan, sedangkan
Residentie Padangsche Bovenlanden berada di pedalaman (tidak memiliki akses ke
laut). Sebab di arah timur sudah dibatasi oleh wilayah pemerintahan baru sejak
tahun pertengahan tahun 1850an dengan terbentuknya Residentie Sumatra’s
Oostkust yang beribukota di Siak Indrapoera. Namun pada akhirnya pada tahun 1890 Residentie
Padangsche Bovenlanden memiliki akses ke laut setelah dilakukan perubahan batas
yang membedakan antara Residentie Padangsche Benelanden dan Residentie
Padangsche Bovenlanden. Akses ke laut itu melalui district Air Bangis dan
district Pasaman (wilayah kabupaten Pasaman Barat yang sekarang).
Pada tahun 1905 Residentie Tapanoeli dipisahkan dari
Province Sumatra’s Westkust. Residentie Tapanoeli menjadi berdiri sendiri. Hal
serupa juga sudah pernah terjadi pada akhir tahun 1830an ketika dibentuk
Residentie Air Bangis, Residentie Bengkoeloe dipisahkan dari wilayah Sumatra’s
Westkust dan berdiri sendiri (yang setara dengan Zuid Sumatra dan Lampong).
Kini, Residentie Tapanoeli menyusul pemisahan dari (province) Sumatra’s Westkust.
Oleh karena itu Province Sumatra’s Westkust hanya terdiri dari Residentie
Padangsche Benelanden dan Residentie Padangsche Bovenlanden. Perubahan wilayah
kembali terjadi. Pada tahun 1915 Residentie Sumatra’s Oostkust yang beribukota
di Medan ditingkatkan statusnya menjadi province. Implikasinya, Province
Sumatra’s Westkust yang terdiri dari dua residentie dilikuidasi. Masing-masing Residentie
Padangsche Benelanden dan Residentie Padangsche Bovenlanden menjadi berdiri
sendiri (seperti halnya Bengkoeloe dan Tapanoeli).
Peta 1917
Dalam perubahan tersebut batas
baru antara dua residentie ini terjadi pengurangan wilayah Residentie Padangsche
Benelanden dan wilayah yang dikurangi tersebut ditambahkan ke wilayah Residentie
Padangsche Bovenlanden, Wilayah yang direposisi tersebut meliputi
district-district Air Bangis, Tjoebadak, III Kota, III Loerah. Rao, Loender, Mapat
Toenggoel dan Loeboek Sikaping. Mangapa district-district ini digabungkan
menjadi bagian dari Residentie Padangsche Bovelanden
? Satu faktor penting diduga
karena untuk menyatukan (populasi) Mandailing, lebih-lebih setelah transportasi darat semakin membaik antara Kotanopan dan Loeboeksikaping.
Dengan
demikian Residentie Padangsche Bovenlanden menemukan jalan ke laut.
Perubahan tidak hanya
berhenti ketika Residentie Padangsche Bovenlanden mendapat akses ke laut, pada
tahun 1930 Residentie Padangsche Benelanden dan Residentie Padangsche
Bovenlanden disatukan dengan hanya membentuk satu residentie. Nama residentie
baru ini disebut Residentie West Sumatra. Ada perbedaan antara nama Sumatra’s
Westkust (pantai barat Sumatra dengan West Sumatra (Sumatra Barat). District Air
Bangis berada di Afdeeling Agam, Residentie West Sumatra.
Residentie West Sumatra terdiri dari lima afdeeling
yang masing-masing dikepalai oleh seorang Asisten Residen. Kelima afdeeling
tersebut adalah Zuid Benelanden (ibukota di Padang); Tanah Datar (ibukota di
Padang Pandjang); Agam (ibukota di Fort de Kock); Lima Poeloeh Kota (ibu kota
di Pajakoemboeh); dan Solok (ibu kota di Sawahloento).
District Air Bangis adalah
district Air Bangis. District Air Bangis tidak pernah berubah, bahkan sejak era
VOC. Air Bangis tetap sebagai sebuah district. Yang berubah adalah struktur
wilayah di atasnya (Residentie dan Province). Namun dalam perkembangannya, Air
Bangis kalah bersaing dengan Taloe. Semakin berkembangnya Taloe di pedalaman,
seakan Air Bangis surut ke belakang ke pantai. Itulah nasib Air Bangis.
Nasibnya semakin menjadi-jadi di era Republik Indonesia.
Pembagian wilayah Residentie West Sumatra (1930)

Afdeeling Agam dibagi ke dalam empat afdeeling,
yakni: Oud Agam, Maninjau, Loeboeksikaping dan Ophir. Onderafdeeling Ophir yang
beribukota di Taloe terdiri dari dua district yakni district Talamau dan
district Air Bangis. Pada era Republik Indonesia (1950) district Loeboekskaping
dan district Ophir disatukan dengan membentuk kabupaten Pasaman (yang
beribukota di Loeboeksikaping). Pada tahun 2003 kabupaten Pasaman dimekarkan
dengan membentuk kabupaten baru Pasaman Barat. Celakanya, ibu kota kabupaten
Pasaman Barat tidak di Taloe dan juga tidak di Air Bangis. Ibu kota yang
dipilih berada di Simpang Ampek. Suatu simpang ke empat arah: Padang, Taloe,
Air Bangis dan kota kuno Pasaman (di pantai muara sungai Pasaman). Penetapan
ibu kota Pasaman Barat ini seakan menjauhkan dari Air Bangis. Kota Air Bangis
yang tempo doeloe yang menjadi segalanya (di pintu gerbang), kini hanya berada terpencil
di belakang.

Itulah sejarah district Air
Bangis yang kini hanya menjadi kecamatan di kabupaten Pasaman Barat. Air Bangis
dalam situasi senja, namun senja di Air Bangis adalah senja yang indah di pantai
antara Kota Padang dan Kota Sibolga. Anda ingin wisata ke wilayah Pantai Barat
Sumatra (Sumatra’s Westkust)
? Jangan lupa berkunjung ke Air Bangis. Senja yang
indah yang masih eksis sejak dari doeloe hingga ini hari.

*Akhir
Matua Harahap
, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok
sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan
Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi
berkebun di seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau.
Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu
senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah),
tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis
Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang
dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top