*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Bahasa
Ma’ya dituturkan di kampong Sapordanco, distrik Waigai di pulau Waigeo. Pulau
Waigeo dikenal juga dengan nama Amberi atau Waigiu. Pulau Waigeo adalah pulau
terbesar dari empat pulau utama dari Kepulauan Raja Ampat. Pulau ini berada
antara Pulau Halmahera dan Pulau Papua.
Bahasa
Ma’ya adalah bahasa Austronesia di kepulauan Raja Ampat di Papua Barat Daya.
Bahasa Ma’ya dituturkan oleh sekitar 6.000 orang di desa-desa pesisir di pulau
Misool, Salawati, dan Waigeo (perbatasan antara bahasa Austronesia dan bahasa
Papua. Ma’ya) memiliki lima dialek, tiga di pulau Waigeo (Laganyan, Wauyai, dan
Kawe), satu di pulau Salawati, dan satu (punah atau hampir punah) di pulau Batanta.
Dialek prestise yang ada di Salawati. Dialek Waigeo memiliki /s/ dan /ʃ/, dimana
varietas yang diucapkan di Salawati dan Misool memiliki /t/ dan /c/
masing-masing. Batanta, yang sudah punah, ternyata tidak dapat dipahami oleh
tetangganya. Di Pulau Waigeo, ketiga dialek tersebut adalah: Dialek Kawe
dituturkan di desa Selpele dan Salyo di bagian barat laut pulau; Dialek
Laganyan dituturkan di desa Araway, Beo, dan Luptintol di pantai Teluk
Mayalibit; Dialek Wauyai dituturkan di desa Wauyai di pesisir Teluk Kabui. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Ma’ya di pulau
Misool, pulau Salawati dan pulau Waigeo? Seperti disebut di atas bahasa Ma’ya di
pulau Waigeo.Bahasa Austronesia dan bahasa Papua. Lalu bagaimana sejarah bahasa
Ma’ya di pulau Misool, pulau Salawati dan pulau Waigeo? Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.Link https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Bahasa Ma’ya di Pulau Misool, Pulau Salawati dan Pulau
Waigeo; Bahasa Austronesia dan Bahasa Papua
Tunggu deskripsi lengkapnya
Bahasa Austronesia dan Bahasa Papua: Bardampingan,
Apakah Bercampur?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.