Sejarah

Sejarah Bahasa (248): Bahasa Mor di Teluk Bintuni Semenanjung Onin; Nama Mor, Onin dan Navigasi Pelayaran Perdagangan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Bahasa
Mor (juga dieja Moor) bahasa Austronesia bernada dituturkan di Semenanjung
Onin, Papua Barat.
Bahasa digunakan etnik Wagaf, Taruma, dan
Sinakum di kampung Mitimber, distrik Mbahamdandara, kabupoten Fak-Fak dan juga di
kampung Tesa, distrik Kokas. Di sebelah timur, di kampung Tesa berpenutur
bahasa Mor, sebelah barat di kampung Waremo berbahasa Baham, sebelah utara di kampung
Goras berbahasa Goras, dan sebelah selatan di kampung Otoweri berbahasa Mbraw.


Mbahamdandara
adalah sebuah distrik atau kecamatan di kabupaten Fakfak, Papua Barat ibukota di
kampung Goras. Di Kampung Darembang dan Goras ditemukan situs Tapurarang berupa
berbagai cap tangan berwarna oker kemerahan yang melekat pada dinding-dinding
batu di pinggir laut. Masyarakat Fakfak sangat beragam, dengan 7 suku asli dan
3 agama berbeda. Informasi mengenai suku asli (indegeneous people) di Fakfak
meliputi suku Mbaham, Ma’tta, Mor, Onin, Irarrutu, Kimbaran, dan Arguni. Sementara
3 agama saudara di Fakfak yakni Islam, Protestan dan Katolik. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak tahun 2020, persentasi keagamaan di
kecamatan ini yaitu Islam 78,73% dan Kristen berjumlah 21,27% (Protestan 19,45%
dan Katolik 1,82%). Dengan demikian, semboyan yang paling dikenal di Fakfak
yaitu “Tiga Tungku Satu Batu”
. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Mor di Teluk
Bintuni Semenanjung Onin? Seperti disebut di atas bahasa Mot dituturkan di
Semenanjung Obim. Nama Mor, Onin dan navigasi pelayaran perdagangan. Lalu bagaimana
sejarah bahasa Mor di Teluk Bintuni Semenanjung Onin? Seperti kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.
Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.

Bahasa Mor di Teluk Bintuni Semenanjung Onin; Nama
Mor, Onin dan Navigasi Pelayaran Perdagangan 

Bahasa Mor di Teluk Bintuni
Semenanjung Onin
merujuk
nama
Mor atau Moor. Itu bermula
sejak era n
avigasi
pelayaran perdagangan. Lantas mengapa banyak ditemukan
nama mirip Mor di pulau Papua. Tentu saja di wilayah Maluku seperti nama
Morotai dan nama Muar serta nama Morowali di pantai timur Sulawesi.


Di wilayah Papua ditemukan sejak era Portugis nama Moores di pantai barat
Papua. Di wilayah pantai selatan Papua ada nama Morehead dan lebih timur lagi
yang kemudian menjadi nama Port Moresby. Daftar ini dapat diperpanjang seperti
di wilayah
pantai barat Sulawesi
nama Maros, di pantai utara Sulawesi nama
Amurang. Nama Halmahera tempo doeloe
pada era Portugis dicatat sebagai
Batachini del Moro.

Sejarah pantai barat Papua berlanjut era VOC (Belanda). Pada Peta 1720 wilayah Mimika ditandai sebagai Caap Nassau. Pulau-pulau
di utara Pulau Aru dan di barat laut kawasan Caap Nassau ditandai sebagai
Moerasch, yang dapat diartikan sebagai kawasan orang-orang Moor. Kawasan ini
meliputi pulau Namatota, pulau Lakahia, teluk Triton dan wilayah Kaimana yang
sekarang.


Orang Moor adalah pelaut-pedagang asal Afrika Utara beragama Islam yang sudah sejak zaman kuno eksis
di Hindia Timur (orang Moor telah lama memperkuat Ternate, dan orang Moor terkonsentrasi
di pulau Halamahera yang di era Portugis pada peta ditandai sebagai Terra del
Moro. Besar dugaan mereka inilah yang menyebarkan agama Islam di kawasan pantai
barat daya Papoea. Berdasarkan Peta 1695 sungai besar di Mimika (Timika)
ditandai sebagai Moerschestraar Rivier
. Kawasan ini kali pertama dikunjungi oleh pedagang-pedagang VOC pada
tahun 1623 yang dipimpin oleh Kaptein Jan Carstenz. Dalam ekspedisi ini peta
dibuat yang dilakukan oleh Arent Martensz de Leeuw, Dalam Peta 1623
diidentifikasi Amboina, Banda, Pulau Kei dan Pulau Aru asal rute, yang
melakukan ekspedisi pertama ke pantai barat Papua menuju tempat yang diduga
kuat kampong Mimika. Di selatan kampong ini ditandai (muara) sungai. Ekspedisi
ini melakukan navigasi ke arah selatan melewati pulau Frederik Hendrik dan
Merauke hingga Pulau Daru. Satu yang penting dalam peta ini pegunungan (puncak)
tinggi di pedalaman sudah diidentifikasi (kini puncak Carstenz, sesuai nama
komandan ekspedisi).

Pedagang-pedagang Moor memiliki pemukiman di
pantai
barat Papua seperti di teluk Triton
(sekitar Kaimana yang sekarang)
, di
Pulau Aru dan di pulau Daru.
Pedagang-pedagang Moor
adalah pendahulu pelaut-pelaut Portugis. Yang menjadi partner utama pedagang-pedagang
Moor di Nusantara adalah kerajaan Aroe (D’Aroe/Daroe) di pantai timur Sumatra.
Hal itulah juga mengapa nama Aroe dan Daroe muncul di wilayah Maluku dan pantai-pantai
di wilayah Papua.
 

Tunggu deskripsi lengkapnya

Nama Mor, Onin dan Navigasi Pelayaran Perdagangan:
Nama Mor dan Orang Moor Tempo Doeloe

Seperti dikutip di atas, bahasa Mor digunakan di kampung Mitimber, distrik
Mbahamdandara
. Di sebelah barat di kampung
Waremo berbahasa Baham,
di sebelah
utara di kampung Goras berbahasa Goras, dan sebelah selatan di kampung Otoweri
berbahasa Mbraw
. Di
bagian dalam teluk, Peta 1925 ada dua kampong di pesisir yakno Goras dan
Bomberai.


Ke dalam teluk ini bermuara sungai Bomberai dan sungai Bedidi. Di pedalaman
di sebelah timur sungai Bomberai diidentifikasi wilayah Mohr dan di sebelah
barat sungai Bedidi diidentifikasi wilayah Baham. Di wilayah Baham
diidentifikasi kampong Siembra. Kampong Bomberai di pantai adalah muara sungai
Bomberai.

Nama Bomberai tampaknya nama tempat terpenting di
teluk, dimana sungai Bomberai dan sungai Bedidi bermuara. Boleh jadi karena
penting menjadi sebab mengapa semenanjung disebut Semenanjung Bomberai.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top