Sejarah

Sejarah Bahasa (279): Peta Bahasa dan Peta Genetik di Nusantara; Sebutan Bilangan dan Peta Navigasi Pelayaran Perdagangan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Peta
genetik (studi DNA) adalah satu hal. Peta bahasa adalah lain lagi. Dalam peta
bahasa terdapat peta (sebutan) bilangan. Singkatnya selain peta DNA dan peta
bahasa, masih banyak peta-peta sejarah lainnya. Bagaimana dengan peta navigasi
pelayaran (perdaganga) diantara tiga benua? Benua Asia, benua Amerika dan benua
Australia. Apakah peta bahasa dan peta bahasa dapat disandingkan? Fokus dalam
hal ini hanya peta bilangan.

 

DNA
dari Kerabat Manusia yang Punah Mungkin Telah Membentuk Sistem Kekebalan Tubuh
Orang Papua Modern. Freda Kreier. 8 Desember 2022. Penelitian baru bahwa
sisa-sisa DNA dari spesies manusia yang telah punah, Denisovan, dalam genom
orang Papua modern mungkin telah membantu membentuk sistem kekebalan tubuh
mereka. Ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia modern bertemu dan kawin
dengan Neandertal–dan juga dengan sepupu dekat mereka, Denisovan. Meskipun
Neandertal dan Denisovan kemudian punah (kemungkinan Denisovan masih bertahan
hingga 15.000 tahun yang lalu), miliaran orang di seluruh dunia masih membawa
bukti interaksi ini dalam DNA mereka. Studi baru, yang diterbitkan pada hari
Kamis di PLOS Genetics, bahwa resistensi penyakit mungkin menjadi penyebabnya.
Penelitian tersebut—yang dilakukan oleh Irene Gallego Romero, ahli genetika
evolusi manusia di Universitas Melbourne—menunjukkan bahwa mutasi tertentu dari
Denisovan yang telah lama hilang dapat membantu masyarakat Papua saat ini
melawan infeksi virus.
(https://www.scientificamerican.com/)

Lantas bagaimana sejarah peta bahasa dan peta genetik
di Nusantara? Seperti disebut di atas ada peta bahasa dan ada peta genetic.
Apakah ada relasi. Sebutan bilangan dan peta navigasi pelayaran perdagangan. Lalu
bagaimana sejarah peta bahasa dan peta genetik di Nusantara? Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.
Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.

Peta Bahasa dan Peta Genetik di Nusantara; Sebutan
Bilangan dan Peta Navigasi Pelayaran Perdagangan  

Studi bahasa sudah intens dilakukan pada era Pemerintah
Hindia Belanda. Pencatatan bahasa dan dikumentasi bahasa-bahasa di nusantara sudah
dilakukan sejak era Portugis/VOC Belanda. Oleh karena itu sudah tergambar peta
bahasa di Indonesia. Kini, topik terbaru telah mulai dipetakan asal usul
penduduk berdasarkan genetic (DNA). Mari kita perhatikan relasi peta bahasa dan
peta genetik.


Peta genetik sudah ada yang mempublikasikan yang dapat diakses di
internet. Dalam peta ini kita batasi wilayah (kepulauan) nusantara antara lautan
India di barat dan lautan Pasifik di timur; antara daratan Asia di utara dan daratan
Australia di selatan. Dalam peta genetic warna hijau muda sebagai ras Austronesia
dan hijau tua sebagai ras Melanesia (Papua). Dalam grafik tampak penduduk di
Mentawai di barat sangat dominan warna hijau muda (Austronesia), sebaliknya
penduduk di wilayah Melanesia di Pasifik di timur dominan warna hijau tua (Papua).

Dengan mengacu pada wilayah genetic populasi
penduduk warna dominan hijau muda dan warna dominan hijau tua, dalam
(perkembangannya) warna hijau muda bercampur dengan warna hijau tua; selaras
dengan itu warna hijau muda bercampur dengan warna merah. Warna merah dalam hal
ini sebagai pengidentifikasi ras Austro-Asiatic (ras Asia Selatan/India). Dalam
hal penduduk yang bertetangga lebih dimungkinkan lebih cepat dan lebih banyak
bercampur. Tampak di Jawa warna merah lebih dominan dari pada warna hijau muda.
Sebaliknya mulai dari wilayah Toradja kea rah timur (Papua/Pasifik) warna hijau
tua cenderung dominan.


Yang menjadi pertanyaan bagaimana terbentuk ras Austronesia (warna hijau
muda) yang terkesan wilayahnya merupakan wilayah dengan komposisi warna yang
sangat beragam (berbanding terbalik dengan warna hijau muda yang lebih homogen).
Apakah dalam hal ini semua penduduk nusantara mulau dari Sumatra di barat dan
Papua di timur awalnya berwarna hijau tua/Melanesia? Sebagai ilustrasi
perhatikan wujud yang digambarkan dalam relief candi Borobudur di Jawa, yang mana
tipikal rambut penduduk (sejaman) tidak ada perbedaan dengan tipikal rambut di Papua
masa kini. Bukankah pada masa ini di wilayah barat di Semenanjung Malaya (orang
Semang) dan kepulauan Andaman (orang Jarawa) masih tersisa penduduk dengan
tipikal rambut di Papua?

Idem dito dengan ras Austronesia, di wilayah India (utara)
terbentuk ras Austroasiatik yang berkulit lebih putih bercampur dengan ras
Austronesia di Sumatra dan Jawa, semenanjung Malay dan Kalimantan. Secara khusus
di semenanjung Malaya dan Sumatra tercampur dengan ras Dravidian (India selatan)
yang berkulit lebih gelap dan ras pitih dari Eropa (Indo European). Dalam
grafik diantara warna hijau muda di Sumatra dan semenanjung Malaya, bersaing
antara warna merah di satu sisi dan warna biru muda (Dravidian) dan warna
kuning gelap (Indo Eiropean) di sisi lain.


Dengan mengacu pada warna hijau (Austronesia) dominan di (pulau) Mentawai
yang kurang tercampur dengan warna lainnya, wilayah Sumatra terkesan lebih
beragam dari berbagai warna dari arah barat. Dalam hal ini, di Sumatra dan Jawa
awalnya haruslah diartikan awalnya mirip dengan di Mentawai. Namun yang tetap
menjadi pertanyaan adalah mengapa warna hijau terbelah (hijau muda dan hijau
tua)? Apakah kedua warna ini pada dasarnya mirip atau pada mulanya sama?  

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sebutan Bilangan dan Peta Navigasi Pelayaran
Perdagangan: Pertukaran Komoditi Atas Dasar Nilai Tukar Bilangan (Barter)

Pada masa lampau, salah satu wujud pertukaran (exchange)
diantara penduduk yang berjauhan adalah melalui perdagangan komodiri berharga
(barter). Oleh karena jauh jarak yang ditempuh navigasi dilakukan dengan pelayaran
(kapal). Pelayaran tidak hanya dapat dicapai wilayah pesisir di tempat yang jauh,
pelayaran juga dapat memasuki wilayah pedalamam lewat sungai-sungai. Artinya dengan
adanya perdagangan (pertukaran komoditi) juga terjadi petukaran bahasa sebagai
bahasa komunikasi. Dalam hal ini menarik diperhatikan perihal sebutan bilangan
dan perihal ukuran takaran.


Bilangan adalah perbedaan relative antara yang sedikit dengan banyak yang
dinyatakan dalam bahasa sebagai sebutan bilangan dan juga dituliskan dalam
aksara bahasa dan lambang bilangan (satuan mulau dari angka satu, puluhan, ratusan
dst). Sedangkan takaran adalah ukuran satuan (unit) pada pengukuran (perkiraan)
panjang, luas dan isi serta timbangan, seperti buah, ekor, depa (kedalaman air),
rantai (ukuran luas tanah), pikul (timbangan) dan kati (volume). Lupakan dulu
satuan meter, gram dan liter karena belum ditemukan.

Sebutan bilangan yang sudah terbilang kuno dan masih
lestari dalam bahasa-bahasa di nusantara diantaranya terdapat dalam bahasa
Batak dan bahasa Jawa: satu dalam bahasa Batak disebut sada, sementara dalam
bahasa Jawa adalah sidji: 2=dua (loro), 3=tolu (telu), 4=opat (papat), 5=lima
(lima), 6=onom (enem), 7=pitu (pitu), 8=walu (wolu), 9=sia (sanga)=10=sapulu
(sepuluh); 11=sapulu sada (sebelas), 12=sapulu dua (dua belas), 100=saratus
(serratus), 1000=saribu (seribu). Dari sebutan bilangan tersebut kemudian
membentuk sebutan bilangan dalam bahasa Melayu: satu, dua, tiga, empat, lima,
enam, tujuh, delapan, sembilan dan sepuluh.


Pada populasi hijau muda (Austronesia) yang dominan di Mentawai (barat).
1=sara, 2=rua/dua/ruwa, 3=telu, 4=epat, 5=lima, 6=enem, 7=pitu, 8=balu, 9=siba,
10=pulu, 11=pulu sara, 12=pulu ruwa. Tampak sebutan bilangan bahasa Mentawai mirip
bahasa Batak dan Jawa tetapi ada pergerseran dalam beberapa angka: sara=sada
(Batak), telu (tolu), epat (opat), enem (onom), balu (walu), siba (sia). Dalam
bahasa Jawa: Jawa 1=sidji: 2=loro, 9=sanga,11=sebelas. Dapat ditambahkan untuk
kosa kata elementer: ibu dalam bahasa Mentawai adalah ina yang juga dalam
bahasa Batak ina; ayah=ukkuy (ama), kakek=bubua (ompung), kepala=ute (ulu),
lidah-jalay (dila), gigi=sonn (ipon), darah=logaw (mudar), merah=bonan (rara)

Bagaimana dengan sebutan
bilangan dalam bahasa Alor dan Manggarai? Sebutan bilangan dalam bahasa Adang
di pulau Alor: 1=nu, 2=alo/ al q, 3=t u, 4=ut, 5=ivihi, 6=t la, 7=itit, 8=turl,
9=ti nu, 10=aimu, 11=aimu fali nu, 12=aimu fali alo. Sementara dalam bahasa
Manggarai 1=sa, 2=sua, 3=telu, 4=pat, 5=lima, 6=enem, 7=pitu, 8=alo, 9=siok,
10=sempulu, 11=sempulu sa, 12=sempulu sua. Wilayah bahasa A
dang di pulau Alor tidak
berjauhan dengan wilayah Manggarai din pulau Flores, tetapi sebutan bilangan
sangat berbeda. Meski ada perubahan fonetik, sebutan bilangan bahasa Manggarai
mirip bahasa Batak.


Sebutan bilangan di pulau Alor berbeda dengan di wilayah barat, tetapi
tampaknya lebih mirip ke rumpun bahasa-bahasa di timur. Sebutan bilangan d
i wilayah bahasa Lamaholot di pulau Solor sebagai berikut: tou = 1, rua = 2, telo = 3, pat = 4,
lema = 5, nemu = 6, pito = 7, buto = 8, hiwa = 9, pulo = 10, pulok tou = 11,
pulok rua = 12.
Sebutan
bilangan mirip sebutan bilangan bahasa Manggarai. Dalam salah satu bahasa di
Papua sebutan bilangan dalam bahasa Marind (Malind/Merauke) sebagai berikut:
1=zak d, 2=ina, 3=inay zak d,
4=inaha ina, 5=bala saŋga ‘tangan’, 6=bala san ga zak dm 7=bala sanŋga ina, 8=bala
sa ga inahaŋ zak d, 9=bala sa ga inaha ina, 10=sa ga balen, 11=sa ga balen zak
d, 12=sa ga balen ina. Dengan menambahkan daftar bahasa-bahasa ke arah timur
seperti bahasa Makian, tampak sangat heterogeny (semakin berbeda dengan bahasa
Batak dan bahasa Jawa). Namun ada pengecualian dalam bahasa di pulau Kei sebutan
bilangan mirip bahasa Batak sebagai berikut (ada pemenggalan hurug/suku kata):
1=ain(mehe)/(ain)sa; 2=(ain)ru; 3=(ain)tel; 4=(ain)faak; 5=(ain)lim;
6=(ain)nean; 7=(ain)fit; 8=(ain)wau; 9=(ain)siuw; 10=(ain)vut. Untuk
pengylangan bilangan dalam belasan sebagai berikut: 11=vut ainsa; 12=vut ainru;
13=vut aintel

Sebutan bilangan semakin ke timur semakin beragam.
Namun ada beberapa bahasa di timur seperti bahasa Manggarai dan bahasa Kei lebih
mirip ke bahasa Batak. Persamaan linguistic ini tampaknya bersesuaian dengan peta
genetic. Bagaimana dengan keberadaan ras Austroasiatik pada populasi di wilayah
Manggarai (wilayah terjauh warna merah di timur di wilayah hijau tua/Melanesia).
Apakah hal itu dapat dijelaskan oleh peta pelayaran perdagangan?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top