Sejarah

Sejarah Bahasa (281): Bahasa Maori Asli di Selandia Baru, Bahasa Terpinggirkan Kini Dibangkitkan; Era Portugis Belanda Inggris


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Sebutan
bilangan dalam bahasa Maori 1=tahi, 2=rua, 3=toru, 4=wha, 5=rima, 6=ono, 7=whitu,
8=waru, 9=iwa dan 10=tekau, ngahuru. Bagaimana bisa mirip dengan sebutan bilangan/angka
satu dalam bahasa Batak disebut sada, sementara dalam bahasa Jawa adalah sidji:
2=dua (loro), 3=tolu (telu), 4=opat (papat), 5=lima (lima), 6=onom (enem),
7=pitu (pitu), 8=walu (wolu), 9=sia (sanga)=10=sapulu (sepuluh).

 

Bahasa
Māori (Te Reo Māori) adalah bahasa digunakan bangsa Maori, suku asli di
Selandia Baru (Aotearoa). Sebagai bagian subrumpun Oseanik dari rumpun bahasa
Austronesia, bahasa ini memiliki hubungan erat dengan bahasa Rarotonga
(Kepulauan Cook) dan Tahiti, hubungan sedikit lebih jauh dengan bahasa Hawaii,
dan lebih jauh lagi dengan bahasa Samoa dan Tonga. Mulai tahun 1860-an, bahasa
Māori mulai terdesak oleh bahasa Inggris. Di akhir abad ke-19, sistem pendidikan
Inggris mulai diperkenalkan bagi seluruh penduduk, dan dari tahun 1880-an
penggunaan bahasa Māori di sekolah dilarang. Mulai tahun 1980an, para pemimpin
bangsa Māori mulai menyadari bahaya hilangnya bahasa mereka, yang dapat
berakibat buruk pada identitas budaya bangsa Māori. Kebudayaan Māori yang mulai
pupus dicoba diangkat penghidupan kembali bahasa Māori. Umumnya, pelafalan
konsonan dalam bahasa Māori mirip dengan bahasa Indonesia/Melayu, termasuk
dalam pelafalan konsonan <ng>
. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Maori di
Selandia Baru, bahasa terpinggirkan kini dibangkitkan? Seperti disebut di atas
bahasa Maori di Selandia Baru. Mengapa sebutan bilangan mirip bahasa Jawa dan
bahasa Batak? Era Portugis, Belanda hingga era Inggris. Lalu bagaimana sejarah
bahasa Maori di Selandia Baru, bahasa terpinggirkan kini dibangkitkan? Seperti
kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.

Bahasa Maori di Selandia Baru, Bahasa Terpinggirkan
Kini Dibangkitkan; Era Portugis, Belanda hingga Era Inggris

Dua bahasa Austronesia di barat adalah bahasa Batak
dan bahasa Jawa. Bilangan/angka satu dalam bahasa Batak disebut sada, sementara
dalam bahasa Jawa adalah sidji: 2=dua (loro), 3=tolu (telu),
  4=opat (papat), 5=lima (lima), 6=onom (enem),
7=pitu (pitu), 8=walu (wolu), 9=sia (sanga)=10=sapulu (sepuluh).
 


Sebutan bilangan dalam bahasa Māori: 1=tahi, 2=rua, 3=toru, 4=whā, 5=rima, 6=ono, 7=whitu, 8=waru, 9=iwa, 10=      ngahuru. Mengapa sebutan bilangan dalam bahasa Maori mirip
dengan bahasa Batak dan bahasa Jawa. Pulau Sumatra dan pulau Jawa begitu jauh
dengan pulau Aucland di Selandia Baru. Fakta bahwa dari beragam bahasa-bahasa
di pulau Papua, hampir tidak ada yang mirip sebutan bilangan dengan bahasa
Batak dan bahasa Jawa dan juga dalam hal ini bahasa Maori.

Secara khusus mengapa sebutan bilangan bahasa Maori
mirip bahasa Batak? Bukankah antara Batak di Sumatra (Indonesia) dan Maori di
Aucland (Selandia Baru) begitu sangat jauh. Ada baiknya kita kutip pendapat
seorang atropolog Prancis,
Hamy dalam studinya berjudul Les Races malaiques et américaines (L’Anthropologie 1896. Paris).


Hamy berpendapat bahwa  Bataks van Sumatra, de bewoners van Nias en
Engano, vele Dajakstammen van Borueo, de meeste Jilolo en de inboorlingen der
Philippijnen, alsook het groote bruine ras van Oost-Polynesië — de Samoa’s,
Maori, Tahitianen, Marquesa en de inlanders van Hawaï lebih mungkin dikelompokkan
sebagai satu ras non Melayu yang berasal dari Kaukasoid dari pada ras Mongoloid
(lihat Bijdrage tot de anthropologie der Menangkabau-Maleiers, 1908).

Apa yang menjadi pendapat Hamy adalah satu hal.
Dalam hal ini sebutan bilangan, fakta bahwa bahasa Batak mirip bahasa Maori.
Apakah kedua penduduk yang berjauhan ini pada awalnya berbahasa satu (sama)
atau ada diantara salah satu yang melakukan migrasi? Pada masa ini kerap
diperbincangkan ada kemiripan bahasa Maori dengan bahasa-bahasa di Indonesia.
Namun tentu saja itu menarik, tetapi seberapa banyak kosa kata yang mirip? Yang
jelas sebutan bilangan, seperti yang disebut di atas ada kemiripan antara
bahasa Maori dan bahasa Batak dan bahasa Jawa.


Sejumlah kosa kata yang pada
masa kerap diperbincangkan antara b
ahasa Maori dengan bahasa-bahasa di Indonesia adalah sebagai
berikut:
mata bahasa Maori mirip dengan
mata di Indonesia;
lima” (lima), taringa
(telinga), kaki (kaki)
, ika (ikan), mate (mati), rangi (langit), kutu (kutu), turi (tuli), apa (aha),
hua (buah), ia (dia). tangi (tangis), ate (hati), au (aku), manu (ayam), tau (tahun),
wai (air), ihu (hidung) dan lainnya.

Sekarang mari kita fokuskan dengan bahasa Batak yang direlasikan dengaan bahasa Maori. Sepertii
disebut di atas sebutan bilangan
bahasa Batak di satu sisi mirip bahasa Jawa dan di sisi lain
bahasa Batak mirip bahasa Maori:
Bilangan/angka satu dalam bahasa Batak disebut
sada, sementara dalam bahasa
Maori adalah Jawa adalah tahi; 2=dua (rua), 3=tolu (toru), 4=opat (wha), 5=lima (rima), 6=onom (ono), 7=pitu (whitu), 8=walu (waru), 9=sia (iwa)=10=sapulu (ngahuru atau tekau).


Lantas apakah ada bahasa Maori
lainnya mirip bahasa Batak?
mata (mata), ika (ihan), mate (mate),
rangi (langit), kutu (hutu), aha (aha), hua (buah), ia (ia). tangi (tangis),
ate (ate), au (au), manu (manuk), tau (taon), ihu (igung), matua (matua), niho
(ipon), aroha (roha), inu (inum), koe (ho), ingoa (goar), hiku (ikur), waha
(baba), whenua (banua), ahi (api), hoimatua (simatua), tahi (tahi),

Dalam bahasa Batak kosa kata matua terkait dengan orang
tua (parent, yang dituakan, father dan leluhur, abadi dan sebagainya). Kita tidak
sedang membicarakan Akhir Matua Harahap, tetapi matua dalam bahasa Maori adalah
ayah (father).
Seperti disebut di atas,
sebutan bilangan bahasa Maori sepenuhnya mirip dengan bahasa Batak kecuali
bilangan satu yang dalam bahasa Maori disebut tahi, Sementara tahi dalam bahasa
Batak adalah Bersama (together), dan jika ditambahkan angka satu (sada) akan
menjadi satahi (semua sekata, satu suara bersama, bulat atau pulu dalam
mengambil keputusan).


Sebutan bilangan belasan bahasa Maori mirip sebutan bilangan belasan
bahasa Batak (system biner). Dalam bahasa Jawa angka 11 disebut sebelas,
12=duawelas, tetapi dalam bahasa Batak mengikuti pola sapulu dua (12). Sapulu tolu
(13). Dalam bahasa Maori bilangan 11 disebut tekau ma tahi, 12-tekau ma rua, dan
13=tekau ma toru.   

Meski mirip sebutan bilangan/angka bahasa Batak dan bahasa Maori, tetapi
secara fonologis ada perbedaan:
2=dua (rua), 3=tolu (toru), 4=opat (wha), 5=lima
(rima), 6=onom (ono), 7=pitu (whitu), 8=walu (waru), 9=sia (iwa)
. Sebutan bilangan rua dan
rima ditemukan di wilayah bahasa Ende. Sebutan bilangan dalam bahasa Ende:
1=esa, seesa, 2= rua, esa rua, 3=terhu, esa terhu, 4=wutu, esa wutu, 5=rhima,
esa rhima. 6=rhima esa; 7=rhima rua, 8 =rua mbutu, 9=tera esa, 10=semburhu,
11=semburhu se esa; 12=semburhu esa ruam. Dalam hal ini sebutan bilangan rua
dan rima mirip bahasa Maori dan bahasa Lamagolot/Ende.


Ada sebutan bilangan bahasa Ende dan bahasa Maori mirip yakni hanya angka
dua dan angka lima. Bagaimana antara bahasa Ende dengan bahasa-bahasa di sebelah
timur kota Ambon seperti di Saparua, Nusa Laut dan Haruku? Salah satu peneliti
yang mencatat sebutan bilangan di Saparua dan sekitar adalah Hans Hallier dalam
bukunya berjudul Über frühere Landbrücken, Pflanzen- und Völkerwanderungen
zwischen Australien und Amerika yang diterbitkan tahun 1912. Hans Hallier
mencatat sebutan bilangan dalam bahasa Saparua. Haruku dan Nusa Laut sebagai
berikut: 1=usai, 2=rua, 3=oru, 4=        ha-a,
5=rima, 6=no-o, 7=hitu, 8=waru, 9=siwa dan 10=husane, huu sai.

Sebutan bilangan rua dan rima memiliki kemiripan
dalam bahasa Lamaholot/Ende, bahasa Saparua dan bahasa Maori. Lantas apa yang
menyebabkan sebutan-sebutan bilangan tersebut memiliki kemiripan satu sama lain?
Bukankah letak geografisnya saling berjauhan? Sudah barang tentu hal itu akan
sulit dijelaskan secara linguistik.


Dalam bahasa Lamaholot (bahasa Ende dan bahasa Batak) 1=toe (saasa-sada),
2=rua (sarua-dua), 3=tollo (taru/tolu), 4=paa (wutu/opat), 5=lema (rima/lima),
6=nam (rimaasa/onom), 7=pito(rimarua/pitu), 8=buto (ruanbutu, 9=hiwa
(taraasa/sia), 10=puloh (samburu/sampulu). Untuk bilangan belasan: 11=puloh
katou (samburu sasa-sampulu sada), 12=puloh karua (sambnru asarua-sampulu dua),
dst.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Era Portugis, Belanda hingga Era Inggris: Navigasi
Pelayaran Perdagangan

Sebutan bilangan adalah kosa kata dalam
bahasa-bahasa yang penting digunakan dalam pertukaran (exchange) tidak hanya
sebagai komunikasi juga dalam hal perdagangan komoditi. Dalam hal yang secara
geografis sangat berjauhan, satu factor penting yang menjadi motivasi bergerak
adalah karena terkait dengan urusan perdagangan, suatu penjelajahan dengan navigasi
pelayaran dengan menggunakan perahu/kapal untuk mendapatkan komoditi berharga
yang dapat diperdagangkan.


Dalam kaitannnya dengan kehendak dan kebutuhan perdagangan, proses bahasa
antara kedua belah pihak mengikutinya, antara pedagang yang datang dan penduduk
yang menyediakan komoditi perdagangan. Dengan perdagangan ini juga terjalin hubungan
antar manusia yang saling belajar yang kemudian terjadi perbauran kebiasaan,
adat dan budaya. Apa yang dimaksud Hamy seperti disebut di atas, ada argumentasinya
bahwa  Bataks van Sumatra, de bewoners
van Nias en Engano, vele Dajakstammen van Borueo, de meeste Jilolo en de
inboorlingen der Philippijnen, alsook het groote bruine ras van Oost-Polynesië
— de Samoa’s, Maori, Tahitianen, Marquesa en de inlanders van Hawaï lebih
mungkin dikelompokkan sebagai satu ras non Melayu yang berasal dari Kaukasoid
dari pada ras Mongoloid (lihat Bijdrage tot de anthropologie der
Menangkabau-Maleiers, 1908).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top