Sejarah

Sejarah Bahasa (64): Bahasa Siladang di Pedalaman Sumatra di Wilayah Mandailing, Tapanuli; Bahasa Lubu dan Bahasa Sakai


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Bahasa Siladang adalah bahasa yang digunakan
oleh suku Siladang, yang persebaran penuturnya terdapat di Kabupaten Mandailing
Natal dan berada dalam wilayah penuturnya bahasa Mandailing. Bahasa ini
termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Sebelumnya kelompok populasi Siladang
tertinggal. Semasa era Pemerintah Hindia Belanda kelompok populasi yang
tertinggal lainnya yang berdekatan dengan Siladang adalah orang Lubu dan orang
Sakai.

 

Mengenal
Siladang, Penduduk Ibu Kota Madina yang Punya Bahasa Sendiri. Nizar Aldi. DetikSumut,
Medan 4 Feb 2023: Masyarakat Siladang merupakan kelompok penduduk yang
berada di Panyabungan, Ibu Kota Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Uniknya, masyarakat Siladang memiliki bahasa sendiri yang berbeda dari bahasa
etnis Mandailing. Masyarakat Siladang mendiami wilayah yang saat ini bernama
Desa Aek Banir dan Sipapaga. Keduanya desa ini hanya berjarak belasan kilometer
dari pusat pemerintahan Kabupaten Madina. Belasan tahun yang lalu, masyarakat
Siladang merupakan kelompok masyarakat yang tertinggal. Masyarakat Siladang
memiliki bahasa sendiri dalam berinteraksi sehari-hari. Mereka memiliki bahasa
yang berbeda dari etnis Mandailing yang menghegemoni wilayah sekitar desa
tersebut. Lantas bagaimana kisah masyarakat Siladang tersebut?
(https://www.detik.com/)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Siladang di pedalaman
Sumatra di wilayah Mandailing, Tapanuli? Seperti disebut di atas bahasa
Siladang berbeda dengan bahasa Batak dan bahasa Minangkabau. Bagaimana dengan bahasa
Lubu dan bahasa Sakai? Lalu bagaimana sejarah bahasa Siladang di pedalaman
Sumatra di wilayah Mandailing? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.

Bahasa Siladang di Pedalaman Sumatra di Wilayah
Mandailing, Tapanuli; Bahasa Lubu dan Bahasa Sakai

Bahasa Siladang dituturkan kelompok populasi
Siladang di wilayah Afdeeling Angkola Mandailing Residentie Tapanoeli. Lantas
sejak kapan nama Siladang diinformasikan? Di dalam laporan akhir jabatan Asisten
Residen Angkola Mandailing tahun 1846 hanya mencatat tentang keberadaan kelompok
penduduk (orang) Loeboe. Para pemerhati kepurbakalaan (termasuk antropologi dan
etnologi) nama Loeboe terus dibicarakan yang dikaitkan nama-nama Koeboe dan Orang
Banoea. Nama Siladang tidak pernah terinformasikan.


Pasca Perang Padri, cabang pemerintahan Afdeeling Angkola Mandailing dibentuk
pada tahun 1840. Afdeeling terdiri onderafd. Mandailing ibu kota di Panjaboengan
dan onderafd. Angkola ibu kota di Padang Sidempoean. Sebagai Asisten Residen
diangkat TJ Willer yang berkedudukan di Panjaboengan dan sebagai Controleur di
Padang Sidempoean diangkat W Gobin. Pada tahun 1840 seorang ahli geologi dan
botani FW Jung Huhn ditugaskan di Angkola Mandailing dan Padang Lawas. Saat
penugasan inilah Jung Huhn menemukan candi-candi di wilayah Padang Lawas. TJ
Willer mengakhiri jabatannya tahun 1846.

Dalam perkembangannya ada pemerhati yang berpendapat
bahwa orang Loeboe memiliki memiripan dengan orang Banoea di semenanjung Malaya
di wilayah Djohor (lihat Tijdschrift voor Neerland’s Indië, 1850). Disebutkan keduanya
berbicara bahasa Melayu dengan bentuk yang sangat kasar. Para pemerhati disebutkan
sudah lama meragukan asal usulorang Melayu dari Minangkabau. Sebaliknya
penemuan orang Koeboe (1823) dan orang Loeboe (1846) memunculkan spkulasi
tentang asal usul orang Minangkabau. Penyelidikan lebih lanjut akan mengungkap
sisa-sisa suku Melayu asli di Sumatera, yang dari situ dimungkinkan mengetahui
asal usul serta masyarakat Menangkabau.


Disebutkan lebih lanjut pengenalan yang akurat terhadap orang Loebu
mungkin akan memungkinkan kita menjawab pertanyaan apakah mereka, atau oreang Benoea
di semenanjung, merupakan induknya. Namun, karena kita berharap dapat
menghubungkan orang Benoea dengan populasi lain yang lebih utara di benua ini,
kita harus memperhitungkan kemungkinan besar bahwa orang Loeboe berasal dari
mereka. Tapi siapakah orang Loeboe ini?  Para pemerhati hampir tidak ragu mengaitkan
nama mereka semata-mata karena kesalahan ketik atau percetakan. Pasti yang
dimaksud TJ Willer adalah orang Koeboe, seperti penghuni pedalaman Palembang.

Lantas bagaimana kaitan orang Loeboe di wilayah
Angkola Mandailing dengan orang Siladang? Apakah keduanya merupakan kelompok
populasi yang sama atau berbeda. Namun sayang, perhatian terhadap penemuan
orang Loeboe cepat menghilang dan kurang terinformasikan.
  Hanaya catatan TJ Willer saja yang diulang-ulang.
Orang Siladang benar-benar tidak tinformasikan, tersembunyi rapat jauh di
tengah hutan wilayah Mandailing.

Tunggu
deskripsi lengkapnya

Bahasa Lubu dan Bahasa Sakai: Seberapa Dekat Bahasa
Lubu dengan Bahasa Siladang?

Nama Siladang tidak pernah terinformasikan. Hanya
nama orang Loeboe yang sudah dikenal lama di wialay Mandailing. Setelah laporan
TJ Willer, yang pertama menulis tentang orang Loeboe adalah CA van Ophuijsen (seorang
guru di sekolah guru Padang Sidempoean 1881-1890. Lalu setelah Ophuijsen, kembali
nama orang Loeboe tidak terinformasikan, hingga seorang jurnalis dari Deli
Courant di Medan melakukan kunjungan pada tahun 1933.


Sejak kapan nama Siladang terinformasikan? Tidak diketahui secara pasti
hingga jurnalis dari Medan melaporkannya. Lalu sejak kapan orang Mandailing
mengetahui atau mengenal orang Siladang? Sudah barang tentu sudah lama (karena
hubungan perdagangan). Hanya saja secara akademik tidak pernah terinformasikan
ke publik.

Dalam kunjungan jurnalis Medan ke wilayah orang Loeboe,
juga melaporkan tentang orang Siladang di dekat Panjaboengan (lihat Deli
courant, 12-07-1933). Tulisan yang dipublikasikan di surat kabar Deli Courant
kemudian dilansir surat kabar di Semarang (lihat De locomotief, 22-07-1933).
      

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top