*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Suku
Kayuagung atau Komering Kayuagung adalah suku di kabupaten Ogan Komering Ilir,
provinsi Sumatera Selatan. Komunitas suku ini umumnya terdapat di beberapa
wilayah/kecamatan di kabupaten Ogan Komering Ilir. Budaya dan adat istiadat
yang masih terjaga hingga kini ialah Adat Lamaran dan Tari Penguton Kayuagung.
Suku Kayuagung adalah salah satu bagian dari kelompok subsuku Komering.
Bahasa
Kayuagung atau Base Kiyagong adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh Suku
Kayuagung yang sebagian besar bermukim di Kecamatan Kota Kayuagung, dan di
sebagian perkampungan Lempuing dan Mesuji. Ciri khas dari bahasa ini adalah
dengan akhiran “E Taling” yang juga telah dipengaruhi oleh Bahasa
Ogan, Bahasa Lampung dan Melayu Palembang. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Kayuagung di
Hilir sungai Ogan dan sungai Komering? Seperti disebut di atas bahasa Kayuagung
sebagai dialek bahasa Komering. Bahasa Ogan, bahasa Lampung dan bahasa Melayu
Palembang. Lalu bagaimana sejarah bahasa Kayuagung di Hilir sungai Ogan dan sungai
Komering? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Kayuagung di Hilir Sungai Ogan dan Sungai
Komering; Bahasa Komering, Ogan, Lampung dan Palembang
Apakah ada bahasa Kayuagung? Tentu saja ada, karena
keberadaan orang Kayuangung. Lantas bagaimana sejarah bahasa Kayuangung? Tentu
saja harus diperhatikan terlebih dahulu sejarah orang Kayuagung. Lebih spesifik
lagi, sebelum mempelajari bahasa Kayuagung, lebih dahulu mempelajari wilayah
Kayuangung.
Pananda navigasi sejarah Kayuagung adalah Palembang. Nama Palembang
paling tidak sudah disebut dalam teks Negarakertagama (1365). Hanya ada dua
nama yang disebut dalam di bagian selatan pulau Sumatra, yakni Palembang dan
Lampung. Dalam laporan-laporan Portugis tidak terinformasikan nama Palembang.
Mengapa? Nama Palembang baru terinformasikan pada era VOC/Belanda. Disebutkan
dilakukan proses komunike dari tahun 1662 lalu dibuat resolusi lagi tahun 1671.
Komunike dilakukan lagi pada tahun 1677 dan menghasilkan resolusi baru tahun
1678. Pada tanggal 20 April 1678 dibuat kontrak antara Sultan Ratoe dan D de
Haas. Pada tanggal 15 Januari 1691 dilakukan renovatie (perbaikan) kontrak yang
terkait dengan tahun-tahun 1662, 1678, 1679 en 1681. Pada tanggal 16 Oktober
1691 dilakukan ratifikasi oleh Hooge Regering terhadap renovatie tanggal 15
Januari 1691. Selain brieven, resolusi dan contract juga ditemukan sejumlah
memorie yakni tahun 1666, 1673, 1674, 1700, 1706, 1711 dan 1716. Pada tahun
1721 terdapat sebuah instruksi dan sebuah rapport. Pada tanggal 2 Juni 1722
dilakukan renovatie terhadap contract.
Pada tanggal 6 Agustus 1723 dibuat ratificatie terhadap renovatie 2 Juni
1722. Pada tahun 1724 dibuat lagi resolusi. Pada tanggal 10 September 1755
dibuat renovatie terhadap contract sebelumnya. Leydse courant, 11-07-1755. Demikian
seterusnya proses renovatie dan ratifikasi berulang. Residen pertama Palembang
diangkat C Fred Schreuder tahun 1784 (lihat Middelburgsche courant,
01-05-1784). Ratifikasi yang terakhir dibuat tanggal 28 November 1791.
Hanya nama Palembang yang disebut selama era VOC.
Boleh jadi karena Palembang dijadikan VOC sebagai posr perdagangan utama di
daerah aliran sungai Musi. Benteng (fort) VOC dibangun di sisi selatan sungai (lihat Peta 1700). Pada tahun 1780 kraton Palembang dipindahkan dari tempat yang lama
(Palembang Lamo, di hilir) ke arah tepat berada di sisi yang berseberangan dengan
benteng VOC. Era baru pembentukan
kota Palembang dimulai. Namun
tetap hanya nama Palembang yang disebut dalam dokumen VOC.
Sejak tahun 1791 tidak terdeteksi interaksi antara Palembang dengan
pejabat-pejabat atau para pedagang VOC/Belanda. Boleh jadi hal itu karena
VOC/Belanda yang berpusat di Batavia sedang menghadapi berbagai masalah. Hal
ini diperburuk pada tahun 1795 pemerintahan VOC/Belanda diambil alih Prancis
(seiring di Eropa dengan pendudukan wilayah Belanda oleh Prancis). Meski
demikian yang terjadi tampaknya tidak semua wilayah berhasil dikuasai oleh
Prancis. Seperti diberitakan Amsterdamse courant, 06-03-1798: ‘Berdasarkan
pesan-pesan otentik dari Batavia, tertanggal 6 Juli 1797, tidak semua Pulau
Jawa diserang secara paksa, tetapi Republik ini (baca: VOC/Belanda) masih
memiliki Ternate, Makasser, Banjermasing dan Palembang; Mereka (Prancis) hanya
menang telak di Batavia. Sementara dari pesan lainnya bahwa Ternate, khususnya,
betapapun lemahnya penduduk gagah berani penduduk melakukan perlawanan yang
dikontrol oleh Engelschen.
Pada tahun 1799 VOC/Belanda dinyatakan bubar dan kemudian
diambilalih oleh Kerajaan Belanda di
bawah kuasa Prancis (Napoleon). Pada tahun 1800 dibentuk Pemerintahan Hindia Belanda oleh Kerajaan Belanda di bawah kuasa Prancis.
Salah satu Resident ditempatkan di Palembang (1805). Satu yang penting dalam
permulaan Pemerintah Hindia Belanda ini diangkatnya Daendels sejak 1809 sebagai
Gubernnur Jenderal Hindia Belanda. Pada masa ini di Palembang
ditempatkan seorang pejabat setingkat Residen.
Namun tidak lama kemudian terjadi pendudukan
militer Inggris di Batavia pada tahun 1811. Pemerintah Hindia Belanda yang masih
muda lumpuh. Wilayah-wilayah kekuasaannya di luar (pulau) Jawa melakukan
pemberontakan termasuk di Saparoea (Maluku) dan Palembang (Sumatra). Pada
situasi ini ekspedisi Inggris dikirim ke Banca dan Palembang. Bagaimana
gambaran (pelabuhan) Palembang saat awal pendudukan Inggris di Palembang
dilukiskan oleh surat kabar Java government gazette, 04-07-1812. Disebutkan
tentang situasi penduduk dan permukiman di kedua sisi sungai Moesi dan produksi
yang diperdagangakan di pelabuhan Palemmbang seperti gambir, kapas, damar,
gading, mata kucing, belerang, garam, lilin, beras, benzoin, nila, tembakau,
pinang, kerbau dan emas, tetapi item yang paling penting adalah timah Banca.
Sebagian besar yang lain adalah dibeli dari wilayah yang jauh di bagian
pedalaman Sumatra.
Sesaat
Inggris menduduki Jawa (1811), Residen Palembang terbunuh. Saat kehadiran
Inggris di Palembang situasi dan kondisi berhasil dikendalikan. Pangeran
Palembang dianggap bertanggung jawa atas kematian Residen. Pangeran Palembang
diasingkan, sebagai konsekuensi kesultanan Palembang melepaskan wilayah Bangka.
Hingga saat ini tetap hanya nama Palembang yang disebut di daerah aliran sungai
Musi. Namun sudah disebut Palembang terhubung dengan wilayah pedalaman seperti
disebut di atas: ‘sebagian besar komoditi local dibeli yang berasal dari
wilayah yang jauh di bagian pedalaman Sumatra’.
Ketika Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan kembali
pada tahun 1816. Berdasarkan berita yang dikirim dari Batavia pada bulan
Februari, pengakuisisian kembali oleh Belanda ini, disebutkan tidak hanya pulau
Jawa, juga Palembang, Macassar, Bandjermasing dan pulau Banca yang terkenal
dengan timahnya (‘s Gravenhaagsche courant, 04-07-1817). Lalu kemudian dilakukan
ekspansi ke pantai barat Sumatra yang mana Pelembang dan Lampong dinormalisasi
lebih dahulu. Namun itu tidak mudah, kehadiran Belanda mengalami resistensi dan
terjadi perlawanan dimana penduduk memaksa Commisaris, Mr. Muntinghe untuk
menarik diri dari Palembang (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 14-12-1819). Ekspedisi berangkat dari Batavia
pada bulan Agustus 1919 yang dipimpin oleh Wolterbeek untuk melumpuhkan Sultan
Machmud Badrudin (lihat Opregte
Haarlemsche Courant, 06-01-1820). Pemerintah
Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan di Pantai Barat Sumatra (Sumatra’s
Westkust) termasuk Tapanoeli. Namun masih ada Inggris dimana-mana. Boleh jadi
untuk memuluskan pembentukan cabang pemerintahan di pantai barat Sumatra dan di
Palembang (khusunya di pedalaman), dalam fase ini di Pantai Barat Sumatra ini,
Pemerintah Hindia Belanda melakukan tukar guling antara Bengcoolen yang
dimiliki Inggris dengan wilayah yang dikuasai Belandia di Malacca (1824). Pemerintah
Hindia Belanda dengan percaya diri lalu pada tahun 1825 Kesultanan Palembang
dilikuidasi yang kemudian Pemerintah Hindia Belanda kemudian membentuk cabang-cabang
pemerintahan (di Residentie Palembang). Residentie Palembang en Banka telah dipisahkan menjadi
dua Residentie. Pemerintahan mulai dibentuk pada tahun 1825 berdasarkan Beslit
No.32 tanggal 16 Agustus 1825. Setelah penaklukan Sultan kantor
Residen dipindahkan ke sisi utara sungai tidak jauh dari kraton. Eks kraton
kemudian ditingkatkan menjadi benteng dengan beberapa bastion. Di sekitar
kraton dan kantor Residen inilah kemudian area orang-orang Eropa berkembang. Kerjaan Palembang tamat, kraton Palembang
tamat. Dalam perkembangannya didasarkan atas klaim (kesultanan) Palembang atas
wilayah Rawas mendapat perlawanan dari Radja Djambi. Lalu ekspedisi militer
dikirim ke Rawas tahun 1833. Sebagai konsekuensinya Radja Djambi tidak hanya
kehilangan Rawas, juga wilayah hilir Djambi dimana pemerintahan local diberikan
kepada para pemimpin Palembang kecuali Moeara Kompeh tetap di bawah kendali
Pemerintah Hindia Belanda (suatu wilayah hilir Djambi yang diperoleh pemerintah
karena berhasil mengusir bajak laut atas permintaan Radja Djambi).
Lantas
bagaimana dengan wilayah Kajoeangoeng? Wilayah Kajoeagoeng adalah suatu wilayah
yang tidak terlalu jauh dari Palembang, bukan di daerah aliran sungai Musi
tetapi wilayah diantara sungai Ogan dan sungai Komering (kedua sungai ini
bermuara ke sungai Musi di sekitar Palembang).
Pada tahun1852
Residentie Palembang dibagi ke dalam empat afdeeling. Afdeeling pertama terdiri
dari (a) Kota Pelembang; (b) Hiran en Banjoeasing, (c) Komering Ilir. (d) Ogan
Ilir, (e) Moesi Ilir, (f) Lematang Ilir; Afdeeling kedua (Afdeeling Tebing
Tinggi) terdiri dari Tebing Tinggi, Ampat Lawang. Lematang Oeloe, Moesi Oeloe
dan Kikim ditambah dua landschap Redjang dan Pasoemah; Afdeeling ketiga
(Afdeeling Ogan Oeloe, Koemering Oeloe en Enim) terdiri dari Ogan Oeloe,
Komering Oeloe dan Enim ditambah tiga landschap Semendo, Kisam dan Makakan;
Afdeeling keempat adalah wilayah aliran sungai Rawas.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Bahasa Komering, Ogan, Lampung dan Palembang: Asal
Usul dan Terbentuknya Bahasa Kayuagung
Nama Kajoragoeng paling tidak telah terinformasikan
pada tahun 1857 (lihat Tijdschrift voor Neerland’s Indie, 1857). Sebagaimana
diketahui pada tahun 1851 Radja Tiang Alam di wilayah hulu sungai Musi (wilayah
Tebingtinggi) melakukan perlawanan terhadap otoritas pemerintah (Residentie
Palembang). Pada tahun 1853 Radja Tiang Alam yang bergeser ke wilayah Pasemah
dan Ampat Lawan dapat ditangkap tahun 1856 dan kemudian diasingkan ke Jawa.
Praktis pada tahun 1857 sudah dapat dikendalikan sepenuhnya di di daerah aliran
sungai Musi (kecuali yang masih tersisa di Redjang dan Lebong).
Pada tahun 1857 Pemerintah Hindia Belanda di wilayah (residentie)
Palembang mulai merintis pembangunanan jalan raya dan sungai sebagai moda
transportasi angkutan barang dan orang. Salah satu rute yang akan dikembangkan
adalah rute dari (kota) Palembang ke arah barat daya yang melalui wilayah
diantara sungai Ogan dan sungai Komering. Pusat wilayah adalah ibukota district
Kajoeagoeng. Catatan: Radja Tiang Alam meninggal di Salatiga tahun 1873 (lihat
De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 08-10-1873).
Sebelumnya Sultan Macfmud Badaruddin diasingkan ke Ternate (wafat 1852). Para
pemimpin Palembang lainnya diasingkan ke Banjoewangi.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.