Sejarah

Sejarah Bahasa (93):Bahasa Komering;Hulu Sungai Komering di Danau Ranau di Batas Lampung, Muara di Sungai Musi Palembang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku
Kumoring atau Komering adalah salah satu suku bangsa pribumi Sumatera Selatan
yang mendiami sepanjang aliran sungai Komering. Suku Komering banyak dijumpai
di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering Ilir, dan Ogan Komering Ulu
Selatan. Suku Komering merupakan salah satu suku terbesar di Sumatera Selatan,
dimana suku ini merupakan salah satu rumpun suku Lampung yang sangat berbeda
dengan suku-suku di Sumatera Selatan pada umumnya yang kebanyakan rumpun suku
Melayu. Suku Komering berasal dari Kepaksian Sekala Brak kuno yang telah lama
bermigrasi ke dataran Sumatera Selatan pada sekitar sebelum abad ke-7 dan telah
menjadi beberapa kebuayan atau marga.


Bahasa
Komering adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh Suku Komering. Beberapa
linguis menyatakan bahwa bahasa Komering merupakan dialek dari bahasa Lampung. Sebagian
besar linguis menggolongkan bahasa Komering dan bahasa Lampung ke dalam rumpun
yang sama, yaitu kelompok keluarga dari Rumpun Bahasa Lampung atau Lampungik.
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Komering? Seperti
disebut di atas bahasa Komering dituturkan oleh orang Komering. Sungai
Komering, berhulu di danau Ranau batas Lampung, bermuara di sungai Musi,
Palembang. Sepanjang apakah sungai Komering masa ini dan seberapa panjang masa
lampau di zaman kuno. Sungai Komering sejajar garis pantai di timur. Mengapa? Lalu
bagaimana sejarah bahasa Komering? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe,
semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan
sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.

Bahasa Komering; Sungai Komering, Berhulu di Danau
Ranau Batas Lampung, Muara di Sungai Musi Palembang

Bahasa Komering, orang Komering, sungai Komering dan
kabupaten Komering (Ulu dan Ilir). Sebelum mengenal sejarah bahasa Komering,
ada baiknya memahami terlebih dahulu wilayah Komering di daerah aliran sungai
Komering. Untuk menjadi penanda navigasi sungai Komering adalah sungai yang
berhulu di danau Ranau di pegunungan dan bermuara di sungai Musi di Palembang.


Tiga sungai besar di wilayah Sumatra bagian selatan adalah sungai Musi,
sungai Ogan dan sungai Komering. Ketiga sungai ini bertemu di wilayah kota
Palembang. Sungai-sungai ini di daerah hilir mengikuti garis (pembentukan) pantai.
Tiga sungai di daerah hulu memiliki arah yang sama (mengikuti posisi tegak
lurus pegunungan Bukit Barisan). Lantas mengapa berbelok di daerah hilir? Tiga
sungai di daerah hilir samma-sama mengikuti garis pantai. Bagaimana dengan
sungai Mesuji dan sungai Tulang Bawang? Satu yang membedakan diantara tiga
sungai tersebut, sungai Komering berhulu di suatu danau pegunungan (danau
Ranau). Dalam konteks inilah kita membicarakan sejarah bahasa Komering.

Secara geografis kelompok-kelompok populasi di
wilayah (residentie) Palembang berada di antara daerah aliran sungai Musi di
utara dan daerah aliran sungai Ogan di selatan. Sementara daerah aliran sungai
Komering yang berhulu di danau Ranau dan bermuara di Palembang (sungai Musi)
seakan memisahkan kelompok-kelompok populasi di wilayah Palembang dengan
kelompok-kelompok populasi di wilayah (residentie) Lampoeng.


Ada sejumlah sungai yang dapat dikatakan berada di sisi dataran rendah kea
rah pantai dari sungai Komering. Dua sungai terbesar adalah sungai Mesuji di
utara dan sungai Tulang Bawang di selatan. Diantara dua sungai ini membertuk
wilayah basah/berawa dimana terbentuk kelompok populasi Tulang Bawang atau
Menggala. Sudah barang tentu secara geografis cukup dekat berinteraksi antara
kelompok populasi Tulang Bawang dengan kelompok populasi Komering. Mengapa?

Seperti disebut di atas sungai Komering begitu
panjang, lantas apakah kelompok populasi Komering terdapat di daerah aliran
sungai Komering dari danau Ranau hingga kota Palembang? Sebagaimana dikutip di
atas, Suku Kumoring atau Komering mendiami sepanjang aliran sungai Komering.
Suku Komering banyak dijumpai di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur. Suku
Komering merupakan salah satu suku rumpun suku Lampung yang sangat berbeda
dengan suku-suku di Sumatera Selatan pada umumnya yang kebanyakan rumpun suku
Melayu. Suku Komering berasal dari Kepaksian Sekala Brak kuno yang telah lama
bermigrasi ke dataran Sumatera Selatan pada sekitar sebelum abad ke-7 dan telah
menjadi beberapa ke’buay’an atau marga.

Sungai Komering sudah diketahui sejak lama keberadaannya. Suatu sungai
yang berhulu di danau Ranau, dan sungai yang bermuara di kota Palembang di
sungai Musi dikenal sebagai sungai Komering. Namun pemahaman sungai Komering
antara kelompok populasi di hulu dan di hilir berbeda. Sungai Komering di
bagian tengah tidak dikenal kedua kelompok populasi. Mengapa? Besar dugaan
sungai Komering di masa lampau ke arah hilir dari waktu ke waktu semakin
memanjang hingga ke kota Palembang. Dua dusun yang berada di daerah aliran
sungai Komering adalah dusun Pedamaran, dusun terjauh dari Palembang dan dusun
Boemiagoeng, dusun terjauh dari Martapura dan juga dari Tulang Bawang. Baru
pada pertengahan abad ke-18 seorang pangeran dari Komering mampu melintatasi
wilayah yang tidak dikenal tersebut dengan menyusuri sungai Komering dari Boemiagoeng
ke Padamaran. Wilayah diantara dua dusun ini terdapat kawasan berawa yang
sangat luas dan sulit dinavigasi. Lantas mengapa daerah Boemiagoeng dan
Padamaran berawa?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sungai Komering, Berhulu di Danau Ranau Batas Lampung,
Muara di Sungai Musi Palembang: Palembanhg vs Lampung

Sejak kapan nama Komering dikenal? Sudah barang tentu
nama Komering sudah dikenal sejak lama sebagai nama sungai yang dijadikan
sebagai nama wilayah. Pasca kesultanan Palembang dilikuidasi 1826, diangkat
sejumlah pemimpin local antara lain di district Komering Ilir (lihat Almanak 1833).
Pemerintah local yang diangkat tersebut berada di wilayah Komering bagian hilir
(dekat kota Palembang).


Nama Komering Oeloe sebagai suatu district sudah
disebut tahun 1843 (lihat Tijdschrift voor Neerland’s Indie. 1843). Pada tahun
1849 di wilayah hulu (daerah aliran sungai Komering) terjadi pemberontakan di district
Komering Oeloe (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws-
en advertentieblad, 21-01-1850). Nama Komerin Oeloe sebagai suatu district juga
ditulis dengan Koemering Hoeloe (lihat Javasche courant, 27-04-1850). Disebutkan
diterima kabar di Palembang bahwa Pangeran Djiinat, pemimpin pemberontakan marga
Adjie, district Koemering Hoeloe (residentie Palembang), telah menyerah.
Pejabat pribumi yang menjadi panitia, Kranga Soela Nandita Adriet, yang antara
lain diterima pesannya oleh Resident Palembang, telah tiba di Moeara Doea pada
tanggal 31 Maret bersama Pangeran Djimat. Dari Martapoera dapat ditempuh ke
Moera Doea melalui sungai sekitar satu hari (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant:
staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 02-11-1849).

Pasca pemberontakan di wilayah hulu Komering, pada
tahun1852 Residentie Palembang dibagi ke dalam empat afdeeling. Afdeeling
pertama terdiri dari (a) Kota Pelembang; (b) Hiran en Banjoeasing, (c) Komering
Ilir. (d) Ogan Ilir, (e) Moesi Ilir, (f) Lematang Ilir; Afdeeling kedua
(Afdeeling Tebing Tinggi) terdiri dari Tebing Tinggi, Ampat Lawang. Lematang
Oeloe, Moesi Oeloe dan Kikim ditambah dua landschap Redjang dan Pasoemah;
Afdeeling ketiga (Afdeeling Ogan Oeloe, Koemering Oeloe en Enim) terdiri dari
Ogan Oeloe, Komering Oeloe dan Enim ditambah tiga landschap Semendo, Kisam dan
Makakan; Afdeeling keempat adalah wilayah aliran sungai Rawas.


Kota utama di wilayah district Komering Oeloe adalah Moeara Doea, suatu
kampong besar yang dilalui sungai Martapura yang berhulu di danau Ranau. Wilayah
ini dijadikan pemerintah sebagai pusat pemerintahan local. Mengapa? Sebab saat
itu militer Pemerintah Hindia Belanda untuk mencapai district Komering Oeloe
diakses dari pantai barat Sumatra (Kroei). Pemukiman besar lainnya adalah Batoeradja.
Pasca pemberontakan tersebut detasement militer ditempatkan di Moera Doea dan
di Batoeradja. Pasukan militer di Batoeradja ini dihubungkan dengan garis
pergerakan militer di Lahat dan Tebingtinggi.

Hingga tahun 1852 jalan darat yang dibangun dari
Palembang (Lorok) ke Lahat dan terus ke Tebingtinggi. Seperti kita lihat nanti,
rute jalan baru dirintis yang menghubungkan Tebingtinggi di utara melelaui
Lahat terus ke Batoeradja. Sesuai reorganisasi pemerintahan di residentie
Palembang district-district hulu disatukan menjadi satu afdeeling (afdeeling
ketiga). Afdeeling ketiga ini disebut Afdeeling Ogan Oeloe, Koemering Oeloe en
Enim yang terdiri dari Ogan Oeloe, Komering Oeloe dan Enim ditambah tiga
landschap Semendo, Kisam dan Makakan. Ibu kota afdeeling ditetapkan di
Batoeradja.


Sejak adanya pemberontakan nama district Komering
Oeloe mulai dikenal. Selama ini yang dikenal hanya district Komering Ilir. Ini
berarti seluruh daerah aliran sungai Komering mulai dari Palembang (sungai
Musi) hingga hulunya di danau Ranau sudah dijadikan dua wilayah district (Ilir
dan Oeloe). Oleh karena nama afdeeling di hulu diberi nama Afdeeling Ogan
Oeloe, Koemering Oeloe en Enim maka dua daerah aliran sungai di hulu ini
disatukan (hulu sungai Ogan dan hulu sungai Komering). Ibu kota afdeeling ditetapkan
di Batoeradja (daerah aliran sungai Ogan). Nama Moeara Doea (daerah aliran
sungai Komering) hanya dijadikan (tetap) sebagai ibu kota district (onderafdeeling)
Komering Oeloe (untuk onderafdeeling Ogan Oeloe en Kikim ibu kota di
Batoeradja). Di dua kota tersebut ditempatkan masing-masing pejabat setingkat
Controleur. Bagaimana dengan kota Martapoera di daerah aliran sungai Komering?
Kita lihat nanti (pada masa ini ibu kota kabupaten Ogan Kmering Ulu Timur).

Bagaimana dengan bahasa Komering? Tentu saja sudah ada
yang menginformasikan. Yang jelas orang Komering di daerah hulu (pedalaman)
bertetangga dengan orangh Ogan dan orang Kisam. Wilayah pedalaman ini semasa
Inggris (di Bengkoeloe) orang Eropa yang berkunjung ke pedalaman baru sampau di
Pasemah (dari Manna). Lalu pada tahun 1846 Zollinger melakukan kunjungan ke
wilayah Lampong (di Terbanggi). Zollinger sudah menyebut kelompok populasi
Komering.


Tijdschrift voor Neerland’s Indie, 1846: ‘…Karakter orang Komering
khususnya Komering Oeloe lebih mandiri; bahasa mereka khas, aksara mereka
sangat mirip huruf dan bunyinya dengan aksara masyarakat Batak, kepercayaan mereka
umumnya paganisme; para penyembah patung, mereka sangat percaya pada
perpindahan jiwa setelah kematian. Orang-orang ini pada dasarnya pemberani.
Jarang sekali salah satu anak atau bahkan keluarga mereka diserang oleh orang
jahat, mereka tahu bagaimana mempertahankan nyawa dan harta bendanya dengan
gagah berani. Orang Komering pada dasarnya lebih rajin; dari wilayah inilah
sebagian besar lada dipasarkan. Mereka menjunjung tinggi adat istiadat lama
mereka, djoedjoer dijunjung tinggi…’.

Seperti disebut di atas, bahasa Komering disebut khas,
artinya bahasa mereka dapat dibedakan dengan kelompok populasi lainnya (Ogan
dan Aboeng). Satu hal yang juga penting bahwa orang Komering memiliki aksara sendiri,
suatu aksara yang sangat mirip huruf dan bunyinya dengan aksara Batak. Disebutkan
lebih lanjut wilayah orang Komering disebut district Komering Ranauw
penduduknya sedikit sekitar
3.000 jiwa, yang membentang di sekitar kampong besar (Moeara Doewa) sebanyak sebelas
kampung hingga ke danau Ranauw yang indah.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999).
Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top