*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini
Pulau Bangka dan pulau Belitung, itulah yang
dikenal pada masa ini. Namun, hanya satu dua peneliti yang berbicara tentang
zaman kuno pulau Bangka dan pulau Belitung. Dalam artikel ini dibicarakan bagaimana
bentuk pulau Bangka dan pulau Belitung di masa lampau. Dalam hal ini ada
sejumlah faktor yang mempengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi di (kepulauan)
Bangka dan Beliting. Namun narasi sejarah kepulauan Bangka dan Belitung
dihubungkan dengan keberadaan Paparan Sunda? Bagaimana secara geomorfologi?

Berdasarkan
pemahaman selama ini sebagai berikut: ‘Secara geologi, Paparan Sunda adalah
landas kontinen perpanjangan lempeng benua Eurasia di Asia Tenggara. Massa
daratan utama antara lain Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Madura, Bali, dan
pulau-pulau kecil di sekitarnya. Area ini meliputi kawasan seluas 1,85 juta
Km2. Kedalaman laut dangkal yang membenam paparan ini jarang sekali melebihi 50
meter, dan kebanyakan hanya sedalam kurang dari 20 meter, hal ini mengakibatkan
kuatnya erosi dasar laut akibat gelombang laut. Tebing curam bawah laut
memisahkan Paparan Sunda dari kepulauan Filipina, Sulawesi, dan Kepulauan Sunda
Kecil. Secara biogeografi, kawasan ini dikenal sebagai Sundaland atau Tanah
Sunda, sebuah istilah yang merujuk kepada bentang daratan lempeng benua dan
landas kontinen di Asia Tenggara yang merupakan dataran di atas permukaan laut
ketika permukaan laut jauh lebih rendah pada zaman es terakhir. Tanah Sunda
termasuk Semenanjung Malaya, Kepulauan Sunda Besar termasuk Kalimantan,
Sumatra, dan Jawa, serta laut dangkal di sekitarnya, yaitu Laut Jawa, Selat
Malaka, Selat Karimata, Teluk Siam, dan bagian selatan Laut China Selatan.
Bukti bahwa pulau-pulau Sunda Besar pernah bersatu dengan benua Asia adalah
sebaran jenis mamalia Asia seperti beberapa jenis kera, gajah, macan dan
harimau yang ditemukan di benua Asia, Sumatra, Jawa, dan Bali; serta adanya
Orangutan baik di Sumatra dan Kalimantan. Pada zaman es, permukaan laut turun,
dan kawasan luas Paparan Sunda terbuka dan muncul di atas permukaan air dalam
bentuk dataran rawa yang amat luas. Naiknya permukaan air laut pada saat
gelombang es di kutub mencair sebanyak 14,6 sampai 14,3 kbp menaikan permukaan
laut setinggi 16 meter dalam jangka waktu 300 tahun’ (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah pulau Bangka dan pulau
Belitung dalam sejarah zaman kuno? Seperti disebut di atas, narasi sejarah
cenderung mengaitkan dengan keberadaan Paparan Sunda. Mengapa demikian? Satu
yang penting dalam hal ini sangat jarang para peneliti yang memperhatikannya
secara geomorfologis. Lalu bagaimana sejarah pulau Bangka dan pulau Belitung
dalam sejarah zaman kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada
permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah
seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan
tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Pulau Bangka dan Pulau
Belitung dalam Sejarah Zaman Kuno; Geomorfologi dan Paparan Sunda
Secara khusus, untuk membicarakan sejarah
zaman kuno (kepulauan) Bangka dan Belitung, ada dua hal yamh bertentangan. Di
satu sisi ada teori yang ‘dihemuskan’ bahwa dahulunya pulau Sumatra, Jawa dan
Borneo (serta Semenanjung) menyatu dalam satu daratan (disebut Paparan Sunda).
Itu berarti kepulauan Bangka dan Belitung secara teoritis berada di tengah daratan
luas Sundaland. Sementara di sisi lain, sebaliknyanya, bahwa secara geomorfologis
tidak ada bukti yang kuat bahwa kepulauan Bangka dan Belitung pernah berada di
tengah daratan yang luas. Fakta yang terjadi adalah bahwa garis pantai timur
Sumatra mendekati pulau Bangka dan garis pantai barat Borneo (Kalimantan)
mendekati pulau Belitung.
Posisi
(kepulauan) Bangka dan Belitung, seperti halnya posisi (pulau) Sulawesi (plus
kepulauan Maluku yang berada diantara Borneo di barat dan Pupua di timur. Dalam
hal ini posisi (kepulauan) Bangka dan Belitung (tidak berubah, dan tetap
seperti itu hingga sekarang) antara (pulau) Sumatra dan (pulau) Borneo. Sifat
geologi kepulauan Bangka dan Belitung sangat kontras dengan pulau Sumatra dan (Sebagian
besar) pulau Kalimantan, Jenis floras dan fauna juga agan berbeeda. Satu yang
kerap dibicarakan, tetapi kurang dimaknai artinya, bahwa perairan diantara
Jawa, Sumatra dan Borneo, kedalaman lautnya cukup dangkal dan jarang sekali
melebihi 50 meter, dan kebanyakan hanya sedalam kurang dari 20 meter. Jelas ini
sangat kontras dengan perairan/laut di sekeliling pulau Sulawesi. Dengan kata
lain, wilayah laut kepulauan Bangka dan Belitung terbilang dangkal. Fasktor
kedangkalan ini yang ‘ditangkap’ Teori Paparan Sunda, bahwa permukaan laut
telah meningkat di zaman lampau sehingga
terbetuk perairan dengan ketinggian 20 M di atas dasar laut. Para
peneliti yang menggunakan teori ini (Paparan Sunda), lupa atau mengabaikan
bahwa kenaikan permukaan laut (apalagi 20 M) bukan perkara alam yang mudah; dan
juga tidak memperhitungkan factor kenaikan dasar laut karean proses sedimentasi
jangka panjang. Faktor lain yang kurang dicermati mereka adalah (luas atau lebar)
pulau Sumatra, Jawa dan Borneo (berbeda karea akkibat proses sedmentasi jangka
panjang) berbeda pada masa kini dibandingkan relative di masa lampau di zaman
kuno.
Sebelum menggunakan data geologi, baltimeter
dan ketinggian elevasi di pulau-pulau di kepulauan Bangka dan Belitung, dan
sebelum menganalisisnya secara geomorfologis, terlebih dahulu membandingkan
peta-peta (kepulauan) Bangka dan Beliring pada masa lalu (sejak era Portigis)
dengan kondisi yang sekarang. Dalam Peta 1598, bentuk penampilan pantai timur
Sumatra di bagia selatan (Jambi dan Palembang) sangat berbeda dengan kondisi
sekarang; demikian juga pulau-pulau besar di timur Sumatra (Bangka, Lingga dan
Bintan), tidak berdiri sendiri, tetapi terikat dengan pulau-pulau lain yang
lebih kecil yang berada di antara gugusan daratan pasir (gosong) atau wilayah perairan
yang sangat dangkal.
Pada
Peta 1598, (400 tahun atau empat abad lampau), terkesan bahwa tiga pulau besar
(Bangka, Lingga dan Bintan) seakan menjadi satu kesatuan wilayah geografi,
karena begitu dangkalnya dasar laut dengan permukaan laut (adanya gosong).
Tentunya sudah berbeda apa yang diidentifikasi pada peta empat abad yang lalu
dengan kondisi sekarang. Mengapa demikian? Itulah pertanyaan intinya, yang
jarang atau tidak pernah ditanyakan.
Satu yang pasti pada masa ini di wilayah
kepulauan Bangka dan Belitung merupakan sentra produksi timah, sebagaimana di
Lingga, Bintan hingga Semenanjung Malaya plus Kawasan bagian barat Kalimantan
Barat. Daratan pulau Bangka dan pulau Belitung sejak lama dikenal terbentuk yang
dibedakan area-area alluvial, kwarsa dan ganit. Timajh umumnya ditemukan di area
kwarsa atau ditemukan terikat dengan batuan granit di area granit. Area alluvial
yang umumnya di kawasan pantai, yang secara geomorfologis awalnya suatu teluk,
merupakan daratan yang terbentukl baru akibat proses sedimentasi jangka
panjanhg. Massa padat dalam bentuk lumpur tanah dan sampah vegetasi teebawa
sungai dari pedalaman yang mengmpul dan mengendap di teluk-teluk. Lalu
bagaimana dengan butir-butir pasir?
Pasir
di daratan Sumatra (pasir darat) berbeda dengan pasir di kepulauan Bangka dan Belitung
(pasir laut). Pasir darat Sumatra terbentuk dari baru andesik yang berguguran
apakag akibat ersosi atau batu yang bertabrakan di arus sungai manakali air
meluap. Sedangkan pasir laut di Bangka Belitung terutama yang berada di
perairan (laut dangkal) adalah butir pasir yang terbentuk dari erosi di daratan
terbawa sungai ke laut, abrasi pantai yang mengandung batu kwarsa dan granit
serta pecahan/guguran batu-batu karang. Hal itulah mengapa kini banyak pasir
laut yang bagus di wilayah kepulauan Bangka dan Belitung, yang notabene di masa
lampau jenis pasir serupa ini yang membentuk gosong yang sangat luas diantara
pulau-pulau yang terbentuk di masa lampau (batuan kwarsa dan granit).. Satu
lagi yang perlu diperhatikan dalam permukaan dasar laut di kepulauan Bangka dan
Belitung adalah pengaruh gtelombang laut besar (ombak), arus laut dan cuasa
(pertemuan Laut Cina Selatan dengan Laut Jawa).
Bentuk alam pulau-pulau di kepulauan Bangka
dan Belitung dalam hal ini harus diperhatikan dalam dua segi. Pada satu masa
bentuk dan luas pulau-pulau termasuk pulau Bangka dan pulau Belitung telah mengalami
dinamika sendiri dari satu masa ke masa lain. Daratan yang terbentuk dari
batuan kwarsa dan granit rentan terhadap erosi (relative lebih mudah jika
dibandingkan batuan pantai di pantai barat Sumatra yang umumnya batuan andesit.
Hal itulah mengapa luasan pulau asal kemudian mengecil. Namun sebaliknya
terjadi proses pembengkakan pulau akibat proses sedimentasi di wilayah pantai
utamanya yang pada masa permulaan sebagai teluk atau dasar laut yang dangkal. Sementara
perubahan peta gosnng dan peta perubahan baltimeter sangat dipengaruhi oleh
gelombang laut dan arus laut. Hal itulah mengapa dulu didientifikasi peta gosong
yang menyatukan geografis pulau-pulau besar (Bangka, Lingga dan Bintan). Aktivitas
vulkanik di wilayah kepulauan Bangka dan Belitung sangat jarang karena itu
pengaruh vulkanik kurang memiliki pengaruh (relative terjadap proses tekntonik.
Lantas, bagaimana dengan teori Paparan Sunda?
Tunggu deskripsi lengkapnya
Geomorfologi dan Paparan Sunda:
Bagaimana Wujud Kepulauan Bangka dan Belitung Zaman Kuno
Satu pertanyaan sederhana yang dapat ditujukan
pada Teori Paparan Sunda adalah seberapa tinggi kenaikan air laut, jika di masa
lampau, sebagaimana dihipotesiskan, telah terjadi suatu kondisi dimana mencairnya
gletser? Dalam hubungan ini dapat ditambahkan pertanyaan, (jika dan hanya jika
telah terjadi proses sedimentasi) seberapa tinggi dasar permukaan laut telah
meningkat dari dasar asilnya? Sudah barang tentu, kenaikan air laut dalam Teori
Paparan Sunda jauh lebih tinggi dari hanya sekadar 20 meter. Apakah volume air
yang terbentuk dari proses mencairnya gletser mampu meningkatkan permukaan laut
begitu tinggi (di seluruh muka bumi) yang begitu luas?

Seberapa luas wilayah Antartika dan wilayah Arktik dibandingkan dengan permukaan laut
yang menutupi permukaan bumi dengan air. Pertanyaan ini sebenarnya pertanyaan
sederhana dan yang akan mendapat jawaban sederhana. Jawaban sebeliknya dari
pertanyaan tersebut yang mengawali munculnya teori Paparan Sunda. Jika gletser
telah mencair di zaman purba, yang menyebabkan banjir besar di antara pulau
Sumatra, Jawa dan Borneo sehingga memisahkan tiga wilatah daratan yang menjadi
pulau-pulau yang terpisah. Lalu, mengapa hanya Teori Paparan yang dimaksud
hanya popular di wilayah Indonesia (Paparan Sunda dan Paparan Sahul). Mengapa
di wilayah/negara lain teori ini tidak muncul alias kurang diperhatikan? Apakah
peningkatan ketinggian air laut hanya terjadi di Indonesia saja? Bukankah
permukaan bumi meliputi seluruh muka bumi dengan ketinggian yang sama?
Teori yang sebaliknya yang pernah muncul dikemukakan
oleh V Obdeijn (1941) kurang mendapat perhatian. Umumnya para peneliti memuja
Teori Paparan, dan tutup mata terhadap teori Obdeijn yang menyatakan bahwa
pulau Bangka dan pulau Belitung pernah bersatu di masa lampau dengan
Semenanjung Malaya yang membentuk semenanjung yang panjang (sebut saja:
Semenanjung Bangka). Analisis yang diterapkan oleh Obdeijn adalah dengan
menggunakan pendekatan studi geomorfologis. Sesungguhnya teori Semenanjung
Bangka ini lebih masuk akan jika dibandingkan dengan teori paparan.

V
Obdeijn dalam hal ini termasuk salah satu peneliti, yang secara tidak langsung
menentang Teori Paparan. Ibarat teori bumi datar yang juga ada penentangnya.
Obdeijn tidak hanya coba membuktikan bahwa pernah eksis Semenanjung Bangka,
juga menyimpulkan bahwa pantai timur Sumatra telah bergeser mendekatan pulau
Bangka. Besar dugaan teori Obdeijn kurang mendapat perhatian karena (saat itu)
boleh jadi dianggap masih kekurangan data penunjang. Apa yang telah dilakukan Obdeijn
telah membuka ruang penalaran dalam soal teori paparan. Beberapa tahun yang
lalu saya telah membuktikan bahwa pulau Taprobana pada era Ptolomeus abad ke-2
selama berabad-abad bahkan hingga kini adalah pulau Sri Langka atau pulau Sumatra.
Ada beberapa peneliti meyakininya adalah pulau Kalimantan. Berdasarkan
pendekatan geomorfologis saya telah membuktikan pulau Taprobana adalah pulau
Kalimantan (telah diupload di dalam blog ini). Teori pulau Taprobana adalah
Kalimantan dalam hal ini secara tidak langsung memperkuat pandangan Obdeijn
tentang Semenanjung Malaya. Hal ini saya coba bandingkan teori pulau Sumatra
dan teori Semenanjung Malaya di satu sisi dengan peta Ptolomeus abad ke-2
tentang peta Semenanjung Aurea Chersonesus. Dalam konteks inilah dalam artikel
ini teori Semenanjung Malaya dari Obdeijn mendapat dukungan.
V Obdeijn dalam membangun teorinya Teori
Semenanjung Bangka, boleh jadi terispirasi dari peta-peta yang berasal dari era
Portugis seperti yang dikutip di atas (Peta 1598). Dalam peta tersebut bahwa
pulau-pulau besar Bangka. Lingga dan Bintan memiliki pulau-pulau kecil yang diikat
dengan gugus kepulauan pasir (gosong).
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.