*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini
Dalam artikel sebelum ini, dibicarakan
geomorfologi pulau Bangka dan pulau Belitung. Artikel ini membicarakan selata
Bangka dan selata Gaspar yang memisahkan pulau Sumatra di satu sisi dan yang
memisahkan diantara pulau Bangka dan pulau Belitung di sisi lain. Bagaimana sejarah
selat Bangka dan selat Gaspar sejak awal navigasi pelayaran perdagangan? Siapa
yang peduli.

Dalam
laman Wikipedia deskripsi selat Bangka hanya secuil: ‘Selat Bangka adalah
selat yang memisahkan Pulau Sumatra dan Pulau Bangka, di perairan sebelah barat
Laut Jawa. Selat Bangka juga memisahkan Provinsi Sumatra Selatan dan Kepulauan
Bangka Belitung’. Sementara selat Gaspar, sebagai berikut: ‘Selat Gaspar
adalah sebuah selat yang memisahkan pulau Bangka dan Belitung. Selat Gaspar
adalah bagian dari dangkalan Sunda yang kedalamannya kurang dari 200 meter.
Selat Gaspar terkenal karena menjadi tempat banyak situs kapal karam. Selat
Gaspar sejak zaman dahulu berperan penting sebagai jalur pelayaran antara
kapal-kapal dari arah Selat Malaka dan Tiongkok ke Jawa. Wilayah ini masuk ke
dalam wilayah laut provinsi Bangka Belitung yang terdapat Pulau Gaspar, atau
Pulau Glassa, kurang lebih 24 mil dari utara Pulau Tengah dan 18 mil dari
Tanjong Brekat’. Apa hanya itu saja? Mari kita cari tahu!
Lantas bagaimana sejarah Selat Bangka dan
Selat Gaspar? Seperti disebut di atas, sejarah selat Bangka dan selat Gaspar
kurang terinformasikan. Bagaimana riwayat navigasi pelayaran perdagangan sejak zaman
kuno di selat Bangka dan selat Gaspar nyaris tidak terperhatikan. Lalu bagaimana
sejarah Selat Bangka dan Selat Gaspar? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe,
semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan
sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah
seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan
tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah
sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung
(pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis)
dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Selat Bangka dan Selat Gaspar;
Riwayat Navigasi Pelayaran Perdagangan Sejak Zaman Kuno
Nama selat Bangka sudah lama disebut, karena
berada diantara pulau Sumatra dengan pulau Bangka. Nama pulau Bangka sendiri
adalah nama tua yang berasal dari jaman kuno. Lalu bagaimana dengan nama selat
Gaspar? Belum lama dikenal. Selat Gaspar berada diantara pulau besar Bangka dan
pulau besar Billiton (Belitung). Nama selat mengambil nama pulau Gaspar.

Gaspar
adalah nama asing, bukan nama local (nama kuno). Gaspar adalah nama suatu pulau kecil yang
diberikan, yang juga menjadi nama selat.
Sela tantara pulau Bangka dan pulau Billiton ini dinimai pulau/selat
Gaspar setelah seorang kapten Spanyol, Gaspar melewatinya pada tahun 1724 yang
dari Manila. Namun demikian, selat ini pertama kali telah dilalui oleh seorang
kapten Inggris, Hurie dengan kapal Macclesfield pada tahun 1702. Dalam peta
navigasi kemudian nama selat Macclesfield ditabalkan antara pulau Lepar dan
pulau Pongok/pulau Liat. Sementara itu antara pulau Pongok dan pulau Gersik
disebut selat Clements. Sedangkan antara pulau Gersik dengan pulau Mendanau
disebut selat Stolze. Tiga selat ini menjadi jalur navigasi yang dapat dilalui.
Secara keseluruhan, kemudian tiga selat ini diberi nama tunggal sebagai selat
Gaspar.
Pulau Gaspar juga disebut pulau Glassa (kini Gelasa).
Tiga selat yang ada diantara pulau Lepar dan pulau Mendanau kemudian disebut
secara umum dengan nama selat Gaspar. Dalam hal ini, nama Gaspar menjadi nama
selay dan nama Glassa menjadi nama pulau. Pulau Gelasa atau dulu pulau Gaspar
dijadikan sebagai nama selat secara keseluruhan diduga karena posisi pulau
Gaspar/Glassa paling utara, yang dijadikan penanda awal navigasi yang berasal
dari utara (Tiongkok dan Filipina. Bagaimana dengan selat Karimata? Akan
dideskripsikan pada artikel tersediri.
Nama-nama
tempat dan nama-nama pulau serta nama gunung dan nama sungai sudah ada sejak
zaman kuno. Namun untuk nama selat, nama tanjoeng dan nama teluk baru muncul
pada era navigasi pelayaran Eropa (sejak era Portugis) dan mendapat ‘pengakuan’
pada era VOC dan era Pemerintah Hindia Belanda. Dalam sejarahnya, penamanan
selat memiliki dinamikanya sendiri. Misalnya, di sebelah timut (pulau) Jawa selat
Bali awalnya disebut selat Blambanga (kini selat Bali) dan antara pulau Bali
dengan pulau Lombok disebut selat Bali (kini selat Lombok). Sementara di
sebelah barat (pulau) Jawan ama selat Sunda mengambil nama pulau Zunda (kini
menjadi pulau Sangiang). Kota pelabuhan Calapa di muara sungai Tjiliwong oleh
pelaut-pelaut (ahli kartografi) Portugis mengidentifikasinya menjadi pelabuhan
Zunda Calapa (kini Sunda Kelapa). Besar dugaan dari nama pulau/selat (Sunda),
populasi di wilayah Jawa bagian barat disebut Orang Sunda. Selain yang terkenal
di utara selat Sunda adalah selat Bangka, antara Sumatra Selatan dengan pulau
Bangka (mengambil nama dari pulau Bangka). Selat ini sudah dikenal dari awal,
karena jalur navigasi utama sejak era Nusantara hingga era Portugis. Satu selat
lagi di utara antara Jambi dengan Pulau Lingga kini disebut Berhala, dengan
mengambilm nama dari pulau Berhala di antara perairan daratan Jambi dengan
pulau Lingga. Nama pulau Berhala sebenarnya nama kuno (mungkin setua nama
Bangka dan Lingga) era Hindoe/Boendha. Namun tampaknya kini dieja dengan salah
dari nama awal Berhala (Be-rhala menjadi Ber-hala).
Selat Gaspar diduga telah ditinggalkan untuk
waktu yang lama, karena diduga menjadi Kawasan para bajak laut. Oleh karenanya
jalur navigasi yang dipilih adalah selat Bangka dan selat Karimata. Disamping
itu jalur selat Gaspar memiliki siklus angin yang tidak terduga. Pada masa
permulaan Pemerintah Hindia Belanda, Kawasan selat Gaspar dibersihkan dari para
bajak laut. Pada tahun 1821 satu kapal dari Batavia dengan tujuan ke utara melewati
selat Gaspar, namun dalam laporan kapal itu tersesat hingga terdapat di pantai
barat Borneo karena badai yang terjadi (lihat Bataviasche courant, 17-02-1821).
Lalu pada tahun 1822 satu kapal yang sarat penumpang mengalami kecelakan hebat
di selat Gaspar (lihat Bataviasche courant, 16-03-1822).

Kapal
di Diana, dengan Capt. Jatnet Pearl, dalam perjalanan dari Batavia melalui selat
Gaspar ke Poniianak, dll, menemukan satu kecelakan kapal (di ujung timur pulau
Gaspar) yang sarat dengan penunmpang Cina di sekitar selat Gaspar, kapal dalam
posisi terbalik yang dimana-mana terhampar banyak keeping kayu dan benda-benda
lain terapung. Sebagian penumpang masih dapat bertahan dengan bergantung pada
kayu-kayu. Kapten mengerahkan para crewnya untuk menemukan yang masih hidup.
Akhirnya dapat diselamatkan pertama sebanyak 95 orang yang semuanya orang Cina
yang menggunakan kapal Cina. Hampir semua korban yang ditemukan hidup tidak
berpakaian. Total ada 190 orang yang dapat diselamatkan yang kemudian, setelah
diberi pakaian, para korban kapal karam dibawa ke Pontianak untuk mendapatkan
perawatan. Sebagian besar mendarat di Pontianak, tetapi ada 10 orang penumpang
yang ingin ikut berlayar ke Batavia.
Kecelakaan kapal karam di Selat Gaspar ini
adalah suatu tragedy navigasi. yang dapat dianggap mendekati tragedy kapal
Titanic kemudian. Kapal karam Cina berbobot delapan atau sembilan ratus ton berangkat
dari Kanton (dengan tujuan Batavia) tersebut membawa penumpang 1600 orang dan
banyak kargo. Hanya sebagian kecil yang dapat diselamatkan, Menurut laporan
kapal Diana mayat terdapat dimana-mana.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Riwayat Navigasi Pelayaran
Perdagangan Sejak Zaman Kuno: Era Navigasi Nusantara hingga Era Navigasi Eropa
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.