Sejarah

Sejarah Bangka Belitung (19): Lenggang di Belitung Timur – Basuki Tjahaja Purnama; Kampong Ahok Kini Menjadi Kampong Fifi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Apa pentingnya desa Lenggang, di pulau
Belitung (kini masuk kecamatan Gantung, kabupaten Belitung Timur)? Tentu sulit dipahami
dalam peta sejarah hingga muncul nama terkenal Basuki Tjahaja Purnama (pernah
menjabat sebagai Guburnur DKI Jakarta). Karena itu didesa ini kemudian muncul
kampong yang disebut Kampong Ahok, tetapi kini lebih popular dengan nama
Kampong Fifi. Apakah ada narasi sejarah yang penting antara nama penting Basuki
Tjahaja Purnama alias Ahok dengan wilayah di Belitung Timur, terutama di
wilayah Gantung dimana terdapat kampong Lenggang?


Kabupaten
Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.  Jumlah Kelurahan & Desa = 39. Jumlah
Penduduk = 119.807. Jumlah Pulau bernama = 141. Dasar Hukum = Undang-Undang RI
No. 5 Tahun 2003, Tgl. 25-02-2003. Terduru dari kecamatan: Simpang Pesak,
Simpang Renggiang, Damar, Kelapa Kampit, Dendang dan Gantung. Untuk kecamatan
Manggar: Lalang Jaya, Kurnia Jaya, Padang, Kelubi, Lalang, Baru, Buku Limau
(Pulau Buku Limau), Mekar Jaya, Bentaian Jaya. Kecamatan Gantung: Gantung, Selingsing,
Jangkar Asam, Lilangan, Lenggang; Kecamatan Kelapa Kampit: Mayang, Buding, Cendil,
Senyubuk, Mentawak. Kecamatan Dendang: Balok, Nyuruk. Jangkang, Dendang.
Kecamatan Gantung: Limbongan, Batu Penyu, Lenggang, Lilangan, Jangkar Asam, Selingsing.
Gantung. Kecamatan Manggar: Bentaian Jaya, Mekar Jaya, Buku Limau (Pulau Buku
Limau), Baru, Lalang, Kelubi, Padang, Kurnia Jaya dan Lalang Jaya.

Lantas bagaimana sejarah Desa Lenggang,
Belitung Timur dan Basuki Tjahaja Purnama; Kampong Ahok menjadi Kampong Fifi? Seperti
disebut di atas, desa Lenggang adalah kampong halaman mantan Gubernur DKI
Jakarta. Lalu bagaimana sejarah Desa Lenggang, Belitung Timur dan Basuki
Tjahaja Purnama, Kampong Ahok menjadi Kampong Fifi? Seperti kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan
tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Desa Lenggang, Belitung Timur
dan Basuki Tjahaja Purnama; Kampong Ahok Menjadi Kampong Fifi

Pulau Belitung dengan nama awal Billiton sudah
lama dikenal dan di pulau ini juga sudah sejak 1821 dibentuk cabang
pemerintahan Hindia Belanda. Seorang pejabat setingkat asisten residen
ditempatkan di Tandjoeng Pandang (residen Bangka en Onderh. Ditempatkan di
Moentok). Sabagaimana halnya, (pulau) Bangka, pulau Billiton juga menjadi
sentra produksi (tambang) timah. Kota Tandjoeng Pandang berada di suatu teluk
kecil dimana sungai Tjeroetjoep bermuara.
 
Area wilayah (kota) Tanjoeng Pandan ini di sisi barat merupakan tanjong.
Sedangkan pusat kota bermula di arah timur sisi utara sunga Tjeroetjoep (di
dekat benteng).


Pada
permulaan cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda di (pulau) Belitung
yang menjadi satu afdeeling (Billiton) terdiri dari empat onderafdeeling:
Tandjoeng Pandan (bagian barat), Manggar (timur), Dendang (selatan) dan Boeding
(utara). Ibu kota Onderaf. Manggar di Manggar di sungai Manggar (tidak jauh
dari pantai do timur dan muara sungai di timur laut). Salah satu kampong
terdekat dari (kota) Manggar adalah kampong Gontoeng di arah barat daya (di
pedalaman) di daerah aliran sungai Linggang. Ada jalan rintisan dari Manggar ke
Gantoeng (Peta 1878). Dimana kampong Lenggang, kampongnya Ahok?

Pada masa ini kampong halaman Ahok disebut
berada di desa Lenggang (kecamatan Gantung, kabupaten Belitung Timur). Nama
(kampong) Lenggang diduga adalah nama kampong kuno. Sebab nama sungai yang
melalui (kampong) Gantoeng adalah sungai Linggang, suatu sungai dimana juga
kampong Linggang berada (yang mengambil nama sungai, atau sebaliknya). Nama
Linggang tempo doeloe, diduga kini menjadi nama desa Lenggang.


Nama
Linggang sendiri diduga alah nama kuno, yang berasal dari era Hindoe/Boedha.
Nama Linggang diduga merujuk pada nama Lingga, nama-nama yang ditemukan di
berbagai tempat di wilayah Nusantara, seperti pulau Lingga (Riau), Luboek
Linggau (Sumatra Selatan), Langga Pajoeng (Padang Lawas) dan Lingga Bajoe
(Mandailing) serta Lingga (Simaloengoen) di Sumatra Utara. Nama Gantoeng dan
nama Manggar juga diduga nama-nama kuno. Nama Gantoeng dalam hal ini bukan
dalam pengertian masa kini (gantung), tetapi nama kuno seperti nama Gintung
(Lawang Gintung di Bogor dan Pasir Gintung di Tangerang) serta nama pulau
Gontong (Riau) atau (Bukit) Sigontang di Palembang. Demikian juga nama Manggar seperti
halnya nama kuno Manggarai (sungai Manggar) dan nama Manggar (di Palembang).

Nama Gantoeng (baca: Gintoeng/Gantang/Gontong)
dan nama Lenggang (baca: Lingga/Langga) diduga kuat di masa lampau berada di wilayah
yang sama. Nama awal diduga Lingga/Lenggang, kemudian nama kampong Gantoeng
menjadi lebih popular pada era Pemerintah Hindia Belanda. Kedua kampong ini
(Lenggang dan Gantung) sama-sama berada di daerah aliran sungai Linggang (sungai
yang bermuara ke tenggara di Tanjdoeng Linggang). Dalam hal ini nama kampong
Ahok, bukanlah nama kampong baru, tetapi diduga kuat nama kampong lama, nama
kampong tua yang bahkan berasal dari zaman kuno.


Nama pulau Bangka dan nama pulau Belitung juga diduga berasal dari zaman
kuno. Nama Bangka juga ditemukan di Jambi (Bangko) dan di Tapanuli bagian
selatan (Bangka/Bangkalis), mungkin juga asal usul Bangkalan (Madura). Pada era
Portugis di timur pulau Bangka diidentifikasi nama pulau Billiton, diduga
berasal dari nama asli Blitong (kini Belitung). Secara geomorfologis,
berdasdarkan Peta 1740 kampong Lenggang didiuga masih berada di pesisir/pantai.Kampong
ini berada di muara sungai Lenggang. Di perairan di depan muara sungai Lenggang
didientifikasi gosong yang sangat luas yang membentuk pulau-pulau kecil dan
pulau besar. Dalam perkembangannya diduga Kawasan gosong (daratan pasir)
tersebut telah terbentuk daratan yang menyatu dengan daratan pulau Billiton.
Besar dugaan kampong Gantoeng adalah kampong yang terletak di pulau lain
sebelum sungai Lenggang terbentuk ke hilir/pantai.

Posisi GPS kampong Lenggang/Linggang di masa
lampau berada di antara sungai Linggang dan sungai Morang di suatu teleuk kecil
di lereng bukit Siloemar dan bukit Silinsing. Oleh karena nama sungai adalah
Linggang/Lenggang maka diduga kuat nama yang kali pertama muncul sebelum
terbentuknya nama kampong Gantoeng/Gintoeng di hilir (sungai Linggang). Nama
Linggang, Morang dan Loemar adalah nama-nama kuno. Nama Morang ditemukan di
Padang Lawas (suatu nama tempat yang juga ditemukan di India). Bagaimana nama-nama
tempat di Bangka dan Belitung terhubung dengan Padang Lawas (Tapanoeli) dapat
memperhatiakn isi teks prasasti Kedoekan Boekit (682 M) dan prasasti Kota Kapur
(686 M).


Tempo
doeloe, sungai Morang berhulu di lereng gunung (Loeboe Raja) di wilayah distrik
Angkola (kini kota Padang Sidempoean) dan sungai Baroemoen berhulu di lereng gunung
Malea (merujuk pada nama Himalaya) di distrik Mandailing. Dua sungai ini
bertemu di suatu teluk zaman kuno dimana terdapat kota Binanga (lihat prasasti
Kedoekan Boekit 682 M) yang bermuara ke pantai timur Sumatra. Dari Binanga
kemudian sungai-sungai yang menyatu tersebut dinamai dengan tunggal sungai Baroemoen.
Kota Binanga ini (Namanya Ilanga-Songan, kini Binanga dan Sunggam) termasuk
kota yang diserang Chola pada abad ke-11 (lihat prasasti Tanjore 1030 M). di
Wilayah Binanga dan Sunggam ini di Padang Lawas kini ditemukan candi-candi yang
berasal dari abad ke-11 hingga abad ke-14) di daerah aliran sungai B-aroe-moen
(aroe dalam bahasa India adalah sungai). Candi tertua di wilayah Padang Lawas
ini berada di lereng sebelah barat gunung Malea (candi yang lebih tua dari
candi Boroboedoer di Jawa).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kampong Ahok Menjadi Kampong
Fifi: Billiton dan Batavia; Belitung dan Jakarta

Jauh sebelum nama Gantoeng menjadi popular,
nama Linggang sudah dikenal sejak lama pada era Hindia Belanda. Namun nama yang
diberitakan pada tahun 1844 adalah nama sungai Linggang, di mana di arah hulu
terdapat nama kampong Gantoeng dan nama kampong Linggang. Seperti disebut di
atas, nama Gantoeng dan nama Linggang saling dipertukarkan di dalam peta oleh
para ahli kartografi.


Javasche
courant, 11-03-1846: ‘Pada malam antara tanggal 16 dan 17 Februari tahun 1844,
seorang nakhoda kapal Siam bernama Kim Soen Gek dihempaskan badai di tebing
dekat Poeloe Sambong atau Poeloe Toean, masuk Billiton. Orang-orang di kapal,
34 orang, telah meninggalkan kapal, yang dalam keadaan putus asa, dan menuju ke
pulau terdekat bernama Sumpirak dengan sampan yang mereka miliki. Pada tanggal
22 berikutnya, kapal yang terdampar ditemukan oleh beberapa nelayan dari Karimatla,
yang sedang mencari ikan di sekitar sungai Linggang (Billiton). Mereka segera
memberitahukan penemuan mereka kepada penduduk asli lainnya, seperti Karimata dan
Billion, yang juga sedang memancing di sungai yang sama, dan semua bergegas berlayar
dengan sampan mereka ke kapal yang karam, yang mana diantaranya juga ditemani
ke sana oleh panglima Dapan dari Linggang dan seorang Arab bernama Said Abas,
yang ada disana pada waktu itu untuk barter’.

Setelah sekian decade cabang pemerintahan di
Bangka dan Belitung dibentuk dengan Residen berkedudukan di Moentok dan asisten
residen di Tandjoeng Pandan, lalu pada tahun 1856 wilayab (afdeeeling) Billiton
dibagi ke dalam enam distrik, yakni: Tandjong Pandan, Blantoe, Badoe, Sidjoek,
Boeding, dan Linggang, masing-masing diperintah oleh seorang kepala suku dengan
gaji 25 dan pemberian dua pikol beras sebulan (lihat Nederlandsch Indie, 29-07-1859).


Nama
distrik mengikuti nama sungai (Linggang), nama sungai yang sudah lama dikenal.
Nama sungai ini diduga mendapat nama dari nama kampong awal yakni kampong
Linggang. Suatu distrik saat itu dipimpin oleh seorang kepala distrik (demang)
yang membantu Asisten Residen yang berkedudukan di Tandjong Pandan. Ini mengindikasikan
bahwa pada awalnya nama Linggang sebagai nama wilayah (tetapi) kini yang
menjadi nama wilayah (ekcamatan) Gantung yang diantaranya desa Lenggang.
Kampongh Ahok, di Lenggang pada masa dulu era Hindia Belanda adalah ibu kota
distrik.

Beberapa tahun kemudian setelah dibentuk
pemerintahan local di Linggang, pada tahun 1864, wilayah Linggang kemudian
dibuka pertambangan timah (lihat Javasche courant, 22-04-1864). Wilayah distrik
Linggang dengan cepat tumbuh dan berkembang.


Javasche
courant, 22-04-1864: ‘Banka (Maret). Keadaan kesehatan secara umum meninggalkan
sedikit yang diinginkan. Cuaca hujan di distrik Merawang, Pangkal Pinang,
Sungeislan, dan Koba; sedangkan di distrik lain ditandai dengan hembusan angin
kencang dan kekeringan berkepanjangan. Oleh karena itu, pekerjaan pertambangan
tidak dapat dilanjutkan dengan kekuatan yang sama di semua distrik. Di tambang
di distrik Djeboes, Blinjoe dan Sungeiliat, pekerjaan harus dihentikan sama
sekali, karena kekurangan air. Pekerjaan dilanjutkan dengan giat di
distrik-distrik lain. Selama bulan Maret 110,25 pikol timah dikirim ke gudang sehingga
seluruh pengiriman sejak 1 Januari lalu berjumlah 3.092,88 pikol. Stok bijih
yang dicuci di tambang diperkirakan 110 nachten; sedangkan 1.028 kapal masih
siap diangkut ke depo. Panen padi terus berlanjut, yang secara umum cukup
memenuhi harapan. Penambang Cina berada dalam kondisi kesehatan yang baik.
Tambang dapat terus bekerja dengan penuh semangat. Prospek produksi timah tahun
ini cukup besar. Selama setahun terakhir, 13 tambang baru telah dibuka di distrik
Buroeng-Mandi dan Linggang; sementara 4 atau 6 tambang lagi akan segera dibuka.
Produksi timah selama tiga tahun terakhir mencapai 22.972 pikol atau lebih dari
3.000 pikol dibandingkan yang diperoleh selama periode 1853 hingga 1860.
Perdagangan sangat cepat. Dua puluh enam kapal pribumi besar berlabuh di
sungai, seperti: 3 sekunar, 8 wangkang, dan 15 kapal pribumi lainnya.
Barang-barang impor utama adalah beras dan barang-barang Cina; sedangkan ekspor
terdiri dari tripang, karet, agar-agar, damar, gaharoe, wax dan 1123 timah
pikol untuk ukuran f50/m’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top