Sejarah

Sejarah Bangka Belitung (27): Kota Tanjung Pandan, Dulu Lebih Besar dari Muntok dan Pangkal Pinang; Kini Kota Kedua di Babel


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Tanjung Pandan pada dasarnya adalah kota tua,
kota yang berada di pulau Belitung. Tanjung Pandan sejak doeloe sudah menjadi
pusat perdagangan di pulau Belitung dan sekitar. Pada saat permulaan cabang Pemerintah
Hindia Belanda, Residen berkedudukan di Muntok dan Asisten Residen berkedudukan
di Tanjung Pandan. Pada fase ini kota Tanjung Panda jauh lebih besar dari kota
Pangkal Pinang. Ketika ibu kota residentie relokasi dari Muntok ke Pangkal
Pinang, kota Tanjoeng Pandang berkembang pesat melampaui kota Muntok dan kota
Pangkal Pinang. Kota Tanjung Pandang dapat dikatakan kota sepanjang masa.


Tanjungpandan adalah sebuah
kecamatan yang berada di Kabupaten Belitung, provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
yang sekaligus menjadi ibu kota dari kabupaten Belitung. Tanjungpandan adalah
kota pelabuhan dimana pelabuhan dikelola oleh BUMN PT Pelabuhan Indonesia II
(Persero) Cabang Tanjungpandan. Kecamatan Tanjungpandan terdiri dari 7
kelurahan dan 9 desa, yakni: Kampong Damai, Kota Tanjungpandan, Lesung Batang, Paal
Satu, Pangkal Lalang, Parit, Tanjung Pendam. Selain itu adalah desa-desa Aik
Ketekok, Aik Pelempang Jaya, Aik Rayak, Air Merbau, Air Saga, Buluh Tumbang, Dukong,
Juru Seberang dan Perawas. Penduduk asli kabupaten Belitung atau juga pulau
Belitung adalah suku Sawang. Selain suku Sawang ada juga suku lainnya seperti suku
Lingge, suku Ulim, suku Juru dan suku Parak, yang masih erat dengan budaya
Melayu, dan merupakan suku mayoritas di Belitung, demikian halnya di kecamatan
Tanjungpandan, selain suku Melayu, terdapat beragama etnis lain, dengan jumlah
signifikan yakni Tionghoa, kemudian ada juga suku Jawa, Sunda, Batak,
Minangkabau, dan suku lainnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kabupaten
Belitung 2021 agama yang dianut penduduk Tanungpandan sangat beragam dengan mayoritas
menganut agama Islam yakni 87,50 persen
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Tanjung Pandan, yang
dulu kota lebih besar dari Muntok dan Pangkal Pinang? Seperti disebut di atas,
ibu kota di pulau Belitung dari masa ke masa berada di Tanjung Pandan,
sementara ibu kota di pulau Bangka awalnya di Muntok kemudian relokasi ke
Pangkal Pinang. Pada masa ini kota Tanjung Pandan, kota kedua di (provinsi) Bangka
Belitung (setelah ibu kota provinsi di Pangkal Pinang). Lalu bagaimana sejarah Tanjung
Pandan, yang dulu kota lebih besar dari Muntok dan Pangkal Pinang? Seperti kata
ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan
dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.

Sejarah
seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan
tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah
sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung
(pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis)
dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Tanjung Pandan, Dulu Kota
Lebih Besar dari Muntok, Pangkal Pinang; Kini Kota Kedua di Bangka Belitung

Pada artikel sebelumnya, telah dideskripsikan asal-usul
kota Tandjoeng Pandan, tetapi pada artikel ini focus pada deskripsi bagaimana
kota/kampong Tandjoeng Pandan tumbuh dan berkembang menjadi kota yang lebih
besar. Pertumbuhan dan perkembangan kota, seiring dengan peningkatan status
kampong/kota Tandjoeng Pandan sebagai ibu kota Afdeeling Belitoeng (Residentie
Bangka en Onderh.).


Sesungguhnya, pada permulaan cabang Pemerintah
Hindia Belanda dibentuk di pulau Belitung, ada tiga kampong/kota yang dapat
dikatakan setara, baik dalam aspek populasi maupun dari aspek fungsi
perdagangan, yakni: Tandjoeng Pandan, Sidjoek dan Manggar. Boleh jadi karena
posisi GPS Tandjoeng Pandang berada di pantai barat pulau Belitung, maka dari
sudut pandang ibu kota residentie (di Muntok), memiliki kedekatan jarak dan
aksesibilitas yang baik di Tandjoeng Pandan. Posisi Tandjoeng Pandang yang
berada di garis tengah pulau, lebih dimungkinkan untuk pengembangan infrastruktur
darat (jalan raya) dari Tandjoeng Pandang ke seluruh sisi pulau: Sidjoek di
utara, Manggar di timur dan plus Dendang di selatan. Setelah fase awal, ibu
kota residentie di Muntok, seiring dengan perkembangan di pulau Belitung,
pertumbuhan perdagangan timah yang berpusat di Pangkal Pinang, maka pilihan ibu
kota residentie di Pangkal Pinang yang strategis akan memiliki pengaruh yang
lebih baik dalam pertumbuhan dan perkembangan kota Tandjoeng Pandan di pulau
Belitung. Dua kota ini, Pangkal Pinang dan Tandjoeng Pandang menjadi pusat pertumbuhan
yang akan memberi dampak ke sisi barat maupun ke sisi selatan di masing-masing
pulau. Peta 1878

Relokasi ibu kota Residentie Bangka en Onderh,
dari Muntok ke Pangkal Pinang pada tahun 1907 juga turut memicu percepatan perkembangan
kota Tandjoeng Pandan. Kota Muntok sendiri mulai dibangun sejak 1812. Sementara
kota Tandjoeng Pandan secara teknis mulai dibangun seiring dengan pemisahan wilayah
Bangka dan Belitung dari Residentie Palembang pada tahun 1820 dimana Residen
Bangka en Onderh berkedudukan di Moentok dan penempatan Asisten Residen di
Tandjoeng Pandan pada tahun 1827. Sejak inilah kampong/kota Tandjoeng Pandang
mulai ditata dan dikembangkan (yang dengan sendirinya mulai bersaing dengan
Muntok).
Asisten
Residen pertama di Tandjoeng Pandan (pulau) Billiton adalah JW Bierschel.


Pada
saat ini ada dua kota di (pulau) Sumatra yang telah memulai penataan kota yakni
Palembang dan Padang. Hal itu boleh jadi karena struktur pemerintahan yang menjadi
ibukota residentie di dua kota ini sudah berkembang. Ini berbeda dengan di
Bangka en Onderh (Muntok) dan Riouw en Onderh (kota Riouw, belum relokasi ke Tandjoeng
Pinang). Pada tahun 1838 kota Fort de Kock mulai ditata (pasca Perang Padri)
sebagai ibu kota Residentie Padangsche Bovenlanden. Pada tahun 1845 kampong
Sibolga ditetapkan sebagai ibukota residentie yang baru (Residentie Tapanoeli)
yang mana juga dibentuk residentie Bengkoeloe dengan ibu kota Bengkoeloe. Namun
kota Sibolga tidak berkembang karena populasi yang minim dan tingkat
perdagangan yang rendah. Sibolga hanya seakan ibu kota pemerintahan saja.
Justru dua kota yang berkembang di Residentie Tapanoelie adalah Panjaboengan
dan Padang Sidempoean (ibu kota afdeeling Angkola Mandailing dan ibu kota
onderfadeeling Angkola). Pada tahun 1870 ibu kota Afdeeling Angkola Mandailing
relokasi dari Panjaboengan ke Padang Sidempoean. Saat ini kota Padang
Sidempoean jauh lebih berkembang dari Sibolga, yang menjadi ibu kota
residentie. Hal serupa inilah yang terjadi dengan Muntok, yang mana kota
Pangkal Pinang dan kota Tandjoeng Pandang jauh lebih berkembang. Pada tahun
1879 di kota Padang Sidempoean dibuka sekolah guru (kweekschool) yang menjadi
pemicu baru perkembangan kota, sehingga pada tahun 1885 ibu kota Residentie
Tapanoeli direlokasi dari Sibolga ke Padang Sidempoena. Saat inilah kota Padang
Sidempoean menjadi kota terbesar kedua di Sumatra (setelah Padang). Kota
Palembang stagnan karena sulitnya pengembangan kota, oleh karena dipisahkan
oleh sungai Musi, pembangunan kota juga mengalami kesulita karena banyaknya
rawa dan sulitnya membangun jembatan dan jalan. Sementara itu kota Medan yang
baru menjadi ibu kota Residentie Oostkus van Sumatra tahun 1887 masih berupa
kota kecil. Kota Tandjoeng Pinang sebagai ibu kota baru, demikian juga Telok
Betong sebagai ibu kota baru, masih kalah jauh dengan kota Tandjoeng Pandan
yang terus berkembang, Kota Beengkoeloe tetap stagnan sebagaimana kota Muntok.
Dalam hal ini dapat dikatakan kota Tandjoeng Pandan jauh lebih besar dari kota
Muntok dan kota Pangkal Pinang. Sebagaimana Atjeh (Kota Radja), kota Jambi sendiri
masih sebuah kampong, yang mana wilayah Jambi sendiri dapat dikatakan masih independen
(dikelola Sultan sendiri) sementara orang Eropa justru berada di Moera Kompeh.
Kota Fort de Kock kurang berkembang. Boleh jadi hal itu dipengaruhi oleh dua
hal. Pertama, kota Fort de Kock terbilang dekat satu sama lain dengan kota
Padang (ibu kota provinsi Sumatra’s Wesrkust). Kedua, Pasca Perang Padri,
resistensi terbilang masih ada di wilayah Agam sehingga kota Fort de Kock hanya
dipandang sebagai kota elit atau kota Eropa/Belanda semata. Peta 1878

Hasil pembangunan di Afdeeling Belitung dengan
penataaan kota Tandjoeng Pandan yang terus menerus telah menjadi kota Tandjoeng
Pandan sebagai kota besar (lihat Peta 1878). Dalam peta kota Tandjoeng Pandan,
sebagai navigasi kota telah diidentifikasi dimana posisi GPS diantara
jalan-jalan yang ada letak kantor Asisten Residen, sekolah, pasar, kantor
pos/telegraaf, rumah sakit, kantor pemerintahan lainnya, kantor perusahaan
terkenal plus penjara dan kamp militer serta tentunya Pelabuhan (jika ada).


Pada
era Hindia belanda, disebut kota besar, untuk membedakan dengan kota/kampong
yang hanya ditandai sebagai satu titik di dalam peta, tidak dibuat dalam satu
peta sendiri. Jika suatu kota/kampong telah memiliki peta sendiri yang
mengindikasikan jaringan jalan kota, landmark dan identifikasi
bangunan-bangunan yang ada di dalam kota, maka kota/kampung telah dianggap
sebagai kota besar.  Dalam perkembangan
lebih lanjut, jalan-jalan di dalam kota diberi nama (nama jalan). Bandingkan
kota-kota besar di Sumatra, antara kota Tandjoeng Pandan di satu sisi dengan
kota-kota Padang Sidempoean, Palembang dan Padang pada masa sejaman.

Pada era Hindia Belanda, sejauh perta-peta
pulau Bangka dan pulau Belitung yang berhasil dikumpulkan, hanya peta kota
Tandjoeng Pandang yang dibuat. Mengapa? Tidak ada peta kota Muntok maupun kota
Pangkal Pinang. Boleh jadi itu mengindikasikan bahwa hanya kota Tandjoeng
Pandan yang benar-benar menggambarkan suatu kota, suatu kota yang memperlukan
peta untuk kebutuhan navigasi para pendatang yang berkunjung ke kota Tandjoeng
Pandan. Ini dengan sendirinya menjelaskan kota Tandjoeng Pandan adalah kota
terbesar di (residentie) Bangka Belitung pada era Pemerintah Hindia Belanda.


Untuk
sekadar catatan, bahwa cabang Pemerintah Hindia Belanda sepenuhnya di Djambi
(residentie Djambi) baru dimulai pada tahun 1905. Selama ini, pemerintahan
hanya terbatas di Moera Kompeh saja. Sejak 1905 ibu kota Residentie Djambi
ditetapkan di Djambi. Ini dengan sendirinya, pusat orang Eropa/Belanda yang
selama ini di Moeara Kompeh relokasi ke Djambi. Dalam hal ini, penataan kota
Djambi baru dimulai sejak 1905, yang tidak berbeda jauh dengan kota Pangkal
Pinang sebagai ibu kota residentie Bangka en Onderh., yang baru pada tahun 1907.
 Boleh jadi ini yang menyebabkan kota
Tandjoeng Pandan jauh lebih besar kota Muntok dan kota Pangkal Pinang sehingga wilayah
kota Tandjoeng Pandan diidenttifikasi secara khusus baik pada Peta 1878 maupun Peta
1894.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Tanjung Pandan Kini Kota Kedua
di Bangka Belitung: Pangkal Pinang versis Tanjung Pandan

Awal kota Muntok (yang menjadi ibu kota residentie Bangka en Onderh.)
berada di dekat benteng Minto (benteng yang dibangun pada era pendudukan
Inggris 1812). Area sekitar benteng Minto inilah terbentuk kota Muntok. Lalu
bagaimana dengan kota Tandjong Pandan? Seperti biasa kota umumnya bermula dekat
benteng atau garnisun militer. Yang jelas di Tandjoeng Pandan juga ada benteng
yang dibangun. Namun tidak diketahui secara pasti kapan mulai dibangun (apakah
pada tahun 1820 atau 1827?). Satu yang pasti pada tahun 1822 Kapten Motte
ditempatkan pertama kali di pulau Belitoeng di sungai Tjeroepoet sebagai
Civielen cn Militairen Kommandant (lihat Tijdschrift voor Neerland’s Indi,
1852). Soal kapan dibangun benteng tidak diketahui secara pasti. Yang jelas
benteng Tandjoeng Pandan termasuk salah satu dalam daftar benteng di Hindia
Belanda 1870 (lihat Javasche courant, 15-07-1870).


Dalam
daftar benteng pada tahun 1870, di pulau Bangka selain benteng Muntok juga ada
benteng di Soengai Liat, Batoeroesa/k, Koba, Toboali. Sementara di pulau
Belitung benteng hanya ada di Tandjoeng Pandan sedangkan di Sidjoek sebuah garnisun.
Mengapa tidak ada benteng di Pangkal Pinang, dan mengapa harus di Batoeroesa?
Ini mengindikasikan bahwa pada saat itu Batoeroesa lebih penting dari Pangkal
Pinang. Kota Tandjoeng Pandan dalam hal ini adalah pertahanan terakhir di pulau
Belitung, dibangunnya benteng di kota Tandjoeng Pandan mengindikasikan kota iti
sangat penting bagi Pemerintah Hindia Belanda.

Kota Tanjung Pandan bermula di benteng
(sebagaimana kota Muntok). Kota Tanjung Pandan berawal dari kampong Tandjung
Pandan. Seperti halnya Muntok, dengan adanya benteng di Tandjoeng Pandan, maka
dengan sendirinya menjadi tempat yang paling strategis bagi Pemerintah Hindia Belanda.
Strategis dalam berbagai aspek, termasuk dalam aspek perdagangan dan pengembangan
wilayah dan pembangunan kota.


Seperti
disebut di atas, Asisten Residen ditempatkan di Tandjoeng Pandan pada tahun
1827. Sebagaimana biasanya di wilayah lain, sebelum kedatang pejabat tertinggi
di Kawasan, kantor dan rumah sudah dibangun terleboh dahulu oleh pasukan zeni
atau disubkontrakkan kepada swasta di bawah kendali keamanan militer. Kantor
asisten residen dibangun tidak jauh dari benteng. Benteng sendiri berada di
pantai. Benteng ini juga pada awalnya dibangun dalam rangka mengamankan keberadaan
pelabuhan yang menjadi penting sebagai bagian dari pusat perdagangan dan
sebagai bagian pertahanan kota.

Benteng Tandjoeng Pandan berada di pantai di
sekitar muara sungai Tjeroepoet. Benteng ini dibangun di daratn yang menjorok
ke tengah muara sungai. Dalam hal ini awalnya benteng diakses dari laut/sungai.
Posisinya yang strategis menjadi hub antara arah dari lautaan/luar pulau dengan
arah dari hulu sungai/pedalaman. Besar dugaan benteng Tandjoeng Pandang
dibangun pada tahun 1820, tetapi kantor/rumah Asisten Residen dibangun pada
tahun 1827.


Pada
tahun 1870 benteng telah dilengkapi dengan garnisun militer. Pada masa ini
benteng berada di pantai (sejajar pelabuhan) sedangkan kantor Asiten Residen
berada di sekitar jalan Merdeka yang sekarang. Wilayah pecinan (China Town)
berada dekat Pelabuhan. Kota Tandjoeng Pandan yang diawali pada tahun 1827 dan
dikembangkan pada tahun 1849 dengan cepat tumbuh dan berkembang menjadi kota.
Kota Tandjoeng Pandan pada akhir tahun 1870an sudah dapat menyaingi kota
Palembang. Sebagaiman, sebelum kota Tandjoeng Pandan terbentuk, kota utama di kawasan
berada di Tjeroetjoep. Peta 1856

 

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top