Sejarah

Sejarah Bangka Belitung (7): Kota Pangkal Pinang Pulau Bangka, Geomorfologis Kota; Kota Tanjung Pinang Ada di Pulau Bintan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Nama pinang banyak dijadikan nama kota. Ada
Kota Pinang di Sumatra Timur, Pangkal Pinang di Sumatra Selatan (Palembang) dan
Tanjung Pinang di kepulauan Riau. Lalu apakah nama Pinang merujuk pada nama pohon/buah
pinang? Itu satu hal. Hal lain yang lebih penting adalah bagaimana sejarah kota
Pangkal Pinang di pulau Bangka? Kota Pangkal Pinang terbentuk di pangkal (hulu)
daerah aliran sungai Pangkal Pinang (gabungan sungai Padindang dan sungai Rangkawe).
Kota/kampong yang sudah terbentuk di sekitar adalah tiga perkampungan awal:
Gabek, Semabong dan Air Itam. Kota Pangkal Pinang, di pangkal sungai Pinang.


Kota
Pangkalpinang adalah ibu kota Provinsi Bangka Belitung. Kota ini terletak di
bagian timur Pulau Bangka. Secara administratif, kota Pangkalpinang ditetapkan
sebagai ibukota provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tanggal 9 februari
2001. Secara etimologi, kata “Pangkalpinang” berasal dari dua kata
yaitu Pangkal dan Pinang. Kata Pengkal dalam bahasa Melayu Bangka sebagai pusat
atau awal mulanya. Sebagai pusat pengumpulan timah, kemudian berkembang.
Sedangkan kata Pinang, berasal dari pohon Pinang. Dalam rangka untuk mengontrol
kaya tambang timah deposit di Timur Bangka, kolonial Belanda memindahkan ibu
kota Belitung Bangka dari Muntok ke Pangkalpinang pada tahun 1913. Kota
Pangkalpinang berkembang dari status sebagai kota kecil pada tahun 1956 (UU
Darurat No. 6 Tahun 1956) kemudian menjadi kotapraja, kotamadya, hingga menjadi
kotamadya daerah tingkat II Pangkalpinang. Lahirnya Pangkalpinang dengan status
Kota Kecil meliputi dua gemeente yaitu gemeente Pangkalpinang dan gemeentee
Gabek. Sebagai pejabat Wali Kota yang pertama adalah R. Supardi Suwardjo (alm),
Patih di Kantor Residen Bangka Belitung. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1959 status
kota kecil ditingkatkan menjadi Kotapraja pada tanggal 24 Juli 1958. Berdasarkan
UU No. 18 Tahun 1965 status Kotapraja diubah menjadi Kotamdya. Dengan
berlakunya UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah,
status Kotamadya menjadi Kotamadya daerah Tingkat II Pangkalpinang.
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Kota Pangkal Pinang
di pulau Bangka dan gemorfologis wilayah? Seperti disebut di atas, nama Pangkal
Pinang adalah nama baru yang kemudian nama kota yang menggantikan Kota Muntok.
Apakah dalam hal ini ada kaitannya dengan Kota Tanjung Pinang di Pulau Bintan?
Lalu bagaimana sejarah Kota Pangkal Pinang di pulau Bangka dan gemorfologis wilayah?
Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah
seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan
tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Kota Pangkal Pinang di Pulau
Bangka, Geomorfologis Wilayah; Kota Tanjung Pinang di Pulau Bintan

Pulau Bangka jelas sudah tua. Di Kota Kapur di
daerah aliran sungai Mendoe ditemukan prasasti yang berasal dari abad ke-7.
Tidak jauh dari kampong kecil di arah barat laut di pantai barat pulau Bangka
pada tahun 1812 (pasukan) Inggris membangun benteng baru yang disebut benteng
Minto (yang menjadi cikal bakal Kota Muntok). Lantas, dalam hal ini, kapan
terbentuk kota Pangkal Pinang (yang kini menjadi ibu kota provinsi Bangka
Belitung)? Tentu saja secara geomorfologis, bentuk pulau Bangka yang sekarang
sangat berbeda dengan pulau Bangka zaman lampau.


Pada
era VOC, Peta 1675, sungai Merawang atau sungai Batoeroesa/k belum teridentifikasi.
Sebab wilayah pantai di muara sungai masih berupa gosong yang sangat luas (yang
boleh jadi sulit dinavigasi ke pedalaman), Pada Peta 1845 sungai Merawang sudah
diidentifikasi, tetapi gosong yang luas semakin menyusut namun di perairan
terbentuk pulau-pulau gosong yang terpisah dari gosong pantai. Dalam hal ini
sungai Pangkal Pinang belum teridentifikasi.

Sementara sungai Pangkal Pinang belum
terindentifikasi pada peta 1645, nama kota/kampong Pangkal Pinang sudah
dilaporkan (lihat Javasche courant, 27-06-1846). Disebutkan kapal (berbendara)
Hindia Belanda Arijd Torachman yang dinakhodai Said bin Awat bin Abdullah bin
Sahab berangkat ke Pangkal Pinang dari Batavia. Besar dugaan pada saat ini
kampong/kota Pangkal; Pinang dan kota/kampong Batoe Roesa/k masih sama-sama di
pantai. Seperti kita lihat nanti kampong Pangkal Pinang menjadi kota besar
(Kota Pangkal Pinang), sedangkan kampong Batoe Roesa/k hanya sebyuah desa (kecamatan
Merawang, kabupaten Bangka Barat).


Pada
peta-peta sejaman, banyak nama kampong yang dimulai dengan nama Pangkal. Apa
artinya? Pangkal tampaknya awal (permulaan) yang digunakan sebagai penanda
navigasi, yakni pertemuan dua sungai, dimana kampong berada yang menjadi
permulaan sungai yang terbentuk baru ke hilir. Dengan kata lain pangkal adalah
permulaan sungai dengan nama baru ke arah hilir. Pangkal Pinang dalam hal ini
adalah pertemuan sungai Pedindang dan sungai Rankawe yang ke hilir sungai
dengan nama sungai Pinang. Kampong yang terletak di antara dua sungai yang
bertemuka ini disebut kampong Pangkal Pinang (pangkal sungai Pinang). Sungai
Pangkal Pinang ini bermuara ke sungai besar sungai Merawang (dimana terbentuk
kampong Pangkal Balem; yang mungkin pangkal dari sungai Balem ke hilir/pantai).
Dalam hal ini pangkal adalah permulaan ke arah hilir, tetapi kea rah hulu,
pangkal adalah muara.

Kapan kampong/kota Pangkal Pinang terbentuk, tidak diketahui secara
pasti. Berdasarkan Almanak 1816 disebutkan di Pangkal Pinang ditempatkan
seorang inspektur pertambangan, yang mengindikasikan sudah eksis kampong/kota
Pangkal Pinang. Namun yang jelas pada tahun 1845 namanya sudah dikenal luas sebagai
salah satu tujuan navigasi pelayaran perdagangan (masih berada di pantai). Pada
masa ini posisi GPS kota/kampong Pangkal Pinang seakan berada jauh di belakang
pantai. Lalu, apa yang menyebabkan demikian?


Secara
geomorfologi, kampong Pangkal Pinang dan kampong Batoeroesa/k berada di garis
pantai. Dalam hal ini sungai Batoeroesa bermuara di pantai di kampong Batoerosa/k
dan kampong Pangkal Pinang berada di pantai diantara dua sungai yang bermuara
(sungai Padindang dan sungai Rangkawe. Namun dalam perkembangannya terjadi
proses sedminetasi di muara sungai karena aktivitas pernambangan (timah) di
arah hulu sungai. Pada Peta 1675 telah diidentidikasi Kawasan gosong/daratan
pasir di sepanjang pantai yang jauh ke laut. Kawasan gosong ini kemudian
menjadi daratan, dan masing-masing sungai termasuk sungai Merawang dan sungai
Pangkal Pinang menemukan jalannya sendiri ke arah hilir melalui rawa. Oleh karena itu lambat
laun kampong Pangkal Pinang menjadi jauh berada di belakang pantai.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kota Tanjung Pinang di Pulau
Bintan: Riwayat Kota Pangkal Pinang di Pulau Bangka

Ada sejumlah nama kampong/kota menggunakan
nama pinang (buah/pohon) seperti Pangkal Pinang, Tanjung Pinang dan Kota
Pinang, plus Pondok Pinang (di Jakarta). Nama-nama kuno sinonim dengan nama
Pinang ini adalah Djambe yang juga diartikan pinang. Nama-nama kota kuno
menggunakan nama Djambe antara lain Djamboearoe di Aceh (kinin ama sungai Jambu
Air), Telok Djambe di Jawa dan nama Kota Jambi yang sekarang,


Kosa
kata jambe (Sanskerta) pada masa ini terlestarikan dalam bahasa Jawa sebagai
arti pinang. Sementara pinang berasal dari bahasa Batak (pining) yang juga
dalam bahasa Gayo yang dalam bahasa Melayu disebut pinang. Pining, Pinang dan
Penang hanyalah pergeseran lafal (perubahan fonetik) seperti nama kampong/kota
Aek Pining (Tapanuli Selatan); Kota Pinang (Labuhan Batu), Pulau Penang (Malaysia)

Nama-nama geografi pada masa lampau, banyak
yang serupa digunakan di berbagai wilayah. Sebagai nama tempat, Jambe, Pining,
Penang dan Pinang, dalam hal ini pinang dalan arti peradaban di masa lalu
adalah nama yang memiliki arti secara religi, secara tradisi dan secara praktis
sehari-hari seperti ‘nginang’ (mengunyah sirih). Oleh karenanya nama jambe dan
pinang haruslah dianggap sebagai nama yang berasal dari masa lampau, secara
khusus di wilayah tropis di Hindia Timur (Asia Tenggara).


Dalam
hal ini pasangan (campuran) sirih sebagai daun adalah pinang sebagai buah plus
kapur (sirih) sebagai serbuk/pasta. Dalam tradisi memiliki makna simbolik dalam
adat yang terhubung dengan kegiatan religi, sementara secara praktik ‘nginang’
mampu mengatasi penyakit gigi dan menambah kekuatan gigi. Oleh karenanya jambe
dan pining/pinang/penang adalah produk zaman kuno yang memiliki nilai tinggi
dalam navigasi pelayaran perdagangan, Perlu diingat seperti halnya kelapa,
enau, pinang juga tergolong tumbuhan purba. Kegiatan ‘nginang’ adalah tradisi
umum sejak lama di Asia Tenggara, di daerah tropis dimana tiga komponen utama ‘nginang;
ini diproduksi sendiri, daun sirih di tanam sendiri, pinang dan kapur dapat
didatangkan dari tempat lain (perdagangan). Oleh karenanya pining/pinang diduga
kuat bnama yang berasal dari Asia Tenggara yang dalam bahasa Sanskerta disebut
jambe. Lantas bagaimana dengan nama tempat/sungai Pangkal Pinang muncul di
pulau Bangka?

Nama Pinang sebagai nama tempat adalah satu
hal, namun nama Pangkal dan nama Tanjung atau nama Teluk adalah hal lain dalam
penamaan nama tempat dalam navigasi pelayaran perdagangan masa lampau.
  Nama-nama yang muncul dengan nama Pinang ini
adalah Pangkal Pinang dan Tanjung Pinang.


Seperti
disebut di atas, secara geomorfologis, nama geografis kota/kampung Pangkal Pinang
pada dasarnya merujuk pada suatu tanjong (yang diapit oleh dua sungai yang
bermuara ke teluk/laut) yang dalam arti geomorfoligi/geografis kurang lebih
sama dengan pengertian tanjong (diapit oleh perairan lebih luas (danau/laut).
Dalam hal ini tanjong adalah daratan yang tampak menjorok ke perairan/laut
karena terbentuknya daratan baru (proses sedimentasi) atau bentuk daratan yang
berubah karena proses abrasi air/ombak/laut. Sementara pangkal dalam hal ini
adalah bentuk daratan yang terbentuk karena proses pembentukan sungai, yang dua
sungai yang bertemu lalu ke hilir hanya terbentuk hanya satu sungai (yang lebih
besar) menuju ke laut, Seperti disebut di atas hal serupa inilah yang terjadi
di pulau Bangka dimana kemudian muncul nama tempat Pangkal Pinang (muara sungai
dari hulu atau pangkal/hulu sungai ke hilir yang disebut sungai Pinang atau
sungai Pangkal Pinang. Nama Pinang digunakan dalam hal ini karena memiliki arti
tradisi dan historis dalam penamaan kota masa lampau. Boleh jadi dalam hal nama
Pangkal Pinang adalah nama kampong yang sudah tua, mungkin berasal darei zaman
kuno.

Nama tempat yang menggunakan nama Pinang menjadi
sangat khas untuk nama tempat Pangkal Pinang dan Tanjung Pinang. Sinonim dengan
nama Pangkal dan Tanjung ini ditemukan di wilayah Lampung: Teluk Betung dan
Tanjung Karang. Seperti halnya nama teluk untuk nama tempat terdapat di pantai
dan pedalaman (khususnya wilayah danau), juga nama tanjong tidak hanya di pesisir
tetapi juga di pedalaman, seperti Tanjung Enim (Sumatra Selatan) dan Tanjung
Barat (Jakarta), Tanjung Alam (Agam/Sumatra Barat) dan Tanjung Pura (Jawa Barat)
serta Tanjung Morawa (Sumatra Utara). Tanjung dalam hal ini mengikuti lekukan
arah sungai yang membentuk seakan tanjong. Nama Pangkal memiliki arti tersendiri/khas.


Nama
tempat secara goegrafis dalam sejarahnya harus dibedakan antara penggunaan nama
Pangkalan dan Pangkalan. Memang berasal dari kata dasar pangkal tetapi memiliki
pengertian geografis secara historis. Pangkal memiliki arti secara alamiah,
sedangkan Pangkalan adalah menunjukkan karena ada aktivitas manusia di suatu
area dalam hubungannya dengan perdagangan/komoditi. Nama yang menggunakan Pangkalan
antara lain Pangkalan Jati (Jakarta), Pangkalan Susu dan Pangkalan Brandan
(Sumatra Utara), Pangkalan Boen (Kalimantan Selatan/Tengah). Sedangkang
penggunaan nama Pangkal hanya umum di Sumatra dan pulau-pulaunya seperti
Pangkal/Pakkal Dolok (Padang Lawas) dan seperti di pulau Bangka yang disebut di
atas.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top