Sejarah

Sejarah Banten (9): Tetangga Banten Tidak Hanya Zunda Kalapa; Dampin, Lampong dan Toulang Bawang di Pulau Sumatra




false
IN


























































































































































 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Pada
peta-peta kuno (Peta Portugis), ada nama tempat disebut Dampin. Letaknya berada
di suatu teluk di ujung selatan pulau Sumatra. Di belakang pantai (pedalaman)
dari teluk ini disebut Lampong. Pada era VOC (Daghregister) masih di ujung
selatan pulau Sumatra disebut nama tempat Toelang Bawang. Nama-nama tempat ini
begitu dekat dengan Banten (di pulau Jawa). Hanya dibatasi oleh selat sempit
yang disebut Selat Zunda. Nama Zunda juga dikenal sebagai nama tempat di arah
timur kota (pelabuhan) Banten. Kota tersebut kemudian disebut Zunda Kalapa.

Pada masa ini, nama Dampin kurang dikenal
alias tidak terinfotrmasikan. Yang dikenal luas adalah nama Lampong yang kini
menjadi nama provinsi (Provinsi Lampung). Nama Toelang Bawang juga cukup
dikenal pada masa ini. Nama Toeloeng Bawang kini dijadikan sebagai nama
kabupaten di provinsi Lampung (Kabupaten Tulang Bawang). Ibu kota Kabupaten
Tulang Bawang adalah Menggala (tepo doeloe Manggala). Provinsi Lampung sendiri,
sebelumnya beribukota di Telok Betong (Teluk Betung) lalu kemudian dipindahkan
ke suatu tempat yang disebut Bandar Lampung. Lantas pertanyaannya apakah di
masa lampau Bandar Lampung adalah Dampin?

Lalu
bagaimana sejarah hubungan antara Banten dengan nama-nama tempat di ujung
selatan pulau Sumatra
? Sudah barang tentu
telah ditulis. Namun bagaimana sejarah Dampin kurang terinformasikan. Secara
khusus bagaimana sejarah hubungan antara Banten dengan Dampin
? Apa pentingnya dipelajari? Pertanyaannya sama pentingnya tentang hubungan
Banten dengan Zunda Kalapa. Okelah, kalau begitu.
Seperti kata ahli sejarah
tempo doeloe,
semuanya
ada permulaan
. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Dampin dan Lampong

Mencari
nama yang mirip dari nama-nama desa atau kecamatan di kabupaten Lampung Selatan
dan kabupaten Pesawaran dengan Dampin tidak ada. Boleh jadi nama Dampin di
ujung selatan pulau Sumatra tidak lestari alias menghilang. Nama yang mirip Dampin
justru ditemukan di India. Nama-nama yang mirip lainnya di India dengan
nama-nama geografis di provinsi Lampung antara lain, selain Lampung sendiri
(Lampong) adalah Tulang Bawang, Martapura dan dan (danau) Ranau serta Manggala
dan Liwa, Dalam hal ini besar dugaan bahwa nama Dampin sudah eksis sejak era
Boedha-Hindoe.

Seperti halnya nama Banten diduga merujuk pada
nama India (Banta), nama-nama tempat di Banten juga merujuk pada nama-nama
India seperti Anyer (Anier) dan Cilegon (Legon), Demikian juga nama-nama Tanara
dan Tangerang. Dalam hal ini besar dugaan bahwa wilayah Banten dan wilayah
Lampung yang sekarang sudah terhubung sejak era Boedha-Hindoe.

Boleh
jadi kini telah menghilang atau hanya sekadar nama kampong kecil di Lampong.
Sebab nama Dampin pada akhir era VOC hanya disebut sebuah kampong (dorp) di
District Lampong (lihat Adolph Eschels-Kroon dan Gottlob Benedict von Schirach,
1783 ‘Beschryving van het eiland Sumatra. Inzonderheid ten aanzien van deszelfs
koophandel’). Disebutkan mereka ‘kita datang kemudian di rawa Lampon, dimana
desa (dorp) Dampin berada. Ini adalah bagian dari pulau Sumatra. Ini adalah landfreek
(subur) yang luas dan liar, tetapi penduduknya masih barbar.

Saat dikunjungi dua Jerman tersebut pada era
VOC, nama Lampong mengindikasikan nama wilayah sedangkan nama Dampin sebagai
nama suatu tempat (dorp). Sebagai suatu wilayah rawa, besar dugaan bahwa Dampin
berada di muara sungai atau pantai, Dengan demikian pada era Portugis Dampin
adalah suatu kota pelabuhan di ujung selatan pulau Sumatra, Dalam hal ini
muncul pertanyaan dimana posisi GPS Lampong saat itu.

Dampin
sebagai suatu kota pelabuhan sejak era Portugis, tentu saja karena posisinya
yang strategis di suatu muara sungai atau pantai dekat muara sungai. Ke kota
inilah pedagang-pedagang Portugis dari Malaka untuk berdagang (atau sebaliknya).
Sementara itu, pada era Portugis kota pelabuhan Banten belum apa-apa (karena
masih sibuk dengan kerajaan Hindoe di hulu sungai Tjiliwong).

Dampin, Malaka dan Banten adalah kota-kota
pelabuhan yang berada di pantai. Jauh sebelum terbentuknya kota-kota ini, sudah
ada peradaban di pedalaman (Sumatra, Semenanjung dan Jawa). Peradaban ini
adalah terbentuknya koloni-koloni yang berasal dari India di zaman kuno yang
berinteraksi dengan penduduk asli di pedalaman (terbentuknya kota-kota di
pedalaman). Di Jawa tidak ada danau, teapi banyak daratan tinggi yang
dikelilingi pegunungan. Sedangkan di Sumatra dan Semenanjung terdapat
danau-danau pegunungan. Sehubungan dengan meningkatnya produksi, kota-kota
pegunungan ini awalnya membentuk (terbentuk) pelabuhan-pelabuhan yang terhubung
dengan danau Ranau (Martapura, Linggau-Lahat), danau Kerintji (Tebo dan
Indtrapura), danau Singkarak (Indragiri dan Pauh) dan seterusnya, sementara di
Semenanjung danau Tasik Linggiu (Malaya dan Singapura). Orang-orang Moor beragama
Islam dari Afrika Utara menyebut Malaya sebagai Malaka dan kemudian disusul
Portugis menyebut Malaka sebagai Malacca. Pelabuhan-pelabuhan di pantai timur
Sumatra bergeser lebih ke hilir karena terbentuknya daratan (proses sedimentasi
jangka panjang): Tebo ke Telainapura-Jambi; Lahat ke Palembang; dan Martapura
ke Manggala dan Lampong. Pada era Hindoe, pantai-pantai sejatinya berada di
Telainapura, Palembang dan Manggala dan Lampong. Kini semua nama tempat ini
seakan berada di pedalaman. Dalam hal ini, Dampin diduga kuat adalah kelanjutan
dari Lampong dan Lampong adalah kelanjutan dari Martapura. Oleh karena itu
posisi GPS Lampong berada diantara Martapura (di pedalaman) dan Dampin (di pantai).
Semua nama-nama geografis di atas (termasuk nama sungai seperti Musi dan Hari dan
nama gunung, seperti Kerintji dan Dempo) merujuk pada nama India) Lalu pada era
Portugis inilah diduga terbetuk pelabuhan (bandar) di Lampong dengan munculnya
nama Bandar Lampoeng. Hal yang mirip juga sejaman adalah terbentuknya Banda
Atjeh (relokasi dari Lamuri) dan Banjarmasin (relokasi dari Tatas) dekat
Martapura. Last but not least: terbentuknya Banten juga mirip (Banten, Serang
dan gunung Karang di daerah aliran sungai Karangantoe, kini disebut sungai Cibanten).
Satu hal yang penting pada  wilayah
penduduk asli di pedalaman Jawa (Jawa dan Sunda) dan pedalaman Sumatra
(Lampong, Komering, Kerinci, Minangkabai pra Pagaroejoeng, Batak dan Gayo)
memiliki aksara yang mirip satu sama lain sebagai warisan dari zaman kuno.

Menurut
Mendes Pinto (1547), pedagang-pedagang Demak berdagang ke Malaka. Kerajaan
Demak telah menduduki Zunda Kalapa 1527. Ini menyebabkan kerajaan Hindoe di
hulu sungai Tjiliwong terkurung, karena semua pintu pelabuhannya telah
terkurung dari Cirebon hingga Banten. Mendes Pinto pada tahun 1547 berkunjung
ke Banten dan Zunda Kalapa. Besar dugaan pada saat ini pedagang-pedagang
Lampong melalui Dampin membawa dagangannya ke Malaka atau ke Banten.

Setelah Banten menguasai sepenuhnya wilayah
kerajaan Hindoe di hulu sungai Tjiliwong pada tahun 1579, pelabuhan Banten
cepat tumbuh dan berkembang. Tidak hanya Malaka yang bergeser berdagang ke
Banten tetapi juga Demak. Banten menjadi hub yang penting di ujung Jawa (dan
Atjeh menjadi hub yang penting di ujung Sumatra)., Keduanya jarum kompasnya
sama-sama menuju ke barat (India dan Eropa). Kerajaan Hindoe di hulu sungai
Tjiliwong tersebut adalah kerajaan Pakwan-Padjadjaran. Pedagang-pedagang
Portugis yang berpusat di Malaka tidak hanya berdagang ke Atjeh dan Banten
tetapi juga telah lama mengebangkan jalur perdagangannya ke laut Cina, pantai
utara Borneo, Mindanao dan terus ke Ternate. Saat-saat inilah kejayaan
perdagangan Portugis di Nusantara.

Sampai
sejauh ini tidak ada indikasi pedagang-pedagang yang ke Lampong, justru
sebaliknya pedagang-pedagang Lamponglah yang membawa dagangan ke Banten.
Situasi menjadi cepat berubah ketika muncul kehadiran Belanda sejak 1596.

Seperti disebut di atas, bahwa orang Jerman
menemukan nama Damping hanya tinggal sebuah kampong kecil (lihat Adolph Eschels-Kroon
dan Gottlob Benedict von Schirach, 1783). Siapa yang penghuninya dalam buku Beknopte
beschryving der Oostindische etablissementen (1789) sebagai berikut: Karena di
pulau-pulau ini terdapat banyak pelaut yang sering berhentin yang harus waspada
dan diawasi seperti yang pernah terjadi pada bulan November 1769 dimana kapal
berawak 24 orang di rawa Lampong diserang sebuah kapal perampok Mandarean
berawak sekitar 48 orang, kapal ini menempelkan Singa Laut di atas kapal dan
membalap semua yang ada di sana.

Tunggu
deskripsi lengkapny
a

Toulang Bawang di Pulau
Sumatra: Pahang dan Banten

Tunggu
deskripsi lengkapny
a

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top