*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini
Sejatinya
sudah terbentuk jalan sejak zaman kuno di wilayah Banyumas. Jalan-jalan yang
ada menjadi pemandu arah bagi militer Pemerintah VOC. Jalan-jalan tradisi
tersebut kemudian pada era Pemerintah Hindia Belanda ditingkatkan (termasuk
pembangunan jembatan) menjadi jalan utama untuk pergerakan militer, arus barang
dan orang. Dalam peningkatan jalan ini ada yang dibangun baru karena mengikuti
perhitungan teknis jalan oleh bagian zeni militer. Di ruas jalan mana itu bermula?
Yang jelas dari waktu ke waktu panjang jalan di wilayah Banyumas mencakup
seluruh wilayah di Banyumas, Banjar Negara, Purbalingga. Poerwokerto dan
Cilacap.

Kisah
Misteri Tanjakan Krumput Banyumas. Solopos.com. 17 Maret 2022. Di jalur
pantai utara (pantura) ada Jalur Tengkorak Alas Roban dikenal kawasan rawan
dengan kecelakaan lalu lintas. Di jalur lintas pantai selatan juga terdapat
jalur dikenal kawasan rawan kecelakaan, yaitu Tanjakan Krumput di kabupaten Banyumas,
di desa Pagelarang. Secara teknis kontur jalan berupa tanjakan tajam dan
berkelok-kelok banyak tikungan tajam. Namun ada mitos jika pengguna jalan melintasi
jalur tanjakan memberi uang kepada pengemis yang duduk di sepanjang jalan, maka
akan terhindar musibah. Awalnya mitos tapi kini sudah menjadi kebiasaan. Para
pengemis ini memberikan manfaat bagi pengguna jalan karena jalur terpencil dan
minim penerangan, sehingga memberikan rasa aman bagi pengguna jalan, khususnya malam
hari. Tanjakan Krumput Banyumas di kawasan kebun karet ini sangat sepi yang menurut
kepercayaan warga, para pengemis penjaga jalan sudah ada sejak zaman dulu. Ini
berawal zaman penjajahan Belanda di jalur tersebut pernah terjadi kecelakaan mengakibatkan
truk membawa serdadu Belanda terguling, seluruh penumpang dan sopirnya
meninggal dunia di lokasi. Akhirnya, masyarakat mempercayai mitos jika melintas
di lokasi tersebut harus melempar uang sebagai “upeti” untuk keselamatan diri
para pengendara. Pengemis di sepanjang Jalan Kruput ini selama 24 jam bergantian
memungut koin. Siang hari oleh wanita dan anak-anak, malam hari oleh laki-laki.
(https://www.solopos.com/)
Lantas bagaimana sejarah jalan di wilayah
Banyumas, pembangunan bermula di ruas yang mana? Seperti disebut di atas, jalan-jalan
tradisi sejak zaman kuno ditingkatkan pada era Pemerintah Hindia Belanda yang
menjadi cikal bakal jaringan jalan yang sekarang di Banyumas, Banjar Negara,
Purbalingga, Purwokerto dan Cilacap. Lalu bagaimana sejarah jalan di wilayah
Banyumas, pembangunan bermula di ruas yang mana? Seperti kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki
permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang
bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk
menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini
adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan
peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena
saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber
primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena
sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang
disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan
kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Jalan di Wilayah Banyumas, Pembangunan Bermula Dimana?
Banyumas, Banjar Negara, Purbalingga, Cilacap
Bagaimana jaringan jalan pada masa ini mudah dipahami, bahkan
ruas-ruasnya dan batas-batasnya. Namun tidak demikian di masa lampau. Sangat
sulit menemukan informasi tentang jalan kuno masa lampau di wilayah Jawa,
khususnya di Jawa bagian tengah. Satu sumber terawal yang dapat diperhatikan
adalah Peta 1695. Peta tersebut dibuat oleh militer Pemerintah VOC pasca penyerahan
oleh Soesoehoenan sejumlah wilayah kepada Pemerintah VOC seperti Jawa bagian
barat, Jawa bagian utara dan Jawa bagian timur. Jalan militer tersebut dari arah benteng Missier
di Tegal ke Banjoemas terus kea rah timur menuju Mataram (jalan ini diduga
menjadi jalan utama yang sekarang antara Jogjakarta dan Banyumas). Sementara
itu dalam Peta 1700 diidentifikasi sejumlah jalan penghubung antara satu tempat
ke tempat lain wilayah perbatasan Jawa bagian barat dan Jawa bagian timur.

Pada Peta 1700 ini batas wilayah Jawa bagian barat yang diserahkan berada
pada garis Losari, Watas dan Land Pagger. Nama Losari pada masa ini cukup jelas,
suatu kota kecamatan yang masuk wilayah kabupaten Brebes di sebelah timur (Jawa
Tengah) dan kabupaten Cirebon di sebelah barat (Jawa Barat). Sementara Watas
diduga kuat adalah dusun Wates di desa Cibentang, kecamatan Bantarkaung,
kabupaten Brebes. Dalam peta, sisi barat Watas adalah wilayah kerajaan Cirebon
Sedangkan Land Pagger di pantai selastan adalah kawasan delta di sisi barat
sungai Cibeureum yang masuk wilayah Jawa bagian barat dimana terdapat bendera
Pemerintah VOC. Kampong terjauh di daerah hulu sungai Cibeureum adalah Dailoor
(Dayeuhluhur?). Dalam hal ini muara sungai Cibeureum dengan sendirinya menjadi
batas antara Jawa bagian tengah dengan Jawa bagian barat (di teluk/danau Segara
Anakan).
Jalan penghubung yang diidentifikasi pada Peta 1700 antara lain adalah
dari Losari hingga ke pedalaman di Watas. Juga ada jalan dari hulu sungai (sungai
Ciberes?) di district Gebang ke pedalaman hingga Watas. Jalan yang juga diidentifikasi
di wilayah pantai selatan adalah wilayah hulu sungai Cibeureum hingga ke
Dayeuhluhur. Dalam hal ini secara khusus di wilayah Banjoemas, jalan yang
pertama diidentifikasi adalah ruas jalan antara Banjoemas ke arah Tegal dan
Banjoemas ke arah Jogjakarta via Djagalaja serta ruas jalan daerah hulu sungai
Cibeureum dengan kampong Dayeuhluhur. Catatan: daerah hulu sungai Cibeureum ini
diduga pada masa kini adalah wilayah kecamatan Sidareja.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Banyumas, Banjar Negara, Purbalingga, Cilacap:
Perkembangan Jaringan Jalan Baru di Wilayah Banyumas
Selama era VOC, boleh jadi tidak ada pembangunan
jalan yang dilakukan. Hanya para pemimpin local yang terus mengorganisasikan
pembuatan jalan baru dan perbaikan jalan-jalan yang sudah ada. Semua
jalan-jalan tersebut sebenarnya dapat dikatakan jalan tradisional. Jalan yang
terus bertambah banyak sejak zaman kuno, termasuk yang sudah teridentifikasi
pada Peta 1695 dan Peta 1700. Pembangunan dan perbaikan jalan secara modern
diduga baru dimulai pada awal Pemerintah Hindia Belanda. Pasca Perang Jawa (1825-1830)
Pemerintah Hindia Belanda memulai program jariangan jalan terintegrasi di
wilayah Jawa bagian tengah dan Jawa bagian timur.

Berdasarkan resolusi Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 20
Novemberi 1831 No. 6 ditetapkan etape jaringan jalan di wilayah Jawa bagian
tengah dan Jawa bagian timur yang meliputi jaringan jalan di Vorstenlanden
(Soerakarta dan Jogjakarta), Semarang (termasuk Tegal) hingga Soerabaja; serta
di Banjoemas, Bagelen, Madioen dan Kediri. Untuk ruas jalan dari dan ke wilayah
Banjoemas adalah sebagai berikut: dari Tegal via Patoegoeron hingga Adjibarang
di Banjoemas, lalu dari Poerworedjo (Poerwokerto?) ke Bandjarnegara, Sagaloe,
Lepping di wilayah Banjoemas hingga Wonosobo di wilayah Kedoe; lalu Kutoardjo
di wilayah Bagelen hingga Kebumen, Sadajoe dan Banger.
Dengan penetapan pemerintah pusat ini, penetatapan
ruas jalan utama tahun 1831 di wilayah yang Jawa bagian tengah dan Jawa bagian
timur, akan segera ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah (residentie). Dalam
hal ini jalan utama dari dan ke kota Banjoemas tiga arah: dari utara (Tegal),
dari timur (Wonosobo); dari selatan (Koetoarjo/Kebumen). Sebagaimana biasanya,
Resideng dan Asisten Residen akan memberdayakan penduduk melalui para pemimpin local
(bupati).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok
sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan
Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi
berkebun di seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau.
Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu
senggang, utamanya jelang tidur. Saya
sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek
sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah
dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or
perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.