*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini
Sejarah
militer di wilayah Banyumas terbilang sudah sangat tua. Sejarah Soedirman putra
Banyumas di Purbalingga yang menjadi panglima tertinggi di masa perang
kemerdekaan Indonesia masih terbilang baru. Sejarah militer di Banyumas dimulai
pada tahun 1706 saat mana pemimpin Banyumas Raden Parwita Sari menentang kehadiran
Pemerintah VOC. Perang pun terjadi. Lalu dalam Perang Jawa (1825-1830) yang
dipimpin Pangeran Diponegoro wilayah Banyumas kembali penting. Sejarah berulang
kembali pada era perang kemerdekaan Indonesia.

Karesidenan
Banyumas pada masa kemerdekaan 1945-1947. Diah Tjaturini, Skripsi. 1989. Abstrak. Penelitian mengenai situasi di
Karesidenan Banyumas dilakukan di Jakarta, Purwokerto dan Banyumas sejak bulan
April 1988 sampai November 1988. Tujuannya untuk mengetahui situasi di
Karesidenan Banyumas sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diumumkan pada
tanggal 17 Agustus 1945 sampai dilancarkannya Aksi militer I Belanda pada
tanggal 21 Juli 1947. Pengumpulan data dilakukan melalui kepustakaan, berupa
buku-buku, manuskrip, surat kabar dan surat pribadi. juga melalui wawancara
serta peninjauan ke lokasi. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa Karesidenan
Banyumas merupakan daerah yang aman dan tenang, serta tidak pernah dilanda
pertempuran namun merupakan pusat kekuatan untuk dikirim ke daerah pertempuran.
Dengan situasi yang berbeda dengan daerah lain, maka Karesidenan Banyumas dapat
memusatkan perhatian pada kehidupan dan kesejahteraan rakyatnya. Keadaan yang
semula tenang dan aman berubah setelah dilancarkan Aksi Militer I Belanda, yang
menyebabkan seluruh daerah di karesidenan ini jatuh dalam kekuasaan tentara
NICA, sehingga kerap terjadi pertempuran antara pasukan Republik Indonesia
dengan tentara NICA. (https://lontar.ui.ac.id/)
Lantas bagaimana sejarah militer di wilayah
Banyumas era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, sejarah
militer di wilayah Banyumas sudah terbilang tua bahkan sejak era VOC. Salah
satu tokoh militer dari wilayah Banyumas adalah Soedirman pada era TNI Republik
Indonesia semasa perang kemerdekaan. Lalu bagaimana sejarah militer di wilayah
Banyumas era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe,
semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan
sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Militer di Wilayah Banyumas Era Hindia Belanda;
Jenderal Soedirman Era Perang Kemerdekaan Indonesia
Pada awal Pemerintah Hindia Belanda, wilayah
Banjoemas hanya dikenal sebagai suatu district yang cukup jauh dari Soerakarta.
District ini sejak era VOC disebut berada di bawah kekuasaan (kerajaan)
Mataram. Batasnya di daerah aliran sungai Tjibeureum ke selatan hingga ke muara
di teluk/danau Segara Anakan dan ke utara hingga Watas. Wilayah district Banjoemas
mulai penting bagi Pemerintah Hindia Belanda ketika terjadi Perang Jawa.
Perang Jawa yang diinisiasi oleh perlawanan yang dilakukan oleh Pangeran
Diponegoro sejak akhir tahun 1824, Pemerintah Hindia Belanda yang bekersama
dengan Soesoehoena Soerakarta dan Soeltan Jogjakarta, juga mengerahkan militer
dari Tegal ke wilayah district Banjoemas untuk menghadang dan menjepit wilayah
dimana Pangeran Diponegoro memiliki pengaruh. Bupati Banjoemas menerima
kehadiran militer dan menunjukkan kerjasamanya dengan Pemerintah Hindia
Belanda. Sejak inilah benteng pertahanan di Banjoemas dibangun. Boleh jadi
benteng ini adalah benteng tua sejak era VOC yang dibangun oleh Pemerintah VOC.
Lokasinya berada di kota/kampong Banjoemas di sisi utara sungai Serajoe
(diakses dari Tegal). Pada tahun 1926-1829 PF Waldeck datang ke Hindia sebagai
petugas kesehatan yang ditempatkan di Banjoemas (lihat Oost-Indische reis van PF
Waldeck in de jaren 1826-1829, 1860). PF Waldeck menyebutkan benteng ini
dipimpin oleh Letnan van Vierssen yang telah dijadikan sebagai tempat yang
sakit, rumah untuk dokter, istal, tidak ada tempat yang tersisa kecuali untuk
tempat tidur, taman yang ditanami kubis dan buncis, Masih menurut PF Waldeck
fungsi pertahanan di benteng ini sejak Oktober 1927 telah dipindahkan ke Karang
Bolong dimana dibangun benteng baru dengan anggara f60.000.
Setelah melalui perang yang melelahkan dan menguras
biaya, Perang Jawa (1825-1830), Pemerintah Hindia Belanda menganggarkan dana
sebesar f1.300.000 untuk pembangunan organisasi militer di Hindia Belanda
(lihat De Curaçaosche courant, 17-09-1831). Gubernur Jenderal juga
mengalokasikan dana sebsar f2.000.000 untuk pengembangan gula dan indigo yang bekerjasama
dengan para bupati yang telah terikat dengan pemerintah. Ini seakan
mengindikasikan investasi senjata juga untuk mengamankan investasi ekspor.
Organisasi militer dan pengembangan gula dan indigo dalam hal ini termasuk di
wilayah Banyumas.

Dalam berita tersebut juga disebutkan Radja Solo telah dikirim ke Ambon.
Sebagian besar wilayah Djokjokarta akan disatukan dengan wilayah Pemerintah
Hindia Belanda. Wilayah yang diserahkan adalah Bagalie (Bagelen), Banjoemas,
Madiun dan semua distrik lain yang terletak di sepanjang (sungai) Solo.
Pangeran Dipo Negoro dipindahkan dari Celebes ke Menado. Dia didampingi oleh
Adjutant Guverneurs, Knoerte, berpengalaman dalam bahasa Timur dan Hindia, yang
tampaknya telah mendapat kepercayaan dari Dieponegoro dan mungkin dapat
memperoleh darinya beberapa informasi tentang peristiwa yang terjadi sebelum
dan selama perang terakhir. Tokoh agama Kjai Modjo telah dikirim ke bagian
dalam pulau bersama 62 orang pengiringnya.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Jenderal Soedirman Era Perang Kemerdekaan Indonesia: Jenderal
Abdoel Haris Nasoetion van Angkola Mandailing
Tunggu deskripsi lengkapnya
Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok
sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan
Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi
berkebun di seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau.
Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu
senggang, utamanya jelang tidur. Saya
sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek
sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah
dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or
perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.