*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini
Gunung
Gajah, sebagaimana dalam artikel sebelum ini, tidaj hanya menarik, juga menjadi
penting untuk diperhatikan. Mengapa? Banyak nama geografis di pulau Jawa
disebut gunung gajah, tetapi semuanya hanya terletak di wilayah Jawa bagian
tengah. Lalu apakah di pulau Jawa pada masa lampu terdapat gajah, dan gajah-gajah
itu hanya ditemukan di wilayah Jawa bagian tengah? Gajah termasuk hewan purba,
yang mana di Indonesia kini hanya tersisa di pulau Sumatra.

Gajah
Jawa (Elephas maximus sondaicus) diusulkan Paules Edward Pieris Deraniyagala tahun
1953, berdasarkan ilustrasi ukiran pada monumen Buddha candi Borobudur. Dia
mengira gajah Asia (Elephas maximus) memang pernah ada di pulau Jawa tetapi telah
punah. Fosil gajah Asia telah ditemukan pada endapan Pleistosen di Jawa. Kapan
gajah punah di Jawa tidak terjawab. Kronik Cina mencatat bahwa raja-raja Jawa
menunggangi gajah, dan Jawa mengekspor gading ke Cina. Ada kemungkinan bahwa
gajah di Jawa pada masa pengaruh Hindu didatangkan dari India. Sebuah tradisi
di bagian timur laut Kalimantan menyatakan bahwa gajah Kalimantan yang saat ini
hidup di alam liar disana adalah keturunan gajah dari Jawa yang dihadirkan oleh
“Raja Jawa” kepada Rajah Baguinda dari Sulu pada akhir abad ke-14.
Tradisi lain menyatakan gajah diberikan kepada Sultan Sulu oleh East India
Company tahun 1750. Fernando, et al., menemukan bahwa gajah-gajah di Kalimantan
terisolasi secara genetik dari populasi gajah Asia lainnya selama 300.000
tahun, menyimpulkan bahwa gajah di Kalimantan adalah asli. Earl of Cranbrook,
dkk. menyimpulkan bahwa introduksi baru-baru ini dari Jawa, masuk akal untuk
asal usul gajah Borneo. Jika gajah Kalimantan adalah keturunan dari gajah Jawa,
apakah gajah Jawa juga secara genetik berbeda dari populasi gajah Asia lainnya. (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah gajah di pulau Jawa
di wilayah Banyumas, mengapa punah? Seperti disebut di atas keberadaan gajah di
pulayu Jawa terus menjadi perhatian dan terus menunggu penyelidikan lebih
lanjut. Apakah dalam hal ini populasi gajah pernah eksis di wilayah Banyumas?
Yang jelas populasi gajah masa kini di Indonesia hanya tersisa di Sumatera. Lalu
bagaimana sejarah gajah di pulau Jawa di wilayah Banyumas, mengapa punah? Seperti
kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*. Peta 1753
Gajah di Pulau Jawa di Wilayah Banyumas, Mengapa
Punah? Populasi Gajah di Indonesia Hanya Tersisa di Sumatera
Apakah benar-benar pernah ada gajah di pulau Jawa.
Pertanyaan ini sudah lama muncul, dan terus menjadi pertanyaan hingga ini hari.
Boleh jadi itu muncul merujuk pada ada harimau di Sumatra, ada harimau di Jawa
dan ada harimau di Bali, akan tetapi kemudian punah dan hanya tersisa di Sumatra.
Pada masa ini populasi gajah ditemukan di banyak tempat di Sumatra. Apakah
dalam hal ini pernah eksis populasi gajah di Jawa?

Seperti dikutip di atas, pertanyaan soal ada atau tidak populasi gajah di
Jawa mulai dihubungkan dengan penemuan wujud gajah pada relief candi Borobudur
(di Magelang, Jawa Tengah). Juga adanya laporan tua berasal dari Tiongkok yang
mengindikasikan ada koneksi (perdagangan produk) gajah berupa gading dengan
pulau Jawa. Keberadaan gajah sebagai pembawa beban juga disebutkan dalam teks
Negarakertgama (1365 M). Pada permulaan kerajaan Mataram Islam, juga disebutkan.
Soeltan Padjang jatuh dari gajahnya saat mundur dan jatuh sakit. Pertanyaan
tentang keberadaan gajah ini sendiri dalam dunia penyelidikan masuh terbilang
baru, belum lama, pertanyaan itu baru muncul pada era Pemerintah Hindia Belanda
awal aba ke-20.
Sejatinya keberadaan gajah di Jawa sudah terdeteksi
di Jawa pada awal kehadiran pelaut-pelaut Belanda. Dalam laporan Cornelis de
Houtman tidak terinformasikan. Dalam laporan-laporan dan peta-peta Portugis
sebelumnya juga tidak ada indikasi ke arah itu. Keberadan gajah di Jawa muncul
dalam peta yang dibuat Livre.

Dalam Peta 1599 (peta pelayaran Prancis yang dipimpin Livre) membuat
sketsa, kota Tuban dimana dalam satu sketsa mengindikaasikan gajah sebagai kendaraan
perang di dalam kota. Inilah informasi keberadaan gajah di era orang Eropa di
Hindia. Tanpak dalam sketsa gajah yang dilukiskan adalah gajah dewasa yang
sangat besar. Satu yang penting perlu dipahami, gajah itu didatangkan tidak
jauh dari suatu tempat di Jawa. Tentu saja pada saat itu tidak ada
kepentingannya dalam perdagangan dimana gajah diperdagangan antar pulau apalagi
antar benua. Tonase kapal saat itu tidak sesuai untuk ukuran gajah yang besar
dan berat. Lagi pula nilai pada gajah hanya ditujukan pada gadingnya
(perdagangan gading).
Keberadaan gajah di Jawa semakin meyakinkan ketika (kerajaan)
Mataram menyerang Batavia pada tahun 1628 dimana di dalam satu sketsa yang
menggambarkan serangan ke benteng (Kasteel) Batavia, pasukan Mataram membawa
dua gajah besar. Dengan demikian, keberadaan gajah diduga sudah sejak lama
adanya bahkan sejak era Borobudur hingga kehadiran orang Eropa di Jawa (Hindia
Timur).

Seperti kita lihat nanti, nama-nama geografi di Sumatra dan Jawa banyak
yang mengindikasikan yang dihubungkan dengan gajah. Di pantai barat Sumatra ada
nama kota/pelabuhan Oedjoeng Gading. Pada era VOC/Belanda, nama gunung Gajah
sudah diidentifikasi di wilayah/district Tegal. Tentu saja di Jawa ada nama
tempat Poh Gading (konon nama ini sudah ada sejak era Madjapahit—lihat teks
Negarakertagama 1365). Namun yang menyisakan pertanyaan adalah mengapa jarang,
jika tidak mau disebut tidak ada penemuan fosil gajah di Jawa? Boleh jadi itu
karena jarang gajah mati terkubur kecuali tetap bangkainya berada di atas
permukaan tanah (yang mudah menjadi terurai, lapuk dan menghilang sama sekali).
Keberadaan gajah dan adanya populasi gajah di Jawa
(seperti di Sumatra) sebenarnya cukup menyakinkan. Jika demikian, sejak kapan
gajah pulah di pulau Jawa? Namun yang lebih penting dari itu adalah di wilayah mana
populasi gajah di Jawa ditemukan terakhir. Kawasan dimana populasi gajah pada
fase terakhir sangat penting untuk melakukan penyelikan lebih lanjut pada masa
ini. Ini agar pertanyaan tentang keberadaan gajah di Jawa dapat dibuktikan.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Populasi Gajah di Indonesia Hanya Tersisa di Sumatera:
Apakah Populasi Gajah Benar Terdapat di Wilayah Banyumas?
Sumber sejarah berbeda setiap masa, setiap zaman. Hal
itu juga disesuaikan dengan masa kejadian sejarah. Pada era Hindoe Boedha sumber
yang valid difunakan adalah prasasti dan bentuk/relief candi-candi. Sumber ini
dapat digabungkan dengan catatan tertulis dari Eropa atau Tiongkok serta
lainnya. Pada era kehadiran orang Eropa, sumber-sumber tertulis Portugis dan
sumber Belanda/VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda. Diantara sumber tertulis,
tidak hanya teks tetapi juga peta dan sketsa.

Diantara peta-peta yang diterbitkan pada era VOC/Belanda, satu sumber
peta yakni Peta 1753 tidak hanya mengidentifikasi nama-nama geografis, tetapi
juga mengidentifikasi wilayah dimana ditemukan populasi hewan besar seperti
gajah, banteng, badak dan tapir. Pada pulau Jawa Peta 1753 wilayah populasi
gajah hanya diidentifikasi di wilayah barat laut Banjoemas dan di tenggara wilayah
Chirebon. Dua wilayah ini berdekatan yang boleh jadi satu kesatuan wilayah
habitat populasi gajah. Di wilayah Banjoemas tampaknya habita populasi gajah
yang diidentifikasi di sisi timur arah hulu daerah aliran sungai Tjitandoey.
Kawasan ini yang ke arah utara lahan kering dan ke arah selatan lahan basah,
suatu wilayah yang sesuai dengan habitat gajah (seperti di Sumatra).
Berdasarkan Peta 1753 habitat populasi gajah hanya
ditemukan di wilayah bagian tengah pulau Jawa di sekitar perbatasan wilayah
Banjoemas dan wilayah Chirebon. Lantas apakah di Kawasan itu menjadi habitat terakhir
dari gajah di pulau Jawa. Pada masa lampau, atau bahkan di zaman kuno kawasan
dimana habitat gajah di pulau Jawa ditemukan di banyak tempat. Dalam sumber
kuno, ditemukan wujud gajah di candi Borobudur di Magelang (abad ke-9);
penggunaan gajah dalam perang pada teks Negarakertgama di Majokerto (1365); awal
Mataram Islam di Padjang/Soerakarta (abad ke-16); kerajaan Tuban di Tuban (awal
abad ke-17) dan Peta 1753 di wilayah Banjoemas/Tjirebon.
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-09-1911: ‘Fossiele
dieren. Sur. Hbl. Memberitakan dari Modjokerto bahwa potongan kerangka fosil
dari mamalia besar, mungkin seekor gajah, telah ditemukan di tempat dimana berada
pabrik gula Perning. Java-post; weekblad van
Nederlandsch-Indie, 912 No. 45: ‘Di afdeeling Mojokerto, fosil gajah raksasa ditemukan dan
digali dengan hati-hati. Diharapkan untuk menemukan lebih banyak fosil.
Tampaknya wilayah (afdeeling) Modjokerto yang
pertama menunjukkan adanya fosil diduga gajah. Ini tentunya tidak mengagetkan,
karena di dalam teks Negarakertagama (1365) dinyatakan keberdaan gajah sebagai
pengangkut beban. Bagaimana hasil penyelidikan di Modjokerto kita lihat nanti.
Bagaimana dengan di wilayah lain, terutama di wilayah Banjoemas/Chirebon tentu
saja diperlukan penyelidikan lebih lanjut.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.