melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini
Satu yang terpenting dari kebanggaan Bekasi pada
masa lampau (sejak era VOC) adalah sentra beras, pemasok beras terbanyak ke
Batavia. Ini bukan semata-mata soal kedekatan geografis, tetapi karena Bekasi
benar-benar selalu surplus beras sepanjang tahun. Faktor kedekatan menyebabkan
biaya angkut menjadi murah.
![]() |
Ekspor beras dari Bekasi, 1854/1855 (Peta Bekasi 1900) |
Bagi
pedagang-pedagang VOC komoditi perdagangan tidak hanya hasil hutan dan
perkebunan seperti kamper, kemenyan, lada, pala, kopi dan sejenis, tetapi juga
hasil pertanian pangan seperti beras. Dalam hal ini, beras memang tidak
diekspor ke Eropa/Belanda, tetapi beras menjadi salah satu alat tukar yang
ampuh untuk mendapatkan komoditi ekspor dari berbagai wilayah. Kapal-kapal
dagang pergi berlayar bawa beras, pulang bawa kopi.
kini justru krisis lahan. Kabupaten Bekasi juga akan segera menyusul. Untung
masih ada tetangga seperti Karawang dan Purwakarta. Tetapi yang tidak
menguntungkan, Bekasi telah kehilangan kebanggaan masa lampau. Lalu seperti apa
sejarah perberasan di Bekasi tempo doeloe? Mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
komoditi andalan lagi untuk ekspor ke Eropa/Belanda. Para pemilik land
(landheer) dan penduduk cepat menyadari potensi wilayahnya untuk mengembangkan produk
pertanian tanaman pangan. Itulah beras. Pencetakan sawah-sawah baru dengan
membangun kanal-kanal baru dengan cepat melampaui luasan areal perkebunan tebu.
tebu dan pabrik gula telah lama mati langkah: hutan-hutan habis sudah, kayu
bakar (untuk pabrik gula) mengalami krisis. Pasokan kayu bakar dari Tjilengsi
dan Klapa Noenggal melalui sungai Tjilengsi biaya pengadaannya lambat laun
makin mahal. Hal serupa ini di Batavia sudah lama berlalu. Bekasi masih
beruntung masih bisa switching ke tanaman padi. Di Batavia pengembangan tanaman
pangan terdesak oleh kebutuhan lahan untuk pemukiman dan peruntukkan yang lain.
Bekasi dan Krawang, yakni Bekasi, Tjikarang, Tjabangboengin, Krawang, Kramat
dan Tjikao. Namun diantara pelabuhan-pelabuhan ini hanya pelabuhan Bekasi yang
tetap intens mengirim beras ke Batavia. Ini satu indikasi bahwa Bekasi telah
fokus pada perdagangan beras.
![]() |
Java-bode nvoor Nederlandsch-Indie, 24-03-1855 |
Wilayah
Tjikarang perkebunan tanaman keras dan tanaman tebu/gula masih bersaing dengan
pertanian tanaman pangan beras; wilayah Tjicao masih mengandalkan tanaman
perkebunan; wilayah Karawang masih cukup intens pertanian tebu dan pabrik gula.
1854 dari Bekasi dikirim beras sebanyak 210 picol, sementara dari Tjikarang
hanya mengirim gula sebanyak 150 picol dan 70 tonn. sirup. Pada tanggal 24 Mei
Tjikarang kembali mengirim gula sebanyak 45 picol. Pada tanggal 19 Juli
Tjikarang kembali menirim 70 tonn. sirup serta 120 picol beras. Hanya itu
komoditi yang dikirim dari Tjikarang sepanjang tahun 1854 dan 1855. Sedangkan
Bekasi dari bulan Juni 1854 hingga bulan Mei 1855 secara periodik tiap bulan
mengirim beras ke Batavia.

Bekasi
sudah lama tidak mengirim gula ke Batavia. Sentra gula terbesar saat ini adalah
Krawang (Tandjoengpoera). Sejak krisis kayu bakar di Bekasi, industri gula di
Bekasi mati total. Industri gula di Tjikarang masih eksis. Industri gula di
Bekasi terbilang yang pertama di luar Batavia.
mengirim beras ke Batavia sebanyak 22.760 picol. Hampir setiap bulan ada
pengriman dan frekuensi pengiriman berbeda-beda antara bulan yang satu dengan
bulan yang lainnya. Jumlah pengiriman terbanyak terjadi pada bulan Juli 1854
sebanyak 3.720 picol dan kemudian disusul pada bulan Maret 1855 sebanyak 3.560
picol.
berat beras 1 picol sekitar 50 Kg maka berat beras yang dikirim dari (pelabuhan)
Bekasi sebanyak 22.760 picol kira-kira setara dengan 1.138.000 Kg atau 1,1 Ton.
Jumlah ini merupakan pengiriman terbanyak ke Batavia pada periode yang sama jika
dibandingkan dengan sentra-sentra beras lainnya seperti Krawang. Indramajoe,
Bantam, Chirebon dan Lampong.
sebesar 1 Ton tidak ada artinya jika dibandingkan kebutuhan beras di Kota
Bekasi pada masa ini. Jumlah penduduk Kota Bekasi yang saat sekitar 2.5 Juta jiwa
membutuhkan beras sebanyak 240.000 Ton per tahun. Namun apa pun itu, ekspor
beras Bekasi pada tahun 1854/1855 haruslah dipandang sebagai suatu kebanggaan
jika dibandingkan pada masa ini dari kebutuhan beras 240.000 Ton per tahun
hanya mampu dipenuhi oleh Kota Bekasi hanya sebanyak 10 persen.
Tunggu deskripsi lengkapnya
blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah
menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping
pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah–agar lingkungan tempat
tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton
sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan
sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam
memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini
hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish).
Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.