Sejarah

Sejarah Bengkulu (25): Sejarah Gempa di Bengkulu, Masa ke Masa; Mendata Kembali Riwayat Gempa Bengkulu Sejak Masa Lalu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini  

Sejarah gempa sebenarnya kurang mendapat perhatian
dalam narasi sejarah Indonesia, demikian juga di daerah termasuk wilayah
Bengkulu. Tujuan memperlajari gempa sebenarnya belajar untuk mencegah
dampaknya. Beberapa hari lalu terjadi gempa Kembali terjadi di wilayah Bengkulu,
kekuatannya 6,8 SR. Berdasarkan berita gempa itu tidak berpotensi tsunami. Kita
sedikit lega karena gempa tidak menimbulkan bencana. Namun gempa secara
teoritis dapat berulang. Gempa tercatat yang tercatat sangat hebat di Bengkulu
terjadi pada tahun 1834.


Gempa
bumi Bengkulu 2000 terjadi pada 4 Juni 2000, pukul 22:28 pusat gempa berada di palung
Jawa dekat pulau Enggano 90 Km barat daya Kota Tais, kabupaten Seluma kedalaman
33 Km. Gempa ini dirasakan sangat kuat pada skala IX MMI di pulau Enggano. Skala
VI MMI di Bengkulu, IV-V MMI di Pagaralam, Lubuklinggau dan Palembang serta skala
II-III MMI di Lampung, Banten dan Jakarta. Gempa ini menewaskan sedikitnya 94
orang, lebih dari 1.000 orang luka-luka dan sedikitnya 15.000 rumah rusak
berat, dan 29.940 rusak ringan, gedung-gedung sekolah, rumah ibadah dan
fasilitas Kesehatan
(Wkipedia).
Berdasarkan data BNPB yang dirangkum Okzone.com (2021), selama kurun
10 tahun beberapa gempa magnitudo besar tercatat terjadi tahun 2011, 2012,
2014, 2015, 2016, 2017 dan 2020 berdampak kerusakan bangunan rumah. BNPB
mencatat gempa 6 Desember 2017 gempa M5,1 kedalaman 10 km di darat sekitar 6 km
barat daya Lebong menyebabkan kerusakan 247 rumah warga. Pada 10 April 2016, gempa
M5,8 dengan kedalaman 61 km mengakibatkan 4 rumah warga rusak berat, 20 rusak
sedang dan 40 rusak ringan. Pada 4 Agustus 2011, gempa serupa merusakkan 40
rumah warga Mukomuko (gempa M6,0 berkedalaman 28 km dan berpusat di laut pada
37 km barat daya Mukomuko). Catatan Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) gempa yang terjadi di sekitar provinsi Bengkulu pernah
beberapa kali menyebabkan tsunami. Pada tahun 1770 gempa M7,0 tsunami dan
mengakibatkan bagian pantai di dekat muara Sungai Gutongi, Padang, surut yang selanjutnya
gelombang pasang terjadi pada saat bersamaan dengan terjadinya gempa. Fenomena
tsunami juga tercatat pada tahun 1818, 1833, 1896, 1931, 1958 dan 2007
.

Lantas bagaimana sejarah gempa di Bengkulu, masa ke masa?
Seperti disebut di atas wilayah Indonesia rawan gempa termasuk di wilayah
Bengkulu. Kejadian gempa di wilayah Bengkulu sudah dicatat dari waktu ke waktu
namun belum sepenuhnya lengkap. Dalam hal ini mendata kembali riwayat gempa di
Bengkulu dari masa lalu berguna untuk belajar untuk mencegah dampaknya. Lalu bagaimana
sejarah gempa di Bengkulu, masa ke masa? Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Sejarah Gempa di Bengkulu, Masa ke Masa; Mendata
Kembali Riwayat Gempa di Bengkulu dari Masa Lalu

Gempa Sumatra pada tahu 1833 adalah gempa yang
sangat besar. Peristiwa yang terjadi di wilayah Redjang, Benkoelen diberitakan
surat kabar yang terbit di Batavia (lihat
Javasche courant, 08-02-1834). Disebutkan gunung Kaba meletus di wilayah Redjang,
Residentie Palembang.
Danau kecil di
lembah yang disebut
danau Ketjil tumpah
akibat goyangan gempa sehingga danau itu benar-benar isinya menjadi kosong. Ada
kampong tersapu banjir, banyak korban jiwa. Akibat dampak letusan gunung api
dan gempa, sungai Musi di Palembang airnya tidak bisa digunakan selama seminggu.
Catatan: hulu sungai Musi di wilayah Redjang.


Javasche courant, 08-02-1834:
‘Batavia, 7 Februari 1834. Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 24 hingga 25
November yang lalu itu terjadi di Jawa dan di tempat lain, tetapi terutama di
Sumatera, dengan kekerasannya, dan rinciannya, sebagaimana diketahui, telah
dilaporkan oleh kami, menurut laporan lebih lanjut dari Palembang, ada
kaitannya dengan letusan gunung berapi Bukit Kaba yang terletak di district
Sindang Klingie dan Sindang Blietie, res. Palembang, berbatasan dengan district
Bengkoelen, Redjang. Terlepas dari kerusakan yang disebabkan oleh guncangan
gempa bumi yang berulang-ulang, efek banjir air dari gunung tersebut adalah
yang paling menyedihkan dari semua fenomena alam yang mengerikan ini. Diantara
dua puncak utama gunung tersebut, yakni terdapat sebuah danau di pedalaman yang
dikenal dengan nama Telaga Ketjiel, yang kini harus hilang sama sekali akibat
gempa. Air yang tumpah dari danau ini segera membanjiri kampong-kampong
terdekat, didukung oleh pasokan dari sungai Aijer Dingien, yang juga telah tersumbat
secara massal oleh pohon-pohon yang tumbang dan tanah yang runtuh. Dusun Talang
Aijer Lang antara lain terendam banjir hingga kedalaman 21 kaki, sedangkan
setelah banjir tersisa lumpur setinggi 7 kaki. Dalam penghancuran dusun ini, 36
warga kehilangan nyawanya. Jumlah total korban di distrik Klingie dan Blietie
adalah sembilan puluh orang. Gunung Kaba berjarak sekitar lima puluh jam
berjalan kaki dari ibu kota Palembang, namun terlepas dari jarak tersebut, air
di sungai Groote Moessie tidak dapat diminum selama beberapa minggu’.

Letusan gunung api satu hal, gempa adalah hal lain
lagi. Bisa terpisah satu sama lain, juga bisa berkaitan.
Fakta bahwa telah terjadi
bencana besar di
wilayah
Redjang (sekitar
Tjoeroep sekarang) pada tahun 1833. Pengamatan dan pelaporan yang
dikumpulkan
berita tersebut dari sisi timur (wilayah
Residentie Palembang). Bagaimana dari sisi barat di
pantai barat Sumatra di Bengkoelen? Surat kabar yang terbit di
Den Haag
Dagblad
van ‘s Gravenhage
, 07-04-1834 melansir berita gempa di
Sumatra. Disebutkan pada tanggal 24 November tahun sebelumnya, gempa bumi
dahsyat melanda Padang, di pulau Sumatra, yang menyebabkan banyak kerusakan.
Beberapa rumah roboh, sebagian besar rusak parah; laut naik dalam beberapa
menit setinggi 3 hasta dan 14 inci. Untungnya, tidak ada yang meninggal dalam
bencana ini.


Laporan dari Palembang dan laporan dari Padang tampaknya tentang gempa
pada hari yang sama juga dirasakan di Batavia (24 Novermber 1833). Di Padang
terjadi gelombang setinggi sekitar 1.5 meter. Jika memperhatikan pada hari yang
sama ada gempa di Redjang dan di Padang, lantas berapa meter ketinggian gelombang
laut di pantai Bengkoelen? Gunung api meletus di wilayah Redjang (kini
Bengkulu), lalu dimana pusat gempa? Apakah di sekitar gunung Kaba atau di titik
lain, yang tidak tertutup kemungkinan di lepas pantai.

Gempa bumi di Bengkoeloe tanggal 24 malam, tidak
hanya dirasakan di Batavia dan Padang, juga dilaporkan bahwa gempat pada hari
yang sama diraskan di Singapoera (lihat Noord-Brabander, 06-05-1834). Dengan
memperhatiak goyangan gempa sangat dahsyat di Redjang (menyebabkan air danau
tumpah seluruhnya), diduga kuat episentrum gempa di sekitar Redjang,
Bengkoelen. Surat kabar ini juga menyebutkan guncangan tampaknya paling kuat di
Palembang.


Noord-Brabander, 06-05-1834: ‘Pada petang dan malam tanggal 24 November,
guncangan gempa yang berulang-ulang dirasakan tidak hanya disini di Batavia,
tetapi juga di Palembang dan Sinkapoer, yang dikaitkan dengan semua letusan Gunung
Merapi di Sumatra. Guncangan tampaknya paling kuat di Palembang. Yang pertama,
seperti disini dan di Sinkapur, dirasakan sekitar jam setengah delapan malam,
diikuti oleh enam lainnya, salah satunya yang paling penting pada jam tiga
malam, dan pasti berlangsung sekitar 15 detik. Rumah tinggal yang baru dibangun
di Palembang mengalami kerusakan berat akibat retaknya tembok; sementara tiga
rumah warga ambruk dan beberapa lainnya rusak. Pergerakan itu tampaknya terjadi
dari selatan ke utara di langit cerah.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Mendata Kembali Riwayat Gempa di Bengkulu dari Masa
Lalu: Belajar Sejarah Gempa Mencegah Dampaknya

Seperti banyak tempat lain, peristiwa gempa di
wilayah Bengkoelen seakan tidak pernah berhanti. Sewaktu-waktu dapat terjadi
gempa. Cerita gempa hebat yang terjadi pada tahu 1833 mungkin sudah hilang dari
ingatan penduduk, Boleh jadi soal gempa dianggap sesuatu yang biasa saja dan
lalu gempa yang berlalu gampang terlupakan. Pada tahun 1914 di Bengkoelen kembali
terjadi peristiwa gempa. Surat kabar yang terbit di Medan,
De Sumatra post, 15-07-1914 merangkumnya.


Bencana gempa di Benkoelen, pada tanggal 25 sampai 26 Juni malam.
Menjelang pukul 2 dini hari, gempa bumi dahsyat dirasakan selama dua menit,
yang sebagian besar mengubah bangunan beton di kamp Cina hancur, dimana banyak korban
kehilangan nyawa. Semua bangunan lain juga sedikit banyak rusak; bangunan
tempat tinggal yang besar yang terbuat dari beton juga sangat menderita dan ada
kekhawatiran akan runtuh total jika terjadi gempa bumi lebih lanjut. Segera
setelah bencana, pemulihan jenazah dan luka-luka dimulai; Selama pengerjaan
yang berlangsung hingga pukul 4 sore, Resident Knappert nyaris tertimpa
bongkahan batu yang berjatuhan. Dua puluh orang Cina dan empat penduduk asli meninggal;
Dua puluh orang terluka, termasuk tujuh orang Eropa. Kerusakan bangunan
ditaksir NLG 500,00-. Residen Knappert telah pindah ke sebuah rumah milik seoang
Cina Tjong Hong sementara sekretaris Controleur telah mengungsi ke sekolah
pribumi. Rumah Residen berlantai dua itu harus dirobohkan hingga rata dengan
tanah, setidaknya memperbaiki bangunan kebanggaan ini, padahal baru saja
dipugar seluruhnya. Sekitar 200 orang Eropa dan sekitar seribu orang Cina
tinggal di kota Bengkoelen.

Benkoelen adalah kota kedua di Hindia Belanda yang hancur akibat gempa
bumi
(di luar Anjter dan Telok Betoeng yang juga diakibatkan tsunami tahun
1883)
. Yang pertama adalah kehancuran sebagian besar kota Ambon terjadi pada bulan
Januari 1898
. Kerusakan akibat pergerakan bumi, termasuk pada tahun 1866 di Djokja dan
tahun 1900 di
afdeeling Sukaboemi (Tjiandjoer), tetapi ini tidak sepenting yang kemudian terjadi di Bengkoelen. Untuk sekadar diketahui
dapat dibaca sejarah gempa dalam blog ini antara lain: Sejarah Sukabumi (40):
Sejarah Gempa Bumi dan Bencana Alam di Sukabumi; Sejarah Letusan Gunung Api di
West Java; Sejarah Yogyakarta (5): Gunung Merapi dan Daftar Panjang Letusan;
Ekspedisi Pertama 1820 oleh Nahuijs dan Merkus (Jung Huhn).


Pantai Benkoelen rata hampir
di semua tempat, sehingga kapal bahkan tidak bisa mengunjungi pelabuhan utama
Benkoelen, tetapi harus berlabuh di Poeloe Tikoes atau Rotteneiland di
ketinggian Cape Buffel
. Sementara itu, benteng tua “Marlborough”, yang bentengnya berasal dari periode
Inggris
, hanya mengalami sedikit
kerusakan akibat gempa, bukti konstruksinya kokoh
. Berbagai bangunan, masih dari masa Inggris, yang
selama lebih dari satu abad telah bertahan dari gempa. Berbagai bangunan, masih
dari masa Inggris, yang selama lebih dari satu abad telah bertahan dari
berbagai cobaan oleh alam, namun kali ini tidak mampu menahannya misalnya,
sebuah makam dengan batu peringatan dari tahun 1810 hancur total. Monumen
“Van der Parra” dan “Puncak Hamilton” yang terkenal juga
tidak luput dari hantaman gempa.
Bahwa rumah kayu lebih tahan
gempa kini menjadi jelas. Tidak ada rumah kayu, betapapun tua dan bobroknya,
yang rusak, setidaknya tidak berarti.

Akibat bencana ini, sekolah dasar Eropa dan sekolah
pribumi juga harus ditutup selama sekitar tiga bulan, karena sekolah Eropa terancam
runtuh, dan sekolah-sekolah pribumi, yang tidak dibangun dari beton sekarang
dihuni oleh keluarga Eropa yang tidak dapat menemukan tempat berlindung lainnya.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top