Nama
Batavia muncul setelah Jan Pieterszoon Coen memimpin invasi ke Kerajaan Jactra
tahun 1619. Dua tahun berikutnya muncul nama benteng Kasteel Batavia. Benteng
inilah yang kemudian menjadi asal-usul Batavia sebagai nama suatu tempat. Nama
Jacatra [baca: Jakarta] lambat laun terpinggirkan. Ketika Kerajaan Belanda
mengakui kedaulatan Indonesia, secara resmi pada tahun 1950 nama kota Batavia
diganti dengan nama Djakarta. Pada era pendudukan Jepang secara informal nama
Batavia telah digantikan dengan nama Djakarta.
memerlukan jawaban. Sejauh ini tidak ada yang memikirkannya apalagi menulisnya. Boleh jadi karena soal
asal-usul nama tempat tidak dianggap penting [(lihat Sejarah Bogor (1)]. Namun begitu, untuk menambah pengetahuan, dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari
kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan
sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil
kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini
tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang
lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah
disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih
menekankan saja*.
Buitenzorg
Tjiliwong (sejak 1687) tidak pernah teridentifikasi nama (tempat) Bogor.
Nama-nama tempat yang telah diidentifikasi antara lain Katoelampa, Paroeng
Benteng, Bantar Kemang, Baranang Siang, Babakan, Sempoer, Kampong Baroe,
Tjiloear, Kedong Halang, Kedong Waringin (Tjiwaringin) dan Kedong Waringin. Nama
Buitenzorg justru lebih dahulu muncul daripada nama Bogor. Nama Buitenzorg
paling tidak sudah dicatat pada tahun 1749 (lihat catatan Kasteel Batavia, Daghregister
3 Dessember 1749). Disebutkab para pejabat tinggi (VOC) berangkat ke
Buitenzorg.
Buitenzorg diduga terkait dengan upaya Gubenur Jenderal Gustaaf Willem baron
van Imhoff membangun villa di dekat benteng Fort Padjadjaran (di titik singgung
terdekat antara sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane). Area benteng dan villa
ini kini menjadi posisi GPS Istana Bogor. Gustaaf Willem baron van Imhoff
menjabat sebagai Gubernur Jenderal VOC antara tahun Mei 1743 hingga November 1750.
Sebelum berakhir masa jabatan van Imhoff, disebutkan dalam Daghregister ke
Buitenzorg pada tangga 19 April 1750 dan kembali ke Batavia pada tanggal 19 Mei
1750.
Pada
tanggal 19 Mei 1752 diterima surat dari Luytenant Jan Andries Duurkoop dari
Buitenzorg. Surat ini diduga suatu indikasi bahwa Buitenzorg, tempat dimana
villa mantan Gubernur Jenderla van Imhoff berada telah diserang (dari Banten). Sebagaimana
ditulis di berbagai sumber villa ini telah terbakar. Luytenant Jan Andries
Duurkoop adalah komandan di benteng Padjadjaran. Kelak diketahui Majoor Jan
Andries Duurkoop adalah pemilik land West Tandjoeng.
tanggal 17 November 1753 Gubernur Jenderal [Jacob Mossel] berkunjung ke
Buitenzorg. Besar dugaan kunjungan Mossel ini, villa Buitenzorg telah dibangun
kembali. Villa ini menjadi villa kedua Mossel setelah villa di land Antonij
yang dibelinya dari Jusninus Vinke (kini menjadi RSPAD). Land ini kemudian
disebut Weltevreden. Catatan: pemilik land ini pertama kali adalah Cornelis
Chastelein (pemilik land Depok). Mansion Weltevreden dan villa Buitenzorg
kemudian dibeli oleh Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra (1761-1775).
nama sebuah tempat di pegunungan (hulu sungai Tjiliwong), tetapi juga nama
Buitenzorg sudah ditabalkan sebagai nama kapal (communiter) antara
Amsterdam-Batavia (lihat Amsterdamse courant, 18-12-1759). Nama kapal ini
diduga ditabalkan oleh Gubernur Jenderal [Jacob Mossel. Nama Buitenzorg juga
ditemukan di dekat Amsterdam (lihat Amsterdamse courant, 15-04-1760). Tidak
begitu jelas mana yang lebih ada Buitenzorg di dekat Amsterdam atau Buitenzorg
di dekat Batavia. Seperti disebut di atas, nama tempat Buitenzog di dekat
Batavia paling tidak sudah eksis sejak tahun 1749.
Albertus van der Parra meninggal selagi menjabat Gubernur Jenderal pada tahun
1775. Petrus Albertus van der Parra digantikan oleh Jeremias Riemsdijk. Hanya
sekali saja Riemsdijk ke Buitenzorg selama beberapa hari antara tanggal 7 Agustus
1776 hingga 21 Agustus 1776. Jeremias Riemsdijk meninggal 3 Oktober 1777.
nama (kampong) Buitenzorg. Juga tidak ditemukan pada lukisan-lukisan yang
dibuat oleh Josh Rach (1772) maupun laporan ekspedisi Radermacher (1777).
1823 (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 09-12-1823). Disebutkan nama suatu
tempat di Jawa, Buitenzorg atau Bogor (Buitemzorg of Bogor). Keterangan ini
mengindikasikan bahwa Buitenzorg juga disebut Bogor. Keterangan serupa juga
ditemukan adalam buku, Johannes Olivier, Eerste handleiding tot de aardrijkskunde
van Nederlandsch Indie, 1830).
![]() |
Surinaamsche courant, 01-05-1832 |
Nama
Bogor juga ditemukan di district Bekassi. Disebutkan tanah almarhum (Jeremias) van
Riemsdijk dijual yang terletak di land Bogor, Sambilangan dan Soengei Boeaja di
sepanjang sungai Bekasi. Lahan-lahan di daerah aliran sungai Bekasi tersebut
telah dimiliki Jeremias van Riemsdjik, Gubernur Jenderal VOC (1775-1777). Saat
itu mansion Riemsdijk berada di (land) Antjol. Pada saat Gubernur Jenderal, Jeremias
van Riemsdjik juga membeli lahan di Tjiampea yang kemudian dijadikan sebagai
tanah partikelir pada tahun 1778 (land Tjiampea). Besar dugaan nama land
Riemsdijk di Bekasi merujuk pada sebutan Buitenzorg sebagai Bogor.
pernah datang ke Buitenzorg. Pelancong tersebut menulis hasil perjalanannya
tersebut yang kemudian dimuat di surat kabar dan dilansir oleh Surinaamsche
courant, 01-05-1832. Di dalam tulisan ini disebutkannya bahwa wilayah (district)
Buitenzorg penduduk menyebutnya Bogor setelah van Imhoff membangun villa. Bogor
adalah sebutan penduduk untuk Buitenzorg.
tersebut menjelaskan bahwa penduduk menyebut Buitenzorg sebagai Bogor. Ini
dapat diartikan bahwa Bogor tidak mengacu pada suatu nama kampong, tetapi
merujuk pada pelafalan (pengucapan) oleh penduduk dari nama Buitenzorg. Hal ini
diperkuat bahwa sejak era VOC tidak ada indikasi suatu kampong dinamai Bogor.
dengan Bogor? Dalam hal ini dapat
dihubungkan dengan penamaan land Bogor di daerah aliran sungai Bekasi pada era
Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk. Penyebutan Bogor untuk Buitenzorg
diduga muncul antara tahun 1745 (sejak van Imhoff membangun villa) dan tahun 1775
(sejak van Riemsdijk menamai landnya dengan Bogor). Dengan demikian, usia nama
Buitenzorg dan nama Bogor relatif bersamaan (seumur).
![]() |
Bataviaasch handelsblad, 19-02-1859 |
Kedua nama Buitenzorg dan Bogor sama-sama eksis.
Buitenzorg tidak menggantikan Bogor, tetapi Bogor merujuk pada Buitenzorg
sebagai sebutan lain. Hal itulah dalam berbagai tulisan ditulis Buitenzorg of
Bogor (Buitenzorg atau Bogor). Hal ini berbeda dengan Batavia yang mana Batavia
menggantikan Jacatra. Tidak ditemukan tulisan yang menyebut Batavia of Jacatra.
Nama Jacatra lebih dulu eksis daripada Batavia, namun kemudian Batavia
menggantikan Jacatra. Oleh karena nama Buitenzorg atau Bogor penyebutan nama
tempat yang sama maka keduanya tetap eksis. Dalam satu pengumuman lelang sebagaimana
dimuat pada surat kabar Bataviaasch
handelsblad, 19-02-1859 dalam bahasa Belanda disebut Buitenzorg sementara dalam
bahasa pribumi (bahasa Melayu) disebut Bogor).
(Jacatra) dan Buitenzorg (Bogor). Nama Soekaboemi diintroduksi pada suatu
kawasan tanah partikelir yang notabene luas lahan tersebut seluas district
Goenoeng Parang. Lambat-laun nama Soekaboemi menggantikan nama Goenoeng Parang
(seperti kasus Batavia menggantikan Jacatra). Dalam kasus Bogor, nama Buitenzorg
diintroduksi tetapi kemudian nama tersebut dinamai penduduk dengan nama Bogor.
Apakah nama Bogor sebagai pelafalatan penduduk untuk Buitenzorg? Boleh jadi. Ini mirip pelafalan Batavia oleh penduduk
menjadi Betawi.
![]() |
Aardrijkskundig en statistisch woordenboek van NI, 1869 |
Nama
(tempat) Bogor tidak hanya penyebutan penduduk untuk Buitenzorg, tetapi juga di
berbagai wilayah. Berdasarkan buku geografi dan statistik Hindia Belanda Aardrijkskundig
en statistisch woordenboek van Nederlandsch Indie, 1869 Bogor sebagai nama
kampong dicatat berada di Bekasi (seperti disebut di atas), di Keboemen,
Koeningan, Indramajoe, Kediri, Pekalongan dan Panaroekan. Lantas muncul
pertanyaan? Mengapa tidak ada nama
kampong Bogor di hulu sungai Tjiliwong (Buitenzorg), tetapi ada di daerah
aliran sungai Bekasi dan wilayah-wilayah lain? Satu yang pasti di hulu sungai
Tjiliwong sejak 1687 dibangun benteng VOC yang disebut benteng Fort
Padjadjaran. Sejak van Imhoff membangun villa tahun 1745 di dekat benteng ini
kemudian dikenal area tersebut sebagai Buitenzorg (tempat peristirahatan di
luar kota). Seperti disebut di atas sejak munculnya penyebutan nama tempat
Buitenzorg juga muncul nama Bogor. Adanya nama kampong Bogor di daerah aliran
sungai Bekasi diduga karena terkait dengan keberadaan benteng VOC Fort Bekassie
(areanya kemudian disebut Sambilangan, tidak jauh dari nama Bogor sehingga land
milik Jeremias van Riesmdijk disebut land Bogor, Sambilangan en Soengei Boeaja.
Pada era VOC benteng-benteng dijaga oleh pasukan pribumi pendukung militer VOC
yang dipimpin oleh seorang Luitenant atau Sergeant Eropa-Belanda. Para pasukan
pribumi inilah yang diduga kuat membuka perkampongan di dekat benteng,
katakanlah kampong Bogor di Bekasi. Idem dito di Batavia dan Tangerang, di
dekat benteng-benteng muncul nama kampong Bali, kampong Makassar, kampong
Melajoe, kampong Ambon, kampong Tambora dan sebagainya. Munculnya nama-nama
kampong di berbagai wilayah lain (Keboemen, Koeningan, Indramajoe, Kediri,
Pekalongan dan Panaroekan) diduga kuat karena faktor (eks) pasukan pribumi
pendukung VOC yang pernah bertugas di Buitenzorg atau Bogor.
mati (bokor) dan Baghar (Arab) kurang realistik karena bokor hanya berdasarkan
(analisis) toponimi. Analisis toponimi ini terdapat dalam buku yang disebut di
atas (Aardrijkskundig en statistisch woordenboek van Nederlandsch Indie, 1869).
Sementara Baghar diduga dihubungkan dengan nama tempat Baghar di wilayah
jajahan Prancis di Afrika (lihat Algiers en Tunis in 1845). Dalam hal ini, nama
Bogor menyebar ke berbagai wilayah dari Buitenzor of Bogor.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.