*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini
Bagaimana sejarah pendudukan militer Jepang di
wilayah (residentie) Cheribon? Tentu saja sudah ada yang menulisnya. Sejarah
pendudukan Jepang di Cirebon adalah salah bagian dari sejarah Cirebon sendiri.
Oleh karena itu tidak ada salahnya sejarah pendudukan Jepang di wilayah Cirebon
ditulis Kembali.

Cirebon Syu pada masa pendudukan Jepang
(1942-1945). (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1979).
Skiripsi. Abstrak. Daerah Cirebon termasuk wilayah Jawa Barat yang bila
ditinjau dari segi ekonomi, sosial dan politik baik semenjak masa perjuangan
mengusir penjajah maupun sampai Indonesia merdeka, daerah ini memiliki kondisi
serta geo_grafis yang strategis. Daerah ini memakai dua bahasa daerah yaitu
bahasa Sunda dan bahasa Jawa Cirebon. Di masa pemerintahan kolonial Belanda
juga di masa pendudukan Jepang, wilayah Cirebon dibagi ke dalam empat kabupaten
yaitu: Kabupaten Cirebon – Kanupaten Indramayu – Kabupaten Majalengka –
Kabupaten Kuningan. Kabupaten Cirebon dan Indramayu merupakan wilayah yang
terletak di bagian pesisir. Ketika tentara Jepang mengadakan penyerbuan ke
pulau Jawa, mereka mempergunakan desa pantai Eretan di Indramayu sebagai salah
satu tempat mendarat. Kejadian ini di luar dugaan pemerintahan Hindia Belanda.
Di dalam kota Cirebon terdapat tiga wilayah kesultanan. Daerah kesultanan itu
dapat disebutkan sebagai (https://lib.ui.ac.id/)
Lantas bagaimana sejarah pendudukan Jepang di wilayah
Cirebon 1942-1945? Seperti disebut di atas sejarah pendudukan Jepang di Cirebon
sudah banyak yang menulis. Namun sejarah tetaplah sejarah dan sejarah dapat
ditulis ulang. Semua itu berawal di Pelabuhan Eretan dan berakhir di pelabuhan
Cirebon. Lalu bagaimana sejarah pendudukan Jepang di wilayah Cirebon 1942-1945?
Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Pendudukan Jepang di Cirebon 1942-1945; Berawal di
Pelabuhan Eretan dan Berakhir di Pelabuhan Cirebon
Sebelum memahami lebih lanjut pendudukan Jepang di
Cirebon, kita deskripsikan lebih dahulu tentang nama tempat Eretan. Nama Eretan
sendiri mirip dengan eretan dalam bahasa Soenda/Djawa (perahu penyeberang
sungai terbuat dari bamboo). Memang lokasi di Eretan memang demikian. Nah, yang
menjadi pertanyaan dimana posisi GPS eretan itu berada yang menjadi cikal bakal
kampong Eretan (dan kini menjadi kota Eretan) dimana terdapat pelabuhan yang
menjadi pintu masuk pasukan Jepang.

Pada era VOC, seperti Peta 1724 dimana posisi GPS kota Eretan merujuk
pada nama kampong Lossarang. Pada Peta 1700 sudah diidentifikasi nama kampong
Losarang (di sebelah timur sejajar kampong Lohbener). Pada Peta 1724 kampong
Losarang ini berada di muara sungai. Seperti halnya mura sungao Tjipamanoekan
(di barat) dan sungai Tjimanoek (di timur), di muara sungai Losarang terdapat
suatu pulau sedimen. Pulau sedimen ini terus membengkak sehingga (semakin menyatu)
mendekati daratan. Jalan air di dua sisi pulau sedimen membentuk sungai baru (sungai
Losari di hilir bercabang dua). Di cabang sebelah barat (kiri dalam peta), bertemu
sungai Tjicandang Aur. Pada pertamuan sungai terbentuk kampong baru yang kini
menjadi cikal bakal kota Kandanghaur.
Sungai Losari kiri bergabung dengan sungai Tjicandanaur,
yang mebentuk sungai bar uke hilir. Di pertemuaan sungai ini berada kampong Candangaur.
Dalam perkembangannya di hilir sungai baru terbentuk kampong Eretan. Dalam hal
ini, secara geomorfologis wilayah kota Eretan yang sekarang tempo doeloe adalah
perairan/laut, dimana kemudian terbentuk daratan (proses sedimentasi jangka
panjang).

Secara geomorfologis juga bahwa wilayah kota Kandahaur yang sekarang juga
di masa lampau masih berupa perairan/laut yang kemudian terbentuk daratan baru
(akibat proses sedimentasi jangka panjang). Bagaimana dengan Losarang? Losarang
bukan perairan/laut, tetapi awalnya adalah suatu pulau (sedimen yang jauh lebih
tua) dimana di sekitarnya merupakan perairan. Besar dugaan kampong Losarang
yang berupa pulau sedimen berada tempat di depan muara sungai Losarang. Ingat
Losarang, juga ingat Lohbener dan Losari. Suku kata Lo/Loh dalam hal ini diduga
merujuk pada kata pulo (pulau). Nah, lho! Seabad kemudian, pada Peta 1817 sudah
diidentifikasi nama kampong/sungai Candangaur. Bagaimana dengan kampong Eretan?
Dalam Peta 1817 belum teridentifikasi nama kampong Eretan.
Pada Peta 1817 sudah diidentifikasi jalan pos trans
Java yang baru melalui Candangaur dari Pamanoekan/Tjiasem ke Pagindangan terus
ke Lossarang terus ke Jati Tuju/Plumbon hingga Cheribon. Sebagaimana diketahui
jalan pos trans Java yang dibangun pertama (era Daendels) adalah dari Bandoeng melalui
Soemedang ke Carangsambong terus ke Plumbon/Chirebon. Besar dugaan jalan pos
baru ini dibangun pada era Raffles (masa pendudukan Inggris). Dalam konteks
inilah arti penting Candangaur sebagai pelabuhan awal (sebelum bergeser ke
kampong Eretan).

Pembangunan jalan pos trans Java baru ini diduga karena kebutuhan para
landheer. Sebagaimana diketahui pada era Daendels (1809-1811) tanah partikelir
(land) diperluas sebelumnya hanya sebatas sungai Tjitaroem diperluas hingga
sungai Tjimanoek. Pada era Inggris, tanah-tanah partikelir ini mulai
mengelolanya, yang lalu menjadi penyebab dibangunannya jalan pos baru.
Pada Peta 1840 nama Eretan belum diidentifikasi. Nama
Eretan baru diidentifikasi pada Peta 1877 sebagai nama kampong. Nama kampong
Eretan diduga merupakan kampong awal di pantai di suatu teluk, dimana di bagian
dalam teluk berada kampong Kandang Haur. Kampong Eretan ini diduga awalnya
adalah kampong nelayan, setelah kehadiran pemilik land (landheer) Kandanghaur
(kemungkinan dari Batavia) dengan kapal dan berlabuh di Eretan. Lalu dari
kampong Eretan ini ke kendang haur menggunakan eretan (karena kedalaman air
yang dangkal). Dalam konteks inilah diduga yang menjadi asal usul nama kampong
Eretan.

Sebagaimana tampak pada Peta 1877, kampong Eretan yang awal seakan terpencil,
karena teluk menjadi daratan. Sementara alur sungai Kandanghaur menuju ke laut
berada di sebelh timur kampong Eretan. Daratan baru antara kampong Eretan
(asli) ini dengan muara sungai Kandanghaur (yang baru) dinamai sebagai desa
Eretan Koelon; sementara desa di seberangnya (sisi muara sungai Kandanghaur)
disebut desa Eretan Wetan. Muara sungai diantara desa Eretan Koelon dan desa
Eretan Wetan ini terbentuk pelabuhan nelayan yang baru, yang memiliki akses
jalan ke desa Kandanghaur dimana terdapat rumah landheer (landhuis). Landhuis
inilah kemudian yang menjadi cikal bakal kota (kecamatan) Kandanghaur. Sebagai
pelabuah, desa Eretan (Koelon dan Wetan) menjadi cikal bakal kota pelabuhan Eretan
yang sekarang (masuk wilayah kecamatan Kandanghaur).
Nama Eretan pertama kali diinformasikan pada tahun
1908 (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 11-06-1908). Disebutkan wedana di
Eretan Koeloen dipindahkan ke Sleman dan sebagai penggantinya di Eretan Koelon
diangkat adj. djaksa di Madjalengka. Ini mengindikasikan bahwa ibu kota onderdistrict
Kandanghaur berada di Eretan (Koelon). Dalam hal ini Eretan (Koelon) tampaknya
jauh lebih penting dari (desa) Kandanghaur (namun Kandanghaur tetap menyandang
nama wilayah). Keutamaan Eretan (Koelon) sebagai ibu kota diduga karena keberadaan
pelabuhan (bisa diakses dari laut maupun dari pedalamanl Kandanghaur dan
Losarang maupun Pamanoekan).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Berawal di Pelabuhan Eretan dan Berakhir di Pelabuhan
Cirebon: Mengapa Begitu?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi
dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan
pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.