*Untuk melihat semua artikel Sejarah Dewan di Indonesia di blog ini Klik Disini
Siapa Mangaradja Soangkoepon? Mungkin banyak
yang tidak mengetahui. Sebab nama Mangaradja Soangkoepon belum lama muncul di
Wikipedia tidak ada laman nama Mangaradja Soangkoepon. Padahal pada era
Pemerintah Hindia Belanda namanya sangat dikenal. Nama kecilnya adalah Abdoel
Firman, anggota Volksraad terlama, berasal dari dapil province Oost Sumatra
selama empat periode berturut-turut (1924-1942). Mangaradja Soangkoepon
sejatinya adalah ‘macan’ Pedjambon, anggota Volksraad paling vokal.

Abdul
Firman tiba-tiba menjadi terkenal di Negeri Belanda karena namanya diberitakan
di koran-koran yang terbit sekitar Maret 1912. Apa pasal? Dua imigran dari
Madura terlibat perkelahian dengan sesama imigran dari Jawa (Oost Java), korban
akhirnya meninggal dunia akibat tusukan. Di pengadilan Amsterdam terdakwa
disidangkan dan menghadirkan saksi-saksi. Aparat pengadilan bingung, karena
para imigran (terdakwa dan saksi-saksi) tidak bisa berbahasa Belanda. Untuk
mencari penerjemah sekaligus untuk pemandu sumpah (secara Islam) ternyata tidak
mudah. Dari sejumlah mahasiswa yang ada hanya Abdul Firman yang bersedia dan
sukarela (tanpa paksaan). Dari namanya memang pantas tetapi ternyata juga Abdul
Firman adalah orang yang alim. Karenanya masyarakat Belanda menganggap Abdul
Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon adalah pemimpin (imam) Islam dari
para imigran dari Indonesia (Hindia Belanda). Abdul Firman tidak keberatan. Di
dalam pengadian tersebut Abdul Firman membela terdakwa untuk dikurangi tuntutan
djaksa. Dan, memang berhasil. Dalam laman Wikipedia, pada entry Volksraad,
tidak ada nama Mangaradja Soangkoepon. Mengapa? Nama-nama yang dicatat adalah Cokroaminoto,
Agus Salim, Hok Hoei Kan, Khouw Kim An, Abdoel Moeis, Soetardjo
Kartohadikoesoemo, Loa Sek Hie, Mas Aboekassan Atmodirono, Mohammad Hoesni
Thamrin, Wiranatakoesoema, Otto Iskandardinata, Jahja Datoek Kajo, Radjiman
Wedyodiningrat dan Koesoemo Oetoyo.
Lantas bagaimana sejarah anggota Volksraad semasa
Mangaradja Soangkoepon? Seperti disebut di atas, di dalam lama Wikipedia pada
entry Volksraad tidak ada nama Mangaradja Soangkoepon. Yanga ada antara lain Abdoel
Moeis, Soetardjo dan Otto Iskandardinata. Oklah. Lalu bagaimana sejarah anggota
Volksraad semasa Mangaradja Soangkoepon? Seperti kata ahli sejarah tempo
doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Anggota Volksraad Semasa Mangaradja Soangkoepon;
Abdoel Moeis, Soetardjo, Otto Iskandardinata
Soetardjo adalah anggota Volksraad senior.
Sutardjo Kertohadikusumo menjadi anggota Volksraad sejak tahun 1931. Yang paling
senior di Volksraad adalah Mangaradja Soangkoepon sejak 1927. Mangaradja
Soangkoepon tidak pernah absen di Volkraad. Mangaradja Soangkoepon baru
berakhir di Volksraad seiring berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda (takluk
kepada Jepang, 1942). Mangaradja Soangkoepon adalah ketua fraksi Nasionalis Indonesia di Volksraad.

De Telegraaf, 16-11-1939: ‘Petitie voor volwaardig
Parlement (Petisi untuk parlemen penuh). Batavia. 16 Nov. Aneta kini dapat mendukung petisi kelompok
Nasionalis Indonesia yang diketuai oleh (Mangatadja) Soangkoepon.
untuk diterbitkan sebagai tambahan dari dua petisi identik lainnya kepada Tweede Kamer Staten Generaal tentang pembentukan parlemen
yang lengkap berdasarkan pemilihan semua anggota. Petisi ini didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan pokok sebagai berikut: Bahwa telah berlalu sekitar 20
tahun sejak deklarasi pemerintah pada I8 November 1918, bahwa
peristiwa-peristiwa di Eropa maupun di Asia kembali memaksa pemerintah dan
rakyat Indonesia untuk lebih bekerja sama. erat, bahwa karena keadaan Hindia
Belanda menjadi semakin terisolasi dari negara-negara di Eropa, bahwa tingkat yang lebih besar dari
kebijakan pemerintah independen di Indonesia tampaknya diperlukan dan
diinginkan, pergeseran kekuasaan di Timur Jauh terus berlangsung dan bahwa
kontradiksi antara kekuatan yang berkepentingan terus menajam’.
Nama Magaradja Soeangkoepan dihubungkan dengan
Volksraad bermula tahun 1924. Pada tahun 1924 ini merupakan untuk kali pertama di Volksraad wakil pribumi
ditentukan melalui pemilihan (seperti halnya sebelumbnya di tingkat gemeenteraad). Jumlah kursi untuk
keseluruhan Sumatera hanya satu orang alias satu kursi saja. Jumlah kandidat asal Padang Sidempoean terbilang cukup banyak,
yakni: Dr. Abdoel Rasjid (dokter di Kotanopan), Mr. Todoeng gelar Soetan Goenoeng
Moelia (direktur HIS Kotanopan), Mangaradja
Soangkoepon (Commies BB di Tandjong
Balei), Dr. Abdul Hakim (dokter di Padang), Kajamoedin gelar Radja Goenoeng
(schoolopz. Di Medan) (lihat De Indische
courant, 02-01-1924).
Kandidat
terpilih untuk Volksraad pertama ini adalah Abdoel Moeis
dari ‘dapil’ Sumatra’s Westkust. Pada periode berikutnya, Sumatera mendapat jatah
empat kursi di Volksraad. Masing-masing satu kursi dari empat daerah pemilihan
(dapil): Province Sumatra’s Westkust, Zuid Sumatra (Residentie Palembang,
Lampoeng dan Bengkoelen), Province Sumatra’s Oostkust; dan Nord Sumatra (Tapanoeli dan Atjeh). Yang dimaksud Noord Sumatra
dalam hal ini adalah gabungan Residentie Tapanoeli dan Residentie Atjeh. De Indische courant, 15-02-1927 (Sumatera dan
Dewan Rakyat): ‘hari Jumlat telah ditetapkan kandidat dari Sumatra di
Weltevreden kecuali dr. Rivai dikeluarkan dari daftar lima lainnya kandidat
Sumatera. Hal ini karena Dr Rivai, meskipun orang Sumatra dan kelahiran
Indonesia, tetapi karena telah dinaturalisasi sebagai seorang Belanda, maka dia
harus ditempatkan sebagai kandidat Eropa/Belanda. Menurut undang-undang
pemilihan baru pribumi yang dinaturalisasi disamakan dengan Europeacea. Oleh
karena itu, dalam pemilihan berisi nama-nama dari Sumatera sebagai berikut:
Abdul Moeis (Garut), Sutan Goenoeng Moelia (Tapanoeli), Dr. Abdul Rasjid
(Tapanoeli), Tjik Nang (Palembang), dan Sutan Mohamad Zain (Weltevreden). Deli
courant, 18-02-1927: ‘Aneta menginformasikan hari ini
dari Batavia bahwa Abdul Firman gelar Mangaradja Soangkoepon telah terpilih
sebagai anggota Volksraad di daerah pemilihan Pantai Timur Sumatera. Firman
mengumpulkan 11 suara, Raden Abdoel Manap memperoleh 8 suara, sedangkan 1 suara
dikosongkan’. De Sumatra post, 10-03-1927: ‘Voksraad Hindia Belanda. Separuh yang lebih
baik dari kandidat Volksraad—yang terpilih—sekarang seluruhnya ada sebanyak: 20
Pribumi, 15 Belanda dan 3 Cina telah terpilih. Dua orang terakhir yang terpilih
— menurut AID dalam gambaran umum situasi, hasil ini untuk suara kepada kedua:
Moetar bin Praboe Mangkoenegoro untuk Sumatera Selatan, dan Abdoel Firman felar
Maharaja Soangkoepon untuk Sumatera Timur’.
Abdoel Moeis, incumbent tidak terpilih (lihat Deli courant, 23-03-1927). Empat nama
yang terpilih dari Sumatra adalah Dr Alimoesa Harahap dari Pematang Siantar (dapil
Tapanoeli en Atjeh), Mochtar (Zuid Sumatra)), dan Datoek Kajo (dapil West
Sumatra) dan Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soeangkoepon di Tandjoeng
Balai (dapil Oost Sumatra).

Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soeangkoepon berangkat studi ke
Belanda tahun 1910 dan kemudian bergabungan dengan Indisch Vereeining yang
diketuai oleh Radjioen Harahap gelare Soetan Casajangan. Pada tahun 1912 Soetan
Casajangan dan Mangaradja Soeangkoepon membentuk studiefond untuk membantu para
calon dan mahasiswa pribumi di Belanda. Seperti dikutip di atas, tahun 1912 di
Belanda Mengaradja Soeangkoepon menjadi penerjemah di pengadilan. Sepulang
Soetan Casajangan ke tanah air, pada tahun 1914 Abdoel Firman gelar Mangaradja
Soeangkoepon dan Amaroellah gelar Soetan Mangkoeto sempat mendirikan perusahaan
ekspor-impor ke/dari Hindia Belanda dengan nama Firma Soeangkoepon en Mangkoeto
(lihat Algemeen Handelsblad, 28-06-1914). Sementara Mangkoeto di Belanda, Mangaradja
Soangkoepon kembali ke tanah air. Pada bulan Oktober Mangaradja Soangkoepon
sudah di Medan (lihat Deli courant, 29-10-1914). Pada tahun 1915 Mangaradja
Soeangkoepon dipindahkan sebagai pegawai dari kantor Asisten Residen do Asahan
ke kantor Asisten Residen Simaloengin (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 19-11-1915). Demikianlah seterusnya, selama 12 tahun
berikutnya, Mangaradja Soangkoepon sebagai pegawai pemerintah, di Tandjoeng
Balai, Pematang Siantara, Sibolga dan Padang Sidempoean dan kembali lagi ke
Tandjoeng Balai hingga mencapai pangkat Ontvanger (pangkat tertinggi sebagai
pegawai negeri). Diantara waktu-waktu ini pernah menjadi anggota dewan di
Pematang Siantar dan di Tandjoeng Balai,Sebagai anggota dewan kota, Mangaradja Soeangkoepon terakhir sebagai anggota
dewan kota di Tandjoeng Balai (lihat De locomotief, 17-08-1926).
Secara keseluruhan ada 25 anggota pribumi, 30 Belanda dan 5 anggota Timur
asing (Cbineese). Jumlah tersebut sebanyak 20 pribumi, 15 Belanda dan 3 Cina
dipilih sementara yang diangkat sebanyak 5 orang pribumi, 15 Belanda dan 2
orang Cina. Ini mengindikasikan proporsi antara anggota Belanda dan Non Belanda
berbanding 30:30. Jumlah ini telah bertambah jika dibandingkan pada tahun 1824
sebanyak 39 anggota yang mana sebanyak 19 harus dipilih, yaitu. 10 Pribumi dan
9 orang Eropa/Belanda.
Nama-nama pribumi yang terpilih tersebut terdiri: 6 dari kelompok PEB, 3
dari NIVB, 1 dari Boedi Oetomo, 1 dari Sarikat Islam, 1 dari Pasoendan, 1 dari
Parsarikatan Minahasa, 7 dari non partai. Sementara itu dari lima pribumi yang
diangkat adalah Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia dari CEP, Koesoemo
Oetojo dari Boedi Oetomo, Tjokroaminoto dari Sarikat Islam, Soetomo dari Non-cooperative,
P Moh. Ali dari non partai. Soetan Goenoeng Moelia adalah untuk periode kedua. Yang
juga untuk periode kedua adalah Koesomojoedo, Mandagi, Sosrodiprodjo, Sosrohadiwidjojo,
Soekawati, Djajadiningrat. Soejono, Wiranata Koesoema, Dwidjosewojo, Soeroso,
Hadiwidjojo, dan Soangkoepon.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Abdoel Moeis, Soetardjo, Otto Iskandardinata: Hanya
Ada Satu Macan Sepanjang Masa di Pejambon
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.