*Untuk melihat semua artikel Sejarah Filipina
dalam blog ini Klik Disini
Lapangan
terbang (bandar udara, bandara) dibangun seiring dengan perkembangan penggunan
pesawat terbang, awalnya di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, suatu
teknologi (moda) transportasi baru yang awalnya berkembang di tangan para
individu (hobi) dan kalangan militer yang kemudian merambah ke Asia Tenggara.
Pada tahap permulaan langkanya lapangan terbang yang ada, pendaratan juga
dilakukan di atas air (teluk dan danau serta sungai besar). Pada fase inilah juga
diketahui keberadaan (sejarah) awal lapangan terbang di Filipina, terasuk di
Manila.

Inggris dibawa ke koloni-koloni di Semenanjung Malaya dan Australia; dari
Amerika Serikat dibawa ke Filipina dan dari Belanda dibawa ke Indonesia. Dalam
perkembangannya, seiring dengan penggunan kapal terbang di masing-masing
koloni, dan adanya minat para investor (swasta) untuk mengembangkan penerbangan
komersil (sipil), maka era baru jalur penerbangan antar negara mulai dirintis.
Jalur penerbangan komersil antara Singapoera (Semenanjung), Batavia (kini
Jakarta) dan Sydney (Australia) serta Manila (Filipina) akhirnya terkoneksi
satu sama lain. Sehubungan dengan semakin terkoneksinya jalur penerbangan dan
semakin ditingkatkannya sistem aviasi maka lapangan terbang (bandara) juga
semakin baik dan berkualitas serta semakin meluas (hingga kota-kota yang lebih
kecil). Lapangan terbang Manila salah satu hub utama jalur aviasi internasional
di Asia dan Pasifik.
Lantas
bagaimana sejarah awal penerbangan dan kebandaraan di Filipina? Tentu saja topik ini sudah ada yang menulis. Akan
tetapi bagaimana sejarah awal penerbangan terkoneksi satu sama lain di Asia dan
Pasifik tampaknya tidak pernah ditulis, apalagi koneksi antara bandara di
Fipilina khususnya lapangan terbang di Manila dengan kota-kota lain di luar
Filipina. Lalu apa menariknya? Sebab itulah awal sejarah penerbangan internasional
di Filipina. Seperti
kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Lapangan Terbang di Filipina:
Bandara Manila
Gagasan
pembangunan lapangan terbang di Filipina dimulai tahun 1917 (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 03-12-1917). Ini bermula ketika Ketua Senat Filipina telah
memberikan bantuannya dalam organisasi awal asosiasi penerbangan (Luchtvaartvereeniging)
di Kepulauan Filipina. Ketua Senat Filipina [Manuel] Quezon bahkan menunda
perjalanan provinsi untuk menghadiri pertemuan pengukuhan secara langsung
organisasi tersebut. Luchtvaartvereeniging didirikan, lapangan terbang akan
dibangun dan juga clubhouse yang efektif akan dibangun, sementara pengaturan
telah dibuat untuk mengirim orang ke seluruh pulau.

lain, termasuk negara kita [Indonesia; baca: Hindia Belanda] begitu sering
menjadi contoh. Snngguh menyenangkan mengamati bahwa dalam hal ini kita jauh di
depan dibandingkan Filipina. Bataviascbe Aviation Association tidak hanya
berdiri sejak lama, faktanya, sehingga orang-orang Amerika yang energik
dibandingkan dengan kita, mungkin kali ini mereka menjadi yang terburuk.
Sebagaimana
diketahui bahwa Filipina pada saat itu berada di bawah pemerintah Amerika
Serikat (sejak 1898). Ketua Senat Filipina yang dijabat Manuel Quezon tentu
sangat mendukung didirikannya layanan penerbangan di Filipina, mengingat
Kepulauan Filipina terdiri dari banyak pulau. Namun demikian, jalur penerbangan
di Hindia Belanda dapat dikatakan masih terbatas di pulau Jawa seperti Batavia
(Tjililitan), Poerwakarta (Kalidjati), Bandoeng (Andir), Semarang, Soerabaya.
De Preanger-bode, 07-11-1919: ‘Para Soesoehoenan Solo ingin
menjadi yang ke-15 ke Poerwakarta yang mengunjungi bandara Kali Djati. Pada
hari Senin ZH. akan berangkat dengan kereta ekstra menuju Djokja, dimana
bermalam akan dilakukan dalam pasanggrakan Sultan. Keesokan harinya rombongan akan
melakukan perjalanan dengan kereta ekspres ke Poerwakarta, tinggal disana
selama tiga malam. Dari Purwakarta ke Cheribon, menginap dua malam. Dari
Cheribon ke Pekalongaa, dua malam. Dari Pekalongan ke Temangoeng satu malam dan
dari sana kembali ke Solo. Karena pengaturan itu semua, Bupati Atmodioingrat
berangkat ke Poerwakarta. Jika tidak tersedia penginapan yang memadai disana,
Soenan akan dikirim ke Bandoeng. Dua puluh lima orang dengan pesawat akan lepas
landas di Kali Djati, Surat kabar di Solo melaporkan, bukan panglima militer,
tapi wakil presiden Dewan Hindia Iadiö,
lalu wd. Gubernur Jenderal telah mengundang Sunan untuk mengunjungi situs
lapangan terbang tersebut’
Pada
tahun 1921 di Solo diketahui sudah ada lapangan terbang (lihat De nieuwe
courant, 16-09-1921). Pada tahun 1923
terjadi peristiwa penting di Hindia Belanda, teknologi komunikasi jarak jauh
mulai dioperasikan setelah stasion radio Malabar Bandoeng berhasil
menghubungkan Belanda dan Hindia. Stasion radio Malabar ini diresmikan pada
tanggal 5 Mei 1923. Setahun kemudian pesawat terbang pertama dari Belanda
(Amsterdam) tiba di bandara Tjililitan (Batavia) pada hari Senin tanggal
24-11-1924. Tanggal ini begitu penting, baik di Belanda maupun di Hindia. Oleh
karena itu disambut meriah dan antusias dimana-mana, tidak hanya Gubernur Jenderal
Hindia Belanda juga oleh Ratu Belanda Wilhelmina.
Pada hari Jumat tanggal 21 November 1924
pesawat Foker F-VII mendarat di lapangan terbang Polonia Medan. Itu berarti
pesawat pertama Belanda yang berangkat dari Amsterdam pada tanggal 1 Oktober
telah tiba di Hindia (menempuh 15.899 Km dalam 20 hari terbang; sisia hari
untuk istirahat dan perbaikan). Panitia Penerbangan Hindia Belanda langsung
mengirim telegram ke Ratu Wilhelmina dan sang Ratu langsung mengirim ucapan
selamat. Ucapan selamat juga disampaikan kepada tiga penerbang dan langsung
mendapat bintang (lihat De Zuid-Willemsvaart, 25-11-1924). Disebutkan para
penerbang itu adalah Commandant van der Hoop, Luitenant van Woerden Poelman dan
mekanik van den Broek. Hanya dua penerbang yang tiba di Hindia, Luitenant van
Woerden Poelman ditinggal di India (Inggris) untuk diganttikan oleh penerbang
Hindia Belanda yang lebih memahami wilayah Hindia Belanda. Pada hari Sabtu
pesawat F-VII berangkat ke Singapura dan keesokan harinya ke Muntok (Bangka)
dan hari Senin dilanjutkan menuju Batavia. Pada hari Senin pagi warga Batavia
dan sekitar berduyung-duyung ke lapangan terbang Tjililitan. Ini setelah
mendapat kabar positif melalui saluran telepon interlokal dari Muntok bahwa
pesawat Fokker F-VII telah mengudara pada pukul 9 pagi. Sementara itu seluruh
warga Batavia memasang bendara. Sekolah liebur dan kantor bisnis tutup. Pluit
kapal uap dibunyikan, serene meraung-raung. Kemacetan lalu lintas yang tak ada
habisnya dari mobil menuju ke area pendaratan Tjililitan,
Penerbangan
jarak jauh tahun 1924 ini menjadi tonggak sejarah penerbangan yang menjadi yang
pertama menghubungkan Eropa dan Asia Tenggara. Penerbangan terjauh yang ada
baru sekadar antara Singapoera dan Inidia dan antara Siangapoera dan Sydney
oleh penerbang-penerbang Inggris. Pada tahun 1926 giliran penerbang Spanyol
mengikuti penerbang Belanda, dari Madrid dan mencapai Manila (lihat Algemeen
handelsblad voor Nederlandsch-Indiee, 06-05-1926).
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Perkembangan Jalur Penerbangan
Internasional (Sipil) di Asia dan Pasifik
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir
Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok
sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan
Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi
berkebun di seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau.
Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu
senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah),
tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis
Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang
dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.