Sejarah

Sejarah Jakarta (99): Sejarah Kemanggisan, Kini Kampus Binus Berada; Pamanggisang, Chineese Tempel dan Kampong Toapekong




false
IN



























































































































































*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Nama kampong Kebon
Manggis dan kampong Kemanggisan berbeda tempat. Tempo doeloe nama kampong
Kemanggisan disebut kampong Pamanggisan. Kampong Pamanggisan berada di dekat
kampong Kebon Djeroek, tetapi kampong Kebon Manggis berada di dekat kampong Pagangsaan.
Di hulu kampong Manggis di sungai Tjiliwong terdapat kampong Bidara Tjina, sementara
di hilir kampong Kemanggisan di sungai Grogol terdapat kampong Taipekong.

Pamanggisang (Peta 1824); Kemanggisan (Now)

Di kampong Taipekong tempo doeloe di era VOC.Belanda
terdapat klenteng Chineses Tempel. Area klenteng inilah yang kemudian bernama
kampong Taipekong. Chineses Tempel ini tidak jauh dari kampong Boegis
(perkampongan orang Boegis). Sementara itu kampong Bidara Tjina tidak jauh dari
kampong Bali dan kampong Malajoe. Namun kampong Bidara Tjina bukanlah kampong
Cina tetapi kampong orang-orang Malajoe. Kampong Boegis, kampong Bali dan
kampong Malajoe terbentuk karena pasukan pribumi pendukung VOC/Belanda
ditempatkan di masing-masing area tersebut. Peristiwa pembantaian orang-orang
Cina pada tahun 1740 menyebabkan orang-orang Cina di Batavia terusir dan
menyebar ke berbagai tempat termasuk ke area dekat kampong Bali dan kampong
Boegis. Di tempat yang baru itu orang-orang Cina mendapatkan teman-teman baru
(sesama para migran).

.
Lantas apakah nama kampong Pamanggisan atau
Kemanggisan berasal dari tanaman/buah manggis? Untuk soal asal-usul nama tempat
haruslah tetap hati-hati dan cermat, tidak sekadar letterlijk. Hal ini karena
sejarah tetaplah sejarah. Ilmu sejarah bukanlah ilmu toponimi. Ilmu sejarah adalah
metodologi menarasikan fakta dan data. Dalam hal ini, soal nama asal usul
adalah satu hal. Hal lain yang penting adalah bagaimana sejarah Kemanggisan
sendiri? Sejarah Kemanggisan tidak hanya soal asal-usul nama. Untuk menambah
pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kemanggisan (Peta 1890) dan Taipekong (Peta 1904)

Sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan
lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru
yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain
disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*

Pemanggisang
Menjadi Kemanggisan: Chineese Tempel Menjadi Toapekong
Kampong Pamanggisang berada di dekat kampong Boegis.
Kampong Pamanggisang diduga adalah perkampongan orang Makassar. Pamanggisan
diucapkan/ditulis dalam aksen (logat) Makassar dengan Pamanggisang. Mereka ini
diduga penghuni pertama di area tersebut sebagai bagian dari penempatan pasukan
pribumi pendukung militer VOC/Belanda.

Nieuw
plantkundig woordenboek voor N Indie, 1909

Perkampongan orang
Makassar dan Boegis tersebar di banyak tempat mulai dari batas sungai
Tjitaroem/Karawang di timur hingga batas sungai Tjisadane/Tangerang di barat. Pasukan
pribumi pendukung militer VOC/Belanda juga banyak yang berasal dari Jawa,
Ambon, Banda, Bali, Tambora, Manggarai dan Malajoe. Perkampongan orang Malajoe
juga tersebar dan konsentrasinya cukup besar di sekitar Meester Cornelis (kini
Jatinegara). Kampong Bidara Tjina bukanlah perkampongan orang Cina tetapi
diduga kuat perkampongan orang Malajoe. Di sekitar Meester Cornelis juga
ditemukan kampong orang-orang Malajoe seperti di kampong Rawa Bangka (bergeser
menjadi Rawa Bangke dan kini diganti dengan Rawa Bunga). Pohon ‘bidara’ hanya
orang Malajoe yang menyebutnya dengan nama ‘bidara tjina’ (lihat Nieuw
plantkundig woordenboek voor Nederlandsch Indie, 1909). Bidara tjina adalah
bahasa Malajoe untuk menamai pohon bidara.

Nama Pamanggisan lambat laun digantikan dengan
diucapan/ditulis dengan Kemanggisan. Pergeseran ini diduga karena wilayah
kampong Pamanggisan semakin ramai oleh pendatang di luar orang Makassar,
seperti orang-orang Cina.

Imbuhan pe-an menyatakan
tempat atau proses. Pe-manggis-an dalam hal ini menyatakan tempat dimana
diusahakan (kebun) tanaman manggis  Imbuhan ke-an juga menyatakan tempat seperti
kerajaan dan kemanggisan. Oleh karena itu Pemanggisan dan Kemanggisan sama-sama
manyatakan tempat. Namun perlu disadari imbuhan pe-an ini adalah pa-an
(Pamanggisan). Imbuhan pa-an dalam hal ini besar dugaan dipengaruhi oleh bahasa-bahasa
non-Malajoe, antara lain bahasa Makassar (pamanggisan dan padoerenan). Sebagai
pembanding bahasa Batak adalah par-an, seperti parkopian (tempat dimana menanam
kopi).
Kehadiran orang-orang Cina ini diduga setelah
terjadi kerusuhan di Batavia pada tahun 1740. Sebelumnya orangorang Cina
cenderung menetap di kota-kota pelabuhan yang mena sebagian bertani dan
sebagian yang lain berdagang termasuk berdagang keliling ke pedalaman. Namun
kegiatan perdagangan ke pedalaman ini tidak berpola tempat tinggal tetapi
tetapi adaka kalanya membangun tempat tempat tinggal sementara. Pola bertempat
tinggal ini diduga yang menyebabkan munculnya nama Pondok Tjina (di Depok yang
sekarang).
Pamanggisan (Peta 1824); Kemanggisan (Peta 1890)

Orang-orang Cina yang
disebut menetap tersebut adalah orang-orang Cina yang sudah lama di Hindia.
Mereka adalah perantau-perantau (migran). Selain itu Pemerintah VOC/Belanda
mendatangkan pekerja dari China untuk dipekejakan di perkebunan-perkebunan
(seperti tebu) dan juga yang dipekerjakan di pabrik-pabrik gula. Mereka ini
tinggal di kantong-kantong penampungan di land yang mereka usahakan. Pada
kerusuhan di Batavia tahun 1740, mereka yang berada di kantong-kantong
penampungan (kampement) ini ikut melancarkan solidaritas dengan menghancurkan
sejumlah perkebunan dan pabrik di Bekasi dan Tangerang. Para migran pekerja
ini, seperti halnya para pasukan pribumi pendukung militer VOC/Belanda, banyak
yang tidak kembali dan membaur dengan orang-orang Cina yang sudah menetap lama.
 

Dengan semakin banyaknya orang-orang Cina di luar
Batavia (terutama setelah kerusuhan 1740), orang-orang Cina mulai membangun
tempat peribadatan yang baru termasuk di Kemanggisan (Chineese Tempel). Pilihan
lokasi Chineese Tempel ini diduga karena strategis di persimpangan untuk
memudahkan jemaatnya yang datang dari berbagai tempat. Berdasarkan Peta 1824
Chineser Tempel yang diidentifikasi juga terdapat di Antjol. Tampaknya hanya
dua Chineese Tempel tersebut yang ada.
Kemanggisan (Peta 1940) dan Kemanggisan (Now)

Pasca kerusuhan 1740
Pemerintah VOC/Belanda mulai melakukan konsolidasi kembali orang-orang Cina.
Orang-orang Cina yang sebelumnya lebih menyebar di Batavia dan sekitarnya mulai
dipusatkan di dalam suaru area tertentu dalam satu perkampongan khusus (kampement).
Kebijakan ini dilakukan untuk lebih mudah mengawasi para penduduk Cina dengan
mengangkay pemimpin mereka yang diberi pangkat luitenant atau kapitein.
Kebijakan ini juga berlakuk untuk orang Timur asing lainnya seperti Arab, Moor
dan Begalen. Salah satu kampement terkenal berada di Tangerang (dekat benteng).
Dari sinilah asal-usul penamaan Cina Benteng. Kelak muncul kampemen-kampemen
baru seperti tahun 1850an di Buitenzorg (di jalan Suryakencana yang sekarang).  

Area Cineese Tempel ini lambat laut namanya dikenal
sebagai kampong Taopekong. Area ini berada di antara kampong Kemanggisan (di
selatan) dan kampong Tandjoeng (di utara). Kampong Tandjoeng ini kiini lebih
dikenal sebagai Tanjung Duren. Pada masa ini kelurahan Kemanggisan masuk
wilayah kecamatan Pal Merah (di selatan) dan kelurahan Tandjung Duren masuk
kecamatan Grogol Petamburan (di utara).
Satu hal yang terpenting
sebagai penanda navigasi kampong Pamanggisan (Kemanggisan) adalah lokasi dimana
Chineese Tempel ini berada. Chineese Tempel ini berada di persimpangan jalan.
Namun dalam perkembangannya hanya satu jalan yang berkembang yakni jalan utama
dari Kemanggisan ke Tandjoeng melalui Taopekong (eks lokasi Chineese Tempel).
Jalan utama ini kini tidak lain adalah jalan Kemanggisan Raya. Dalam hal ini
jalan Kemanggisan Raya terbilang jalan kuno.
Perkembangan
Lebih Lanjut di Kemanggisan
Tunggu deskripsi lengkapnya

*Akhir
Matua Harahap
, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok
sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan
Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi
berkebun di seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau.
Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu
senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah),
tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top